Seorang lelaki Andalus (Spanyol) jauh2 datang ke Madinah untuk belajar dengan Imam Malik. Bayangkan, seribu tahun lebih yang lalu, dengan sarana transportasi apa adanya, adalah jarak yang amat sangat jauh.Tetapi dia, Yahya ibnu Yahya, adalah seorang lelaki yang patut dijadikan salah satu contoh luar biasa dari seorang muslim untuk tidak berhenti menjadi berarti dalam memaknai hidup ini.
Hari2 ia lalui menimba ilmu di Madinah Al-Munawarah yang tenang dihadapan gurunya Imam Malik. Hingga pada suatu hari saat berada di majlis ta’lim tiba2 ada rombongan entah dari mana. Mereka datang dengan membawa gajah. Para murid Imam Malik berhamburan keluar untuk melongok melihat gajah. Di Jazirah Arab, makhluk besar berbelalai dan bergading itu memang tergolong asing sehingga membnuat banyak orang penasaran untuk melihatnya. Bahkna lebih dekat. Maka orang-orang pun keluar untuk melihat rombongan dengan gajah. Pun dengan murid2 Imam Malik, mereka keluar untuk melihat lebih dekat. Hingga semua murid keluar, Yahya Ibnu Yahya tetap berada di majlis ta’lim tersebut.
Melihat itu, Imam malik heran lalu mendekati Yahya. “Mengapa engkau tidak ikut keluar untuk melihat gajah?” tanya sang Imam. Dengan jawaban pelan, kata Yahya ” Saya jauh2 datang dari Andalus ke Madinah untuk belajar, bukan untuk melihat gajah”. Sontak mendengar jawaban dari muridnya tersebut sang Imam kaget dan kagum. Atas keteguhan Yahya ibnu Yahya, ia dijuluki oleh Imam Malik ‘aqilu andalus (Lelaki berakal Andalusia).
Yahya ibnu Yahya, telah meletakkan prinsip mendasar di atas jalan apa yang ia lalui dan kearah mana ia menuju. Ia seperti telah menegaskan, betapa ia tak boleh berhenti di jalur cita2nya oleh sesuatu yang sederhana. Filosofi luhur dibalik sikapnya itu mencerminkan sebuah kecerdasan tentang bagaimana seseorang memahami godaan2 konsistensi dan komitmen pribadi yang kadang menghentikan. Betapa ia tak boleh berhenti oleh godaan2 itu.
Hal ini bukan hanya sekedar masalah untung dan rugi. Tapi adalah sebuah kehendak kuat untuk tak berhenti atau terhenti oleh godaan yang sangat sederhana, karena itu dibutuhkan kalkulasi keyakinan yang sangat kuat. Pun ini juga bukan sekedar untuk sok sehingga mendapat predikat “wah”. Tapi ini sungguh2 soal pemahaman, kemengertian, kesadaran, dan juga kedalaman penghayatan tentang keputusan apa yang harus diambil seorang muslim di saat2 ia tergoda.
Semoga kita tetap tak berhenti atau terhenti demi sebuah harapan luhur bagi pribadi atau juga secara kolektif. Dan, JANGAN BERHENTI, TITIK!!
disaring dari majalah Tarbawi no 105
Tidak ada komentar:
Posting Komentar