Kenali Diri
ISLAM yang telah Allah redhakan untuk menjadi agama kita, dan disampaikan melalui utusan-Nya Nabi Muhammad SAW merupakan satu syariat yang mencakup persoalan hidup lahir dan batin. Syariat lahir disebut syariat. Syariat batin disebut hakikat. Hal itu sangat sesuai dengan struktur kejadian manusia itu sendiri yang merupakan kombinasi antara jasad lahir dan jasad batin.
Jasad lahir adalah semua anggota tubuh kita yang nampak dengan mata. Sedangkan jasad batin adalah jasad gaib yang menggerakkan seluruh anggota lahir. Jasad batin dapat merasa, mengingat, memikirkan, mengetahui, memahami segala sesuatu yang terjadi di dalam diri kita masing-masing. Allah SWT menetapkan bahwa syariat lahir untuk diamalkan oleh jasad lahir sedangkan syariat batin untuk diamalkan oleh jasad batin yaitu ruh.
Sesuai dengan keadaan lahir batin kita yang saling berkaitan erat tanpa terpisah-pisah maka begitu pula amalan lahir dan batin wajib dilaksanakan secara serentak di setiap waktu dan keadaan. Kalau kita membeda-bedakan atau menolak salah satu dari amalan itu, maka kita tidak mungkin menjadi hamba Allah yang sebenarnya sebab Islam memandang syariat itu sebagai kulit, sedangkan hakikat itu adalah intipati.
Kedua-duanya sama-sama penting dan saling memerlukan, ibarat kulit dan isi pada buah-buahan. Keduanya mesti ada untuk kesempurnaan wujud buah itu sendiri. Tanpa kulit, isi tidak selamat malah isi tidak mungkin ada kalau kulit tidak ada. Sebaliknya tanpa isi, kulit jadi tidak berarti apa-apa. Sebab buah yang dimakan adalah isinya bukan kulitnya.
Begitu juga hubungan syariat dan hakikat. Keduanya mesti diterima dan diamalkan serentak. Keduanya saling mengisi dan memerlukan. Kalau kita bersyariat saja (artinya berkulit saja tanpa isi), itu tidak membawa arti apa-apa di sisi Allah.
Sabda Rasulullah SAW:
Terjemahannya : "Allah tidak memandang rupa dan harta kamu tetapi Dia memandang hati dan amalan kamu." (Riwayat : Muslim)
Sebaliknya kalau kita berhakikat saja (isi tanpa kulit), maka tidak ada jaminan keselamatan dari Allah SWT. Hakikat itu akan mudah rusak, dan kita sama sekali tidak akan memperoleh apa-apa, bahkan agama Islam yang kita anut akan rusak tanpa kita sadari.
Berkata Imam Malik Rahimahullahu Taala:
Terjemahannya : "Barangsiapa berfiqih (syariat) dan tidak bertasawuf maka ia jadi fasik. Barangsiapayang bertasawuf (hakikat) tanpa fiqih maka ia adalah kafir zindik."
Artinya kita mesti mengamalkan keduanya sekaligus, yaitu syariat dan hakikat. Kalau kita pilih salah satu, kita tidak akan selamat. Kalau kita bersyariat saja tanpa dilindungi oleh hakikat, kita akan menjadi fasik. Dan kalau kita berhakikat saja tanpa dikawal oleh syariat, maka hakikat itu akan mudah rusak sehingga kita jatuh kafir zindik (kafir tanpa sadar).
Begitulah pentingnya syariat dan hakikat. Tetapi bila kedua-duanya ada, maka hakikatlah yang lebih utama.
Seperti dalam sabda Rasulullah SAW:
Terjemahannya : Allah tidak memandang rupa dan harta kamu tetapi Dia memandang hati dan amalan kamu. (Riwayat : Muslim)
Hadis itu tidak bermaksud bahwa syariat tidak penting. Bahkan syariat juga adalah hukum-hukum fardhu yang wajib diamalkan oleh seluruh umat Islam. Hanya saja dalam keadaan keduanya (syariat dan hakikat) itu sama-sama diamalkan, Allah memberi keutamaan pada amalan hakikat. Perbandingannya seperti antara kulit dan isi buah. Kedua-duanya sama penting, tetapi manusia memberi keutamaan pada isi sebab bisa dimakan.
Begitulah peranan hakikat. Peranannya menentukan berakhlak atau tidaknya seorang manusia kepada Allah dan kepada sesama manusia. Orang yang kuat amalan batinnya atau tinggi pencapaian tasawufnya adalah orang yang hatinya selalu dekat dengan Allah. Ia senantiasa merasakan kebesaran Allah, dibandingkan dirinya yang maha lemah dan senantiasa memerlukan pertolongan Allah. Ia sangat beradab dengan Allah dan dapat mengorbankan dunia untuk Tuhannya. Ia juga mampu mengasihi semua manusia, bersedia susah untuk manusia dan akan menyelamatkan manusia dari tipuan dunia, nafsu dan syaitan.
Sebaliknya orang yang lemah dalam amalan batin adalah orang yang hatinya jauh dan terpisah dari Allah. Ia tidak takut dengan Allah, tidak malu, tidak harap, dan tidak cinta kepada Allah. Ia tidak redha dan tidak sabar, kurang beradab dengan Allah, penuh hasad dengki, sombong, bakhil, dendam dan pemarah. Ia akan menjadi seorang pencinta dunia yang bekerja keras hanya untuk dunianya. Orang seperti itu selalu dibelenggu oleh kecintaan kepada dunia hingga takut berjuang dan berjihad untuk agama Allah serta untuk kehidupan akhirat yang kekal abadi.
Orang yang tidak berhakikat, sekalipun melakukan ibadah shalat, puasa, dan banyak membaca Al Quran serta gigih berjuang adalah orang yang kurang berakhlak dengan Allah dan kurang berakhlak dengan manusia.
Kurangnya amalan batin dapat menyebabkan orang-orang yang tidak berhakikat itu biasanya mati dalam dosa yang tidak sadar. Mungkin dosa karena buruk sangka dengan Allah, putus asa dengan ketentuan Allah, tidak redha dengan takdir Allah atau dosa karena merasa bahwa amalannya lah yang akan menyelamatkan dirinya dari neraka Allah.
Rasa riya', ujub atau merasa diri bersih itu pun adalah dosa batin. Dosa batin, tak seorang pun yang dapat melihatnya, bahkan diri sendiri pun tidak dapat merasakannya. Hanya orang yang mempunyai basirah (pandangan hati yang tembus) saja yang dapat mengetahuinya.
Nanti, bila Allah bukakan segala kesalahan (dosa-dosa batin itu) di akhirat, barulah manusia akan terkejut dan tersentak.
Ulama tasawuf berkata:
"Biarlah sedikit amalan beserta rasa takut pada Allah, karena itu lebih baik daripada banyak amalan tetapi tidak ada rasa takut dengan Allah. Lebih baik orang yang merasa berdosa dan bersalah dengan Allah daripada orang yang banyak amalan tetapi tidak rasa berdosa pada Allah bahkan dia merasa telah cukup dengan amalan itu."
Firman Allah :
Terjemahannya : Hari kiamat ialah hari dimana harta dan anak-anak tidak dapat memberi manfaat, kecuali mereka yang menghadap Allah membawa hati yang selamat sejahtera.(Asy Syuara: 88-89)
Hati yang selamat sejahtera ialah hati orang bertaqwa yang berisi iman, yakin, ikhlas, redha, sabar, syukur, tawakal, takut, harap dan lain-lain rasa hati dengan Allah SWT. Hati yang senantiasa merasa sehat dalam kesakitan, kaya dalam kemiskinan, ramai dalam kesendirian, lapang dalam kesempitan dan terhibur dalam kesusahan. Ia bersikap redha dengan apa saja pemberian Tuhan-Nya.
Untuk memperoleh hati yang seperti itu, kita mesti bersungguh-sungguh melawan hawa nafsu untuk melakukan amalan lahir dan batin (syariat dan hakikat). Kedua-duanya akan saling mengawal untuk mengangkat kita ke taraf taqwa.
Syariat dan hakikat akan mendidik dan memimpin kita menjadi seorang insan kamil yang mampu memenuhi keinginan dan keperluan fitrah murni manusia secara suci lagi mulia. Orang seperti itulah yang Allah maksudkan sebagai golongan As Siddiqin atau golongan Al 'Arifin. Sifat mereka Allah uraikan dalam Surah Al Furqaan ayat 63-74:
Terjemahannya : "Dan hamba-hamba Tuhan Yang Maha Penyayang (hamba-hamba yang baik) itu ialah mereka yang berjalan di atas muka bumi dengan rendah hati dan apabila orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan. Dan mereka yang melalui malam hari dengan bersujud dan berdiri untuk Tuhan mereka (orang-orang yang melakukan shalat tahajjud di malam hari semata-mata karena Allah). Dan orang-orang yang berkata, "Ya Tuhan kami, jauhkanlah azab jahannam dari kami. Sesungguhnya azabnya itu adalah kebinasaan yang kekal." Sesungguhnya jahannam itu seburuk-buruk tempat menetap dan tempat kediaman. Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta) mereka tidak berlebih-lebihan dan tidak (pula) bakhil, dan adalah (perbelanjaan itu) pertengahan. Dan mereka juga tidak mengharap (menyembah) yang lain di samping Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (orang Islam) kecuali yang dibenarkan syarak (pembunuh, penzina, murtad) dan tidak juga berzina. Barang siapa yang melakukan yang demikian itu niscaya dia akan menerima pembalasan dosanya. (Yakni) akan dilipatgandakan azab untuknya pada hari kiamat dan dia kekal dalam azab itu dalam keadaan terhina. Kecuali mereka yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal soleh, kejahatan mereka Allah gantikan dengan kebajikan. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan orang-orang yang bertaubat dan mengerjakan amal soleh maka sesungguhnya mereka bertaubat kepada Allah dengan taubat yang sebenar-benarnya. Dan orang-orang yang tidak memberikan kesaksian palsu dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya. Dan orang-orang yang apabila diberi peringatan dengan ayat-ayat Tuhan mereka tidak menghadapinya sebagai orang-orang yang tuli dan buta. Dan orang-orang yang sering berdoa, "Ya Tuhan kami anugerahkanlah kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami) dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa."
Merekalah orang-orang bertaqwa yang akan memperoleh ketenangan hidup di dunia dan di akhirat. Mereka adalah tempat untuk kita mempelajari dan mencontoh kehidupan yang aman dan bahagia. Suasana seperti itu pernah terjadi, yaitu dalam kehidupan salafussoleh. Mereka telah menjalani suatu kehidupan, di mana mereka menerima dan mengamalkan sepenuhnya kehendak syariat dan hakikat. Hasilnya, mereka (para salafussoleh) menjadi orang-orang yang bahagia dan membahagiakan orang lain.
Sejarah 15 abad yang silam memberitahu kepada kita bahwa 3/4 dunia menjadi tenang, aman dan damai di bawah pemerintahan mereka. Kawan maupun lawan merasa selamat berada di dalam kekuasaan mereka. Demikianlah satu kenyataan yang membuktikan bahwa sekiranya manusia patuh menjalani syariat lahir dan batin, maka selamat dan berbahagialah mereka di dunia dan di akhirat.
Allah berfirman :
Terjemahannya : "Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman dan yang mengerjakan amal soleh di antara kamu bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa. Dia akan menegakkan bagi mereka agama yang telah diredhai-Nya untuk mereka dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka sesudah berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tidak mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang ingkar sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang fasik." (An Nur : 55) .
AMALAN LAHIR DAN AMALAN BATIN
SYARIAT ialah amalan-amalan lahir yang diperintahkan kepada umat Islam baik wajib maupun sunat. Dan apa saja yang dilarang baik yang haram atau makruh termasuk juga amalan-amalan yang kedudukannya mubah.
Syariat lahir terbagi dua :
1. Hablumminallah
2. Hablumminannas
Hablumminallah ialah amalan-amalan yang termasuk persoalan ibadah. Contohnya solat, puasa, zakat, haji, baca Al Quran, doa, zikir, tahlil, selawat dan lain-lain.
Hablumminannas ialah amalan-amalan lahir kita yang termasuk dalam bidang-bidang muamalat (kerja-kerja yang ada hubungannya dengan masyarakat), munakahat (persoalan kekeluargaan) dan jenayah serta tarbiah Islamiah, soal-soal siasah, fisabilillah, jihad dan persoalan alam beserta isinya.
Sedangkan HAKIKAT ialah amalan batin yang diperintahkan ataupun yang dilarang oleh Allah SWT kepada umat Islam. Amalan yang diperintahkan, dikenal sebagai sifat mahmudah (sifat-sifat terpuji) dan yang dilarang ialah sifat mazmumah (sifat-sifat terkeji).
Hakikat juga terbagi dua :
1. Berakhlak dengan Allah
2. Berakhlak dengan manusia
Bentuk-bentuk akhlak dengan Allah di antaranya ialah :
Mengenal Allah dengan yakin
Merasakan kehebatan Allah
Merasa gentar dengan Neraka Allah
Merasa senantiasa diawasi oleh Allah
Merasa hina diri dan malu dengan Allah
Merasa redha terhadap setiap takdir dan ketentuan Allah SWT
Sabar dengan berbagai ujian Allah
Mensyukuri nikmat-nikmat pemberian Allah
Mencintai Allah
Merasa takut pada Allah atas kelalaian dan dosa-dosa
Tawakal kepada Allah
Merasa harap pada rahmat Allah
Rindu pada Allah
Senantiasa mengingat Allah
Rindu pada syurga Allah karena ingin bertemu dengan-Nya
Bentuk-bentuk akhlak kepada manusia :
Mengasihinya sebagaimana kita mengasihi diri kita sendiri
Merasa gembira di atas kegembiraannya dan turut berdukacita karena kedukacitaannya
Menginginkan kebahagiaan untuknya di samping berharap agar musibah menjauhinya
Benci pada kejahatannya tetapi kasihan pada dirinya hingga timbul perasaan untuk menasehatinya
Pemurah padanya
Bertenggang rasa dengannya
Mengenang jasanya dan berusaha membalasnya karena Allah
Memaafkan kesalahannya dan sanggup meminta maaf atas kesalahan padanya
Kebaikannya disanjung dan diikuti, kejahatannya dinasehati dan dirahasiakan.
Lapang dada berhadapan dengan macam-macam manusia, Bersikap baik sangka kepada sesama orang Islam. Tawadhuk dengan sesama manusia.
Keduanya, syariat dan hakikat adalah perkara yang sangat penting untuk membentuk pribadi yang benar-benar bertakwa dan terlepas dari sifat-sifat munafik.
Kita wajib mengamalkan keduanya secara serentak dan seiring. Namun mesti diakui bahwa tidak mudah bagi kita untuk mengamalkannya.
Allah SWT menjelaskan hal itu dengan firman-Nya dalam surah Al Baqarah :
Terjemahannya :
"Mintalah bantuan dalam urusanmu dengan sabar dan shalat. Dan sesungguhnya yang demikian itu adalah sungguh berat kecuali bagi orang-orang yang khusyuk yaitu orang-orang yang meyakini bahwa mereka akan menemui Tuhannya dan bahwa kepada-Nya lah mereka akan kembali." (Al Baqarah : 45)
Allah SWT mengatakan untuk menjadi orang yang sabar itu susah dan untuk menjadi orang-orang yang tetap mengerjakan shalat itu juga susah. Maknanya amalan lahir dan batin itu memang susah untuk diamalkan. Tetapi hal itu menjadi mudah bila kita dapat memiliki sesuatu yang lebih penting dari keduanya yaitu rasa khusyuk dengan Allah (rasa diawasi Allah setiap masa), yakni yakin dengan pertemuan dan pengembalian diri ke hadirat Allah SWT di akhirat nanti.
Dari situ kita akan faham bahwa di antara amalan lahir dan batin, yang mesti diberatkan dan didahulukan pada diri kita ialah amalan batin. Kita berusaha dulu mendapatkan rasa khusyuk atau yakin akan kewujudan Allah serta pertemuan kembali kita dengan-Nya di satu hari nanti, barulah kita akan memiliki kekuatan untuk mengamalkan syariat dan hakikat.
Tanpa rasa khusyuk itu, kita tidak akan dapat mengalahkan hawa nafsu dan syaitan yang senantiasa bersungguh-sungguh mengajak kita mendurhakai Allah.
Itulah panduan kita untuk memperjuangkan Islam dalam diri kita. Yang mesti didahulukan ialah berusaha supaya hati kita berubah, dari hati yang tidak kenal Allah kepada hati yang khusyuk dan cinta kepada Allah. Dari hati yang lalai kepada hati yang senantiasa mengingat Allah.
Bila hati sudah cinta pada Allah, kita akan merasa ringan dalam menerima dan mengamalkan syariat Allah lahir dan batin
BUKTI-BUKTI SUSAHNYA MENGAMALKAN AMALAN BATIN
MENGAMALKAN syariat lahir adalah hal yang sulit. Buktinya lihat saja umat Islam hari ini tidak sedikit yang tidak shalat, tidak puasa, tidak membayar zakat, tidak dapat membaca Al Quran, tidak belajar agama, tidak menutup aurat, melakukan pergaulan bebas, ikut sistem riba, berzina, minum minuman keras, menipu, mengadu domba, fitnah-memfitnah dan macam-macam perbuatan yang semuanya sangat bertentangan dengan syariat.
Umat Islam hari ini, yang bangga dengan keIslaman mereka adalah umat Islam yang gagal menegakkan syiar Islam dalam kehidupan rumah tangga dan masyarakat mereka. Bukannya mereka tidak tahu apa itu syariat Islam yang diperintahkan pada mereka, tetapi mereka tidak mampu melaksanakannya. Mereka lemah untuk melawan tuntutan hawa nafsu dan syaitan yang kuat menarik kepada jalan-jalan kejahatan dan kerusakan.
Begitulah susahnya untuk mengamalkan syariat Islam dan itu menjadi masalah besar yang dihadapi oleh mayoritas umat Islam hari ini.
Namun, mengamalkan syariat batin jauh lebih susah daripada syariat lahir. Sebab amalan batin merupakan ilmu rasa (zauk) dan bukan ilmu kata, bukan sebutan dan teori tetapi merupakan rasa hati. Bukan saja orang yang lemah syariatnya tidak dapat melaksanakan syariat batin bahkan orang yang syariat lahirnya sudah kuat dan bagus masih belum dapat merasakan dan menghayatinya.
Buktinya dapat kita rasakan sendiri. Meskipun sedikit banyak kita sudah melakukan syariat lahir seperti shalat fardhu, shalat sunat, puasa, zakat, haji, berjuang dan berjihad, belajar ilmu-ilmu agama bahkan mengajar orang lain menutup aurat, berdakwah dan lain-lain, tetapi kita masih lalai dari mengingat Allah dan tidak cinta pada-Nya, tidak ada rasa takut dengan kehebatan Allah serta hina diri dengan Allah. Tidak sabar berhadapan dengan ujian, tidak merasakan kuasa itu di tangan Allah, tidak merasa diri berdosa. Masih suka mengumpat, hasad dengki, cinta dunia, tidak ada rasa belas kasihan, tidak berlapang dada bila berhadapan dengan manusia yang beraneka ragam, sombong, pemarah, pendendam, jahat sangka, serakah, keras kepala, keluh kesah, putus asa, tidak redha dengan takdir, tidak bimbang dengan hari hisab, tidak takut Neraka, tidak rasa rindu dengan Syurga yang penuh kenikmatan.
Kita menganggap kehebatan kita yang membuat diri kita mencapai kejayaan. Kita tidak merasakan bahwa kapan saja Allah bisa datangkan bencana dan mematikan kita. Karena merasa hebat maka kita membuat hutang, gila pangkat, membuat macam-macam rencana, tidak merasa kelemahan diri, tidak senang dengan kata nista orang, tidak senang dengan kelebihan orang yang menandingi kita, rasa menderita dengan kemiskinan, masih benci dengan orang yang tidak beramal (bukan rasa kasihan), masih merasa lebih bila berhadapan dengan orang yang tidak beramal, masih rasa terhina untuk menerima kebenaran dari orang lain, masih berat untuk mengakui kesalahan walaupun sadar kita sudah bersalah.
Jiwa merasa menderita bila dicaci, merasa tenang dan senang hati bila disanjung, merasa bangga bila mendapat nikmat, merasa mau hidup lebih lama lagi dan merasa menderita bila miskin dan papa. Merasa bangga dengan kelebihan diri, merasa terhina dengan kekurangan, tidak pernah puas (cukup) dengan apa yang ada, tidak merasa berdosa (bersalah), tidak merasa dunia kecil dan hina, tidak merasa akhirat besar, tidak menderita bila berbuat dosa atau kesalahan tetapi menderita bila harta dan jabatannya hilang.
Mereka yang bagus dan kuat syariat lahirnya pun masih belum dapat melaksanakan amalan batin (syariat batin) secara istiqamah dan sungguh-sungguh, apalagi yang amalan lahirnya diabaikan sama sekali. Lebih susah bagi mereka mendapatkan amalan batin.
Kalau diumpamakan syariat itu pohon, maka amalan batin adalah buahnya. Orang yang sudah memiliki pohon pun belum tentu memperoleh buahnya (dan kalaupun dapat buah belum tentu enak rasa buahnya), apalagi orang yang tidak menanam pohon sama sekali.
Begitulah perbandingannya orang yang tidak bersyariat. Susah sekali baginya untuk merasakan hakikat. Kalau secara lahir dia tidak dapat tunduk pada Allah, tentu batinnya lebih susah untuk diserahkan pada Allah.
Di antara tanda susahnya mendapat hakikat (amalan batin) ialah:
Ketika kita shalat, secara lahir kita berdiri, rukuk dan sujud dengan mulut memuji dan berdoa pada Allah, tetapi kemanakah hati kita (ingatan dan fikiran)? Apakah juga menghadap Allah, khusyuk dan tawadhuk serta rasa rendah dan hina diri dengan penuh pengabdian dan harapan serta malu dan takut kepada Allah SWT? Ataukah hati terbang menerawang ke mana-mana, tidak menghiraukan Allah Yang Maha Perkasa yang sedang disembah?
Begitu juga ketika sedang membaca Al Quran, bertahlil, zikir dan wirid, berselawat dan bertakbir, bertasbih dan bertahmid. Adakah ruh kita turut menghayatinya? Atau waktu itu ruh sedang merasakan satu perasaan yang tidak ada sangkut pautnya dengan amalan lahir yang sedang dilakukan?
Pernahkah kita merasa indah bila sendirian di tempat sunyi karena mengingat Allah dan menumpukan perhatian sepenuhnya pada-Nya, merasa rendah dan hina diri, menyesali dosa dan kelalaian, mengingati-Nya sambil berniat dengan sungguh-sungguh untuk memperbanyak amal bakti pada-Nya?
Kalau ada orang Islam yang sakit menderita atau miskin, adakah hati kita merasa belas kasihan untuk membantu atau menolong mendoakan dari jauh agar dia selamat?
Pernahkah pula kita menghitung dosa-dosa lahir dan batin sambil menangis karena istighfar kita terlalu sedikit dibandingkan dengan dosa kita yang menyebabkan kita nanti jadi bahan bakar api neraka?
Selalukah hati kita senantiasa ingat pada mati yang bisa saja mendatangi kita sebentar lagi, karena memang Tuhan dapat berbuat begitu. Kalau pun kita belum dimatikan, artinya Tuhan menginginkan kita mencoba lagi untuk mencari jalan mendekatkan diri pada-Nya?
Pernahkah kita menghitung berapa banyak harta kita, uang kita, rumah kita, kendaraan kita, perabotan kita, pakaian kita, sepatu kita, makanan kita dan simpanan kita yang lebih dari keperluan kita walaupun diperoleh dengan cara yang halal? Semua itu akan diperkirakan, dihisab dan ditanya, dicerca dan dihina oleh Allah di padang mahsyar nanti karena kita membesarkan dunia dan mengecilkan akhirat.
Pernahkah kita renungkan orang-orang yang pernah kita perlakukan secara kasar, kita umpat, kita tipu, kita fitnah, kita hina dan kita aniaya. Baik mereka itu adalah suami kita, isteri kita, ibu bapak kita, kaum kerabat kita, sahabat kita, tetangga kita atau siapa saja. Sudahkah kita meminta maaf dan membersihkan dosa dengan manusia di dunia tanpa menunggu tibanya hari yang dahsyat (hari kiamat)?
Apabila Allah memberikan rasa sakit pada kita atau pada orang lain yang kita kasihi (apa pun jenis penyakit itu), dapatkah kita tenangkan hati dengan rasa kesabaran dan kesadaran bahwa sakit adalah kifarah (pengampunan) dosa atau sebagai peningkatan derajat dan pangkat di sisi Allah SWT?
Ketika menerima takdir atau rezeki yang tidak sesuai dengan kehendak kita, dapatkah kita merasa redha, karena itulah satu pemberian Allah yang sesuai untuk kita.
Di saat sesuatu yang kita inginkan dan cita-citakan tidak kita peroleh, dapatkah kita tenangkan perasaan kita dengan rasa insaf akan kelemahan dan kekurangan diri sebagai hamba Allah yang hina dina, yang menggantungkan hidup mati dan rezeki sepenuhnya pada Allah?
Di waktu mendapat nikmat, terasakah di hati bahwa itu adalah sebagai pemberian Allah lalu timbul rasa terima kasih (syukur) pada Allah dan rasa takut kalau-kalau nikmat itu tidak dapat digunakan karena Allah dan berniat sungguh-sungguh untuk menggunakan nikmat itu hanya untuk Allah?
Kalau kita miskin dapatkah kita merasa bahagia dengan kemiskinan itu dan merasa lega karena tidak perlu lagi mengurus nikmat Allah? Adakah kita merasa bahwa kemiskinan itu menyebabkan kita tidak perlu lagi mengadu dan meminta pada manusia kecuali pada Allah?
Kalau ada orang mencerca kita bisakah hati kita merasa senang dan tenang lalu kita bersikap diam tanpa sakit, susah hati dan dendam. Bahkan kita memaafkan orang itu sambil mendoakan kebaikan untuknya sebab kita merasa bahwa ia telah memberi pahala pada kita melalui cercaannya itu?
Imam As Syafie berpuisi:
"Apabila seorang yang jahat mencerca aku, bertambah tinggilah kehormatanku. Tidak ada yang lebih hina kecuali kalau aku yang mencercanya."
15. Begitu juga kalau orang menipu, menganiaya dan mencuri harta kita, mampukah kita relakan saja atas dasar kita ingin mendapat pahala karena menanggung kerugian itu?
16. Di waktu kita merasa bersalah dengan seseorang, apakah datang rasa takut akan kemurkaan Allah pada kita dan sanggupkah kita minta maaf sambil mengakui kesalahan kita?
17. Setelah kita melakukan usaha dan ikhtiar dengan kerja-kerja kita, apakah kita dapat melupakan usaha kita itu dan menyerahkannya kepada Allah? Ataukah kita merasa besar dan terikat dengan usaha itu hingga kita merasa senang dan tenang dengan usaha itu?
18. Kalau orang lain mendapat kesenangan dan kejayaan dapatkah kita merasa gembira, turut bersyukur dan mengharapkan kekalnya nikmat itu bersamanya tanpa hasad dengki dan sakit hati?
19. Setiap kali orang bersalah, lahirkah rasa kasihan kita padanya, di samping ingin membetulkannya tanpa menghina dan mengumpatnya?
20. Kalau ada orang memuji kita, adakah kita merasa susah hati sebab pujian itu dapat merusakkan amalan kita? Dapatkah kita bendung hati dari rasa bangga dan sombong, kemudian mengembalikan pujian pada Allah yang patut menerima pujian dan yang mengaruniakan kemuliaan itu?
21. Bisakah kita menunjukkan rasa kasih sayang dan ramah tamah dengan semua orang sekalipun kepada orang bawahan kita?
22. Selamatkah kita dari jahat (buruk) sangka dan prasangka pada orang lain?
23. Kalau kita diturunkan dari jabatan atau kekayaan kita hilang, selamatkah kita dari rasa kecewa dan putus asa karena merasakan pemberian jabatan dan penurunannya adalah ketentuan Allah? Sebab itu kita merasa redha.
24. Sanggupkah kita bertenggang rasa dengan orang lain di waktu orang itu juga memerlukan apa yang kita perlukan?
25. Apakah kita senantiasa puas dan cukup dengan apa yang ada tanpa mengharapkan apa yang tidak ada?
Susah untuk memberi jawaban pada semua persoalan-persoalan yang telah diajukan di atas karena memang susah untuk melakukan amalan-amalan batin, teramat sulit dan rumit. Itulah sebabnya banyak orang yang tidak melihat dan tidak memperdulikannya.
Namun, bagi mereka yang betul-betul mau mendekatkan diri pada Allah, di situlah titik tumpuan perhatian dan minatnya. Dia akan berusaha tanpa jemu untuk melakukan amalan-amalan batin dan menyuburkannya sepanjang masa dengan cara melawan hawa nafsu (mujahadatunnafsi). Dia akan mendidik hatinya itu supaya biasa dan suka dengan amalan batin. Bahkan dia sanggup berkorban (mujahadah) untuk itu.
Para ulama berkata:
Perjuangan itu 10 bagian. Satu bagian ialah perjuangan menentang musuh-musuh lahir (orang kafir, munafik, Yahudi dan Nasrani), di waktu-waktu yang tertentu saja (bukan sepanjang masa). Manakala sebagian lagi ialah perjuangan menentang musuh batin (nafsu dan syaitan) yang tiada hentinya yakni sepanjang masa."
Melaksanakan amalan batin memang susah dibandingkan dengan amalan lahir. Tetapi amalan batin itu lebih penting kedudukannya dari amalan yang lain.
Sabda Rasulullah SAW :
Terjemahannya : Bahwasanya Allah tidak memandang akan rupa dan harta kamu, tetapi Dia memandang hati dan amalan kamu. (Riwayat Muslim)
Dan Allah berfirman :
Terjemahannya : Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah apa yang ada pada kaum itu, hinggalah mereka mengubah apa yang ada dalam diri mereka (hati mereka).(Ar Raad: 11)
Kalau hati kita jahat, Allah tidak akan membantu kita dalam berbagai hal. Kalau hati kita rusak Allah sama sekali tidak akan memandang kita. Begitulah keutamaan amalan batin. Tiap umat Islam wajib melakukannya. Kalau kita lalai artinya sepanjang hidup kita berada dalam dosa. Dosa batin yang tidak kita sadari.
Marilah kita bersihkan dosa lahir dan dosa batin kita. Mari kita bermujahadah untuk itu. Moga-moga Allah SWT merestui kita :
Terjemahannya : Dan mereka yang bermujahadah dalam jalan Kami, Nisaya Kami tunjukan jalan-jalan Kami itu. Sesungguhnya Allah berserta dengan orang yang berbuat baik. (Al Ankabut: 69).
CARA-CARA MENDAPATKAN AMALAN BATIN
SETELAH kita mengetahui erti dan maksud amalan batin (hakikat) maka marilah kita mempelajari cara-cara mendapatkan hakikat. Mudah-mudahan dengan mengetahui hal tersebut kita dapat beramal dan bersungguh-sungguh untuk mendapatkannya.
Untuk mendapatkan hakikat kita mesti melatih ruh kita supaya taat pada Allah. Jasad batin (ruh) kita waktu masih berada di alam ruh, yakni sebelum dimasukkan ke dalam sangkarnya (jasad lahir) memang sudah mengenal Allah, seperti dalam firman-Nya :
Terjemahannya : (Allah bertanya pada ruh) "Bukankah Aku Tuhanmu?". Ruh menjawab: Ya, kami akui Engkaulah Tuhan kami. (Al ‘Araaf : 172)
Sebelum masuk ke badan kita ruh sudah mengenal Allah, bahkan sudah menyaksikan ketuhanan Allah dan sudah mengaku kehambaan pada Allah. Tetapi ketika dilahirkan ke dunia, ruh dikurung dalam jasad lahir bersama-sama musuhnya nafsu dan syaitan. Tentang nafsu, Allah SWT berfirman :
Terjemahannya: Sesungguhnya nafsu itu sangat mengajak kepada kejahatan.(Yusuf: 53)
Dan Nabi pula bersabda:
Terjemahannya : Sejahat-jahat musuhmu ialah nafsumu yang terletak di antara dua lambungmu. (Riwayat Al Baihaqi)
Sedangkan tentang syaitan, Allah berfirman :
Terjemahannya : Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia. (Yusuf : 5)
Berhadapan dengan dua musuh batin itu, ruh menjadi lemah (rusak atau hilang rasa kehambaan). Walaupun dia sudah mengenal Allah SWT, tahu wujud dan Maha Perkasanya Allah, tetapi ruh tidak bisa mentaati perintah Allah. Bujukan serta tarikan syaitan dan hawa nafsu lebih kuat dan berpengaruh.
Ruh sudah durhaka pada Tuhan, seakan-akan sudah tidak kenal Tuhan. Ruh terbelenggu dalam jasad, dikungkung oleh nafsu dan syaitan itu. Ruh sudah tidak takut dan tidak malu lagi pada Tuhan. Ruh tidak rindu dan tidak cinta lagi pada Tuhan, tidak merasa hina dan rendah diri serta bersifat ketuanan. Ruh sudah sombong, keras, hasad dengki, tamak, pendendam, bakhil, gila dunia, kuat makan, tukang tidur dan lain-lain, menyerupai kehendak nafsu yang terkutuk itu. Ruh sudah dikuasai oleh jasad lahir yang beku (bersifat seperti tanah karena dicipta dari tanah).
Laksana burung, ruh terkurung dalam sangkar. Karena sangkar itu kuat maka burung terpaksa terkurung di dalam sangkar yang sempit dan menyiksa. Sebaliknya kalau burung lebih kuat dari sangkar, burung akan dapat memecahkan sangkar dan dapat terbang bebas ke seluruh alam. Demikianlah kalau ruh kita lebih kuat dari nafsu dan syaitan, ruh dapat menundukkan nafsu dan syaitan. Saat itu bukan jasad lagi yang menguasai ruh tetapi ruh yang menguasai jasad lahir. Ruh akan bebas melakukan kehendaknya mentaati perintah Allah SWT. Ruh akan terbang bebas kemana-mana dan dapat merasakan perkara-perkara gaib.
Itulah yang terjadi pada ruh para Nabi, Rasul dan wali-wali Allah. Ruh tidak lagi dibelenggu dalam jasad lahir oleh nafsu dan syaitan tetapi sudah bebas, sudah dapat menundukkan nafsu dan syaitan di bawah kehendaknya. Sudah melihat alam rohani, alam malakut dan alam jin. Jasad lahir tidak berarti apa-apa lagi karena sudah dikuasai oleh ruh untuk menyembah Allah sepanjang masa.
Lain halnya dengan jasad lahir, ruh bukan dibuat dari tanah tetapi dari nur (cahaya) yang serupa dengan malaikat dan jin. Sebab itu ruh yang sudah bebas dari kungkungan nafsu dan syaitan akan bergerak bebas seperti cahaya, tembus di setiap ruang dan bidang. Pandangan ruh adalah pandangan tembus yang dapat membaca hati dan batin manusia. Karena itu bersabda Rasulullah SAW :Terjemahannya : Takutilah Firasat (pandang tembus) orang Mukmin karena ia memandang dengan cahaya Allah. (Riwayat At Tarmizi)
Itulah rahasia diri kita yang mesti kita sadari. Bila kita sadar hakikat kejadian kita itu, barulah akan terjadi apa yang disabdakan oleh Rasulullah SAW :
Terjemahannya : Barangsiapa yang kenal dirinya, maka dia pasti kenal Tuhannya.
Untuk meningkatkan diri mencapai derajat yang mulia itu, kita mesti berusaha bersungguh-sungguh, berjuang dan berkorban. Siapa saja dapat berhasil kalau memenuhi syarat dan cara yang telah ditetapkan yaitu dengan mendidik ruh kita kembali untuk mengenal dan mencintai Allah SWT. Caranya adalah mujahadah (berperang) dengan nafsu dan syaitan.Allah berfirman :
Terjemahannya : Wahai orang-orang yang beriman, sabarlah kamu (dalam menegakkan agama Allah) dansabarlah kamu dalam perjuangan menghadapi musuh (hawa nafsu) dan tetap teguhlah kamu (dalam barisan perjuangan) dan bertakwalah kamu kepada Allah moga-moga kamu mendapat kemenangan.(Ali Imran : 200)
Nafsu yang mesti diperangi di antaranya adalah sifat mementingkan diri sendiri, tamak, gila dunia, kedudukan dan kehormatan diri. Itu semua adalah penghalang yang cukup kuat untuk kita mendapatkan hakikat (amalan batin), juga sebagai hijab yang menghalang kita untuk mendapat sifat kerohanian sebab kita merasakan diri sebagai tuan.
Supaya kita bertambah yakin, maka ada satu kisah pengalaman seorang wali bernama Yazid Bustami: Satu hari seorang temannya datang pada Yazid Bustami untuk mengadu, "Saya telah berpuasa setiap hari dan melakukan shalat setiap malam selama 30 tahun tetapi tidak juga memperoleh keringanan batin seperti yang engkau ceritakan."
Yazid Bustami pun memotong kata-kata temannya,"Kalaupun engkau melakukan shalat dan berpuasa selama 300 tahun, engkau pasti tidak dapat menemukannya."
"Kenapa?" Tanya temannya.
Jawab Yazid, "Sifatmu yang mementingkan diri sendiri dan serakah menjadi penghalang dan hijab antara engkau dengan Allah."
Teman itu lantas bertanya, "Katakanlah padaku apakah obatnya?"
"Ada obatnya," kata Yazid, "Tetapi engkau tidak akan sanggup melakukannya."
Setelah dipaksa oleh temannya Yazid pun berkata:
"Pergilah ke tukang pangkas rambut yang terdekat dan guntinglah janggutmu. Bukalah bajumu kecuali ikat pinggang yang melingkari pinggangmu. Ambillah karung yang biasa diisi makanan kuda, isilah buah kenari dan gantungkanlah karung itu di lehermu. Kemudian pergilah ke pasar sambil menangis, teriakkanlah seperti ini, "setiap anak-anak yang memukul batang leherku akan mendapat sebiji kenari." Selanjutnya pergilah ke pengadilan, hakim dan ahli hukum, katakanlah kepada mereka,"Selamatkanlah jiwaku."
Teman itu berkata, "Sungguh aku tidak sanggup berbuat begitu. Berilah cara pengobatan yang lain."
Yazid berkata, "Yang aku ceritakan tadi adalah cara pengobatan pendahuluan yang sangat perlu dilakukan untuk mengobati penyakitmu. Tapi sebagaimana yang aku katakan tadi, engkau tidak dapat disembuhkan lagi."
Yazid Bustami seorang wali Alah yang mukasyafah dapat membaca hati (rahasia batin) temannya yang berjuang untuk nama, pangkat dan sanjungan manusia. Sebab itu Beliau perintahkan sahabat itu bermujahadah dengan nafsunya itu dengan cara menghina diri di pasar dan mengaku jahat di hadapan hakim. Perintah itu memang berat, tetapi bagi Yazid tidak ada jalan lain lagi. Itulah cara majahadatunnafsi yang mesti dilakukan.
Begitulah pentingnya mujahadatunnafsi untuk siapa saja yang ingin meningkatkan kerohaniannya. Selagi nafsu tidak dapat dikalahkan, selama itulah ruh tidak akan suci dan bersih. Kalau ruh tidak bersih, Allah tidak akan memasukkan taufik dan hidayah ke dalam hati. Sebab benda yang berharga akan Allah letakkan di tempat yang mulia.
Ruh seperti wadah. Kalau kotor, maka taufik dan hidayah tidak akan masuk. Kalau tidak ada taufik dan hidayah, ruh akan terhijab dan kita tidak akan dapat meningkatkan kerohanian (amalan batin) ke taraf kerohanian yang tinggi. Dan tanpa kerohanian, hati (ruh) tidak akan selamat dari penyakit-penyakit mazmumah. Firman Allah :
Terjemahannya : Hari Qiamat ialah hari dimana anak dan harta tidak dapat memberi manfaat kecuali mereka yang menghadap Allah membawa hati yang selamat sejahtera.(Asy-Syu’ara: 88-89)
Amalan lahir seperti shalat, puasa, walaupun dilakukan sepanjang hari dan shalat tahajjud setiap malam (seperti cerita di atas), berjihad, berkorban, belajar, menutup aurat dan lain-lain, tidak dapat menjamin bahwa hati sudah selamat. Yang menjamin selamatnya hati ialah mujahadatunnafsi. Itulah amalan batin yang wajib kita lakukan.
Suatu hari di dalam kuliahnya, seorang ulama sufi, Bisyulhafi bercerita kepada muridnya bahwa, mempunyai isteri yang banyak itu tidak menolak zuhud. Salah seorang muridnya yang mengetahui bahwa gurunya tidak pernah menikah, lalu bertanya,
"Tuan, kalau begitu kenapa tuan tidak menikah? Bukankah menyalahi sunnah?"
Bisyulhafi pun menjawab, "Aku tidak sempat melakukan sunnah itu karena sibuk. Sibuk melakukan perkara yang lebih fardhu, yang belum mencapai tujuan yaitu mujahadatunnafsi."
Begitulah pandangan ahli sufi tentang pentingnya mujahadatunnafsi. Mereka tidak pernah berhenti memperhatikan perjalanan nafsu dan syaitan, sehingga nafsu dan syaitan itu selalu dapat diperangi dan dikalahkan untuk menghambakan diri pada Allah SWT.
Kalau kita ingin berjumpa Allah dengan selamat, jalan itulah yang mesti ditempuh. Tanpa menempuh jalan itu, kita akan dapat juga berjumpa dengan Allah (karena kita semua akan mati) tetapi dalam keadan susah-payah dan hina-dina, wal ‘iyazubillah!
Jalan keselamatan itu adalah melakukan mujahadatunnafsi. Kita mesti bermujahadah atas semua mazmumah yang setiap saat selalu menyerang kita. Mazmumah atau penyakit hati yang dihidupkan oleh nafsu itu adalah semua sifat batin yang bertentangan dengan amalan batin.
Penyakit hati saya bagi menjadi dua yaitu:
1. Penyakit hati terhadap Allah.
2. Penyakit hati terhadap manusia.
Penyakit hati terhadap Allah, diantaranya:
1. Tidak khusyuk beribadah
2. Lalai dari mengingat Allah
3. Tidak yakin dengan Allah
4. Tidak ikhlas dengan Allah
5. Tidak takut pada ancaman Allah
6. Tidak harap pada rahmat Allah
7. Tidak redha akan takdir Allah
8. Tidak puas dengan pemberian Allah
9. Tidak sabar atas ujian Allah
10. Tidak syukur atas nikmat Allah
11. Tidak terasa di awasi Allah
12. Tidak terasa kehebatan Allah
13. Tidak rindu dan cinta dengan Allah
14. Tidak tawakal kepada Allah
15. Tidak rindu pada syurga dan tidak takut pada neraka
16. Cinta dunia, membuang waktu dengan sia-sia.
17. Penakut (takut pada selain Allah)
18. Ujub
19. Riya'
20. Gila pujian dan kemasyhuran.
Sedangkan penyakit hati (mazmumah) terhadap manusia diantaranya:
1. Benci membenci.
2. Rasa gembira kalau dia mendapat celaka dan rasa sedih kalau dia berjaya
3. Mendoakan kejatuhannya
4. Tidak mau meminta maaf dan tidak memaafkan kesalahannya.
5. Hasad dengki
6. Dendam
7. Bakhil
8. Buruk sangka.
9. Tidak bertenggang rasa.
10. Tidak bertoleransi.
11. Tidak tolong-menolong.
12. Serakah
13. Keras hati
14. Mementingkan diri sendiri.
15. Sombong.
16. Tidak sabar dengan karenah manusia.
17. Memandang hina kepada seseorang
18. Riya'
19. Ujub
20. Merasa diri bersih.
Terhadap semua penyakit itu kita wajib melakukan mujahadatunnafsi. Firman Allah :
Terjemahannya : Wahai orang-orang beriman, sabarlah kamu (dalam menegakkan agama Allah) dan sabarlah kamu dalam perjuangan menghadapi musuh (hawa nafsu) dan tetap teguhlah kamu (dalam barisan perjuangan) dan bertakwalah kamu kepada Allah moga-moga kamu mendapat kemenangan. (Ali Imran: 200)
Untuk mujahadah melawan penyakit hati (mazmumah) dengan Allah, langkah-langkahnya ialah : memperbanyak ibadah-ibadah hamblumminallah seperti shalat sunat (dengan faham, khusyuk dan istiqamah), zikrullah, wirid dan tahlil, membaca Al Quran, berdoa, tafakur dan sebagainya yang akan diuraikan sebagai berikut :
1. SHOLAT
Hal penting yang perlu diambil perhatian saat menunaikan sholat adalah khusyuk. Itu didasarkan pada apa yang diingatkan oleh Rasulullah SAW kepada Abu Zar:
"Ya Abu Zar, dua rakaat sholat yang dilakukan dengan khusyuk itu lebih baik dari sholat sepanjang malam tetapi dengan hati yang lalai."
sholat yang khusyuk dapat diartikan sebagai sholat yang sempurna lahir dan batin. Ketika jasad menghadap Allah, hati juga tunduk menyembah Allah. Ketika mulut menyebut Allahu Akbar, hati juga mengaku Allah Maha Besar. Ketika jasad sujud menghina diri, hati juga bersujud menghina diri. Dan ketika mulut memuji mengagungkan Allah dan berdoa pada Allah, hati juga memuja, merintih dan tenggelam dalam penyerahan pada Allah.
Telah bertanya Jibril pada Nabi SAW :
Terjemahannya : Kabarkan padaku apa itu Ihsan? Dijawab oleh Rasulullah, Engkau menyembah Allah seolah-olah engkau melihat-Nya. Jika tidak melihat-Nya, maka yakinlah bahwa Dia senantiasa melihat engkau.
Kalaulah sholat itu dapat dihayati, sebagaimana yang dianjurkan di atas, pengaruhnya akan cukup besar pada diri dan jiwa manusia. Iman akan bertambah seiring dengan bertambahnya rasa tawakal, syukur, redha, sabar dan lain-lain sifat mahmudah.
Cukuplah sedikit rakaat shalatnya asalkan khusyuk daripada banyak rakaat shalat tetapi lalai. Sebab perkara yang menjadi tujuan ibadah ialah membuahkan iman dan akhlak.
Walaupun banyak rakaatnya tetapi dikerjakan dengan hati yang lalai, maka bukan saja iman dan akhlak tidak bertambah, bahkan ibadah akan menjadi sia-sia. Mungkin Allah akan memberikan pahala juga, tetapi apakah kita akan bangga kalau perdagangan yang kita buat hanya mengembalikan modal, tidak mendapat untung sama sekali? sholat yang lalai tidak akan menambah iman dan menguatkan jiwa sebaliknya hanya akan membuat badan menjadi letih.
Di Padang Mahsyar nanti, Allah akan memanggil manusia yang sholat untuk diperiksa sholatnya. Waktu itu sholat akan dikategorikan pada lima tingkat :
1. Sholat orang jahil.
Sholat orang jahil ialah shalat yang dilakukan oleh orang yang tidak memiliki ilmu tentang shalat. Dia tidak tahu tentang rukun dan sunat dalam shalat serta shalat tanpa peraturan yang telah ditetapkan syariat. Karena itu sejak awal shalatnya tidak diterima bahkan ia berdosa karena tidak belajar tentang ilmu shalat.
2. Sholat orang lalai.
Sholat orang lalai ialah shalat yang walaupun sempurna lahirnya tetapi hatinya sama sekali tidak ikut dalam shalat. Bermacam-macam hal yang diingat sewaktu berdiri, rukuk, sujud dan duduk dalam sholat itu. Dari awal hingga akhir sholatnya, sedikit pun tidak ingat Allah. sholat seperti itu akan dianggap sebagai dosa bukannya mendapat pahala. Allah berfirman :
Terjemahannya : Neraka Wail bagi orang yang sholat. Yang mereka itu lalai dalam sholatnya.(Al Maa’un : 45)
3. Sholat orang yang setengah lalai setengah khusyuk.
Shalat yang ketiga ialah sholat yang di dalamnya terjadi tarik-menarik dengan syaitan. Artinya orang itu selalu merasakan bila syaitan mulai membuat dirinya lalai dari mengingat Allah. Cepat-cepat dikembalikan ingatannya pada Allah. Begitulah seterusnya terjadi hingga akhir shalat. Ada waktu lalai dan ada waktu khusyuk. sholat seperti itu tidak berdosa dan tidak juga berpahala, tetapi dimaafkan oleh Allah.
4. sholat orang khusyuk.
Sholat orang khusyuk ialah sholat orang yang terus mengingat Allah di sepanjang sholatnya serta memahami apa yang dibacanya dalam shalat. Orang itu dapat merasakan bahwa dia sedang menghadap Allah. Perhatiannya hanya kepada Allah. Bagi orang tersebut, sholatnya berarti menunaikan janji kepada Allah, memohon ampun kepada Allah, mengharap kepada Allah, menghina diri kepada Allah dan mengagungkan Allah.
sholat seperti itulah yang akan menghapuskan dosa, memperbaharui ikrar (yang pernah diucapkan di alam ruh), menguatkan iman, mendekatkan hati kita kepada Allah, meningkatkan takwa dan mengelakkan diri dari perbuatan keji dan mungkar. Itulah keuntungan di dunia. Dan di akhirat Allah akan menganugerahkan pahala syurga yang penuh kenikmatan.
5. Sholat Nabi-Nabi dan Rasul.
Sholat yang kelima ialah tingkat tertinggi yaitu sholat para Nabi dan Rasul. Mereka itu khusyuknya luar biasa. Mereka benar-benar melihat Allah dengan mata hati. Dalam sholat, mereka seakan-akan sedang bercakap-cakap dengan Allah. Sebab itu mereka tidak pernah jemu melakukan sholat. Sebagaimana indahnya perasaaan hati orang yang dapat bertemu kekasihnya, begitulah indahnya perasaan mereka itu dalam sholat.
Salah satu perkara utama yang disukai oleh Rasulullah SAW adalah shalat. "Shalat penyejuk mataku," sabda Rasulullah. Syurga yang akan Allah anugerahkan pada mereka adalah syurga tertinggi yang tidak dapat dicapai oleh orang-orang awam seperti kita.
Jadi tugas kita sekarang ialah memperbaiki shalat kita sekaligus memperbanyaknya. Untuk itu sekali lagi kita mesti mujahadah. Hanya dengan mujahadah kita dapat meningkatkan iman dan memperbanyak amal soleh. Serta hanya dengan iman dan amal soleh saja kita akan dapat membangun dan menghias rumah kita di akhirat nanti.
2. ZIKRULLAH, WIRID DAN TAHLIL
Semua ibadah zikrullah kalau dikerjakan dengan betul akan meresap ke hati dan menghasilkan iman, ketenangan, serta kebahagiaan di hati. Firman Allah
Terjemahannya : Ketahuilah bahwa dengan mengingat Allah itu, hati akan tenang.(Ar Ra’d: 28)
Syaratnya ibadah itu mesti dilakukan dengan beradab, memahami dan menghayati maksudnya.
Misalnya kita menyebut Subhanallah, hati mesti diberitahu bahwa Allah Maha Suci dari kekurangan yang disifatkan pada-Nya. Bila menyebut Alhamdulilah, hati mesti merasakan bahwa segala puji hanya bagi Allah. Segala kebaikan, nikmat dan rahmat yang memenuhi langit dan bumi adalah kepunyaan Allah. Hati mesti merenungkan segala pemberian Allah pada kita sewaktu menyebut pujian itu supaya terasa hubungan antara kita dengan Allah. Begitu juga ketika menyebut Allahu Akbar, hati mesti sadar bahwa Allah Maha Besar, Maha Pencipta, Maha Perkasa dan Maha Mengatur seluruh langit dan bumi. Rasakan betapa kerdilnya kita di bawah kekuasaan Allah yang hebat itu.
3. MEMBACA AL QURAN
Al Quran adalah Kitabullah yang diturunkan khusus untuk kita manusia. Membacanya adalah ibadah, memahaminya adalah obat, mengikutinya adalah petunjuk dan menghayatinya menambah iman dan takwa. Maka orang yang menganggap remeh dan ringan terhadap Al Quran akan menderita kerugian besar.
Bertanya Allah dalam surah Al Waaqi’ah:
Terjemahannya : Sesungguhnya Al Quran ini adalah bacaan yang sangat mulia. Terdapat dalam kitab yang terpelihara (lauhul mahfuz). Tidak menyentuhnya kecuali orang-orang yang disucikan. Diturunkan dari Tuhan semesta alam. Maka apakah kamu menganggap remeh saja Al Quran ini? Kamu (mengganti) rezeki (Allah) dengan mendustakan Allah.(Al Waaqi’ah: 77-82)
Begitulah umat Islam pada hari ini. Mereka menyamakan kitab mulia itu dengan buku ciptaan manusia. Kadangkala, Al Quran dipermainkan dengan tujuan duniawi semata-mata. Alangkah sedihnya.
Mari kita kembali menjunjung pusaka mulia, warisan yang betul-betul ditujukan untuk kita. Mari kita agungkan dengan seagung-agungnya dan kita perjuangkan sungguh-sungguh. Tindakan seperti itulah yang sesuai dengan kemuliaan dan kehebatan yang ada pada Al Quran.
Adab-adab yang perlu dilakukan ketika kita membaca Kitab mulia ini diantaranya adalah:Berwudhu'.
Tempat duduk kita bersih dan suci seperti mesjid, surau dan lain-lain.
Menghadap kiblat.
Membaca ta’awwudz "a'udzubillahi minas syaithon nirrajiim" sebelum memulai membaca Al Quran.
Bacaan dilakukan dengan tertib yakni dengan jelas dan perlahan-lahan.
Memahami dan menghayati bacaan dengan melakukan apa yang dikehendaki oleh ayat yang dibaca. Misalnya kita membaca ayat tasbih, maka maka kita berdoa dan bertasbih.
Bila membaca ayat doa dan istighfar, maka kita berdoa dan meminta ampun.
Bila membaca ayat yang menceritakan azab Neraka, maka kita berlindung dari Neraka Allah dengan doa "a'udzubillahi min dzalika"
Bila membaca ayat yang menceritakan nikmat syurga, maka kita berdoa "allahumma arzuqna" semoga Allah juga menganugerahkannya kepada kita.
Bila membaca ayat tentang orang kafir yang mensyirikkan Allah, maka kita segera menolak dengan ucapan "Subhanallahi ‘amma yasifuun", dan begitulah seterusnya.
Ucapan-ucapan itu dapat diucapkan di mulut atau di hati tetapi yang penting adalah kesungguhan dan keikhlasan kita dalam menyebutnya (mengucapkannya) .
Bacaan dibuat dengan suara dan nada yang merdu serta enak didengar.
Jangan memutuskan bacaan hanya karena hendak makan atau bercakap-cakap. Berhentilah di tempat-tempat yang telah ditentukan. Sebaiknya diakhiri dengan doa.
Sesungguhnya kalau kandungan Al Quran itu selalu kita perhatikan dengan kefahaman dan keimanan, Insya Allah hati kita akan terdidik, keimanan dan ketakwaan kita akan bertambah.
4. BERDOA
Berdoa adalah ibadah. Selain itu berdoa juga merupakan sumber iman dan tempat menggantungkan diri kepada Allah. Orang-orang yang tidak mau berdoa kepada Allah sebetulnya adalah orang yang sombong dengan Allah. Bukankah terlalu banyak keperluan, keinginan dan harapan kita yang hanya mungkin tercapai dengan pertolongan Allah?
Kalau begitu, marilah kita berdoa. Kita ceritakan semua masalah pada Allah dan kita gantungkan harapan yang penuh kepada-Nya. Berdoalah di tempat-tempat dan waktu-waktu yang makbul dengan hati yang penuh khusyuk, harap, yakin serta sabar. Insya Allah doa akan menjadi sumber ketenangan dan kebahagiaan.
Sudah menjadi fitrah manusia, bila berada dalam kesusahan ia akan mengalami ketegangan fikiran dan perasaan. Satu-satunya cara mengobati penyakit itu adalah dengan mengadu, mengharap dan menyandarkan diri kepada suatu kuasa yang bisa menolongnya menyelesaikan masalah itu. Karena itu, agama Islam mengajar kita untuk berdoa. Sebab hanya Allahlah kuasa mutlak yang layak dan mampu berbuat begitu.
Faedah berdoa adalah jiwa yang lemah akan menjadi kuat, hati yang susah menjadi senang dan perasaan yang gelisah akan menjadi tenang.
5. TAFAKUR
Rasulullah SAW bersabda yang bermaksud :Terjemahannya : Berfikir satu saat itu lebih baik daripada ibadah setahun.
Anjuran untuk berfikir itu bertujuan untuk menyadarkan manusia tentang sifat wujud Allah dan Maha Kuasanya Allah. Perkara-perkara yang sebaiknya difikirkan adalah tentang keberadaan diri kita di hadapan Allah. Allah memulai penciptaan kita hanya dari setitik air mani. Harga setitik air mani lebih rendah daripada harga sebiji padi, kalau saja Allah tidak menanamnya di dalam rahim perempuan.
Juga tidak akan berharga kalau Allah tidak memelihara dan menghidupkannya dengan memberi segala keperluan untuk tinggal di dalam rahim. Belum juga berharga sekiranya Allah tidak memudahkan baginya keluar ke atas bumi. Bahkan belum juga berharga kalau Allah tidak membesarkan serta memberi akal fikiran.
Dengan akal yang Allah karuniakan, manusia dapat menjadi raja, menteri, anggota kabinet, tentara, ahli fikir, profesor, dokter, Insinyur, dosen, guru dan lain-lain yang pandai, kuat, kaya dan hidup secara bebas. Dengan akal fikiran, manusia telah dapat meratakan gunung, membelah angkasa, menyelami lautan dan memperkosa bumi sekehendaknya. Tetapi tidak selamanya begitu. Kita tidak akan bisa selamanya berbuat sekehendaknya atau memperoleh apa yang kita inginkan.
Kita akan mengalami kematian. Bagaimana kita dapat menghalangi datangnya kematian itu? Tidak mungkin. Seperti halnya kita tidak mungkin mendatangkan diri kita ke dunia ini. Firman Allah dalam Al Quran :
Terjemahannya : Allah, Dialah yang menciptakan kamu dari keadaan lemah kemudian Dia menjadikan kamu sesudah lemah itu menjadi kuat, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah kuat itu lemah (kembali) dan beruban. Dia menetapkan apa yang dikehendaki-Nya. Dan Dialah yang Maha Mengetahui lagi Maha Perkasa.(Ar Rum : 54)
Sesudah mati, Allah berjanji untuk menghidupkan dan membangkitkan kita kembali di hari Qiamat. Apakah alasan kita untuk tidak percaya pada janji Allah itu? Siapakah diri kita yang berani menolak kedatangannya?
Firman Allah SWT :
Terjemahannya : Tidaklah susah menciptakan dan membangkitkan kamu (dari dalam kubur) melainkan hanya seperti (mencipta dan membangkitkan) satu jiwa saja. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat. (Luqman : 28)
Mari kita fikirkan juga nikmat-nikmat Allah yang kita terima sekarang ini. Mata, telinga, kaki, tangan dan semua anggota tubuh kita sangat penting untuk keperluan hidup. Allah karuniakan kepada kita tanpa meminta bayaran satu rupiah pun dari kita. Padahal harga sepasang kaki palsu sudah berjuta-juta begitu juga dengan gigi palsu. Apalagi mata, telinga, hati, lidah dan akal yang Allah karuniakan, tentu tidak akan ternilai harganya.
Dengan apa kita akan membalas pemberian yang begitu besar? Renungkanlah apakah kita sudah berterimakasih kepada Allah? Sudahkah kita laksanakan suruhan-Nya? Sudahkah kita berhenti melakukan hal-hal yang dilarang-Nya? Sudah cukupkah amal bakti kita sebagai hamba untuk membalas kemurahan dan kasih sayang Allah yang telah memelihara kita?
Pernah diceritakan bahwa telah meninggal seorang abid (ahli ibadah). Lalu Allah memanggilnya untuk diberitahu bahwa dia akan dimasukkan ke syurga karena kemurahan dan rahmat Allah kepadanya. Mendengar hal itu, si abid merasa tidak puas karena ia masuk ke syurga melalui belas kasihan dari Allah sedangkan di dunia dia begitu kuat beribadah. Si abid lalu memohon dimasukkan ke syurga yang setimpal dengan amal ibadahnya yang banyak itu.
Allah SWT memerintahkan malaikat menghitung dan menilai ibadah si abid tersebut. Setelah selesai, Allah mengumumkan bahwa ibadah-ibadah yang telah dibuat oleh si abid itu tidak cukup hanya untuk membayar harga sebelah matanya apalagi untuk mendapatkan syurga? Si abid pun tersipu-sipu lalu memohon agar diberi peluang untuk masuk ke syurga.
Demikianlah satu contoh yang menunjukkan bahwa nilai amal bakti kita masih belum sebanding dengan pemberian Allah pada kita. Meskipun setiap detik dari umur kita, kita gunakan untuk menghambakan diri kepada Allah, itu pun belum memadai untuk menandingi nikmat dari Allah. Apalagi kalau kita sombong, ingkar dan durhaka kepada Allah tentu sangat sebanding bila Allah lemparkan kita ke dalam api neraka dan tersiksa untuk selama-lamanya.
Lihat juga kejadian padi yang kita masak menjadi nasi. Dapatkah batang padi itu tumbuh dengan sendirinya kalau Allah tidak menurunkan hujan dan kalau Allah tidak menggemburkan tanah supaya biji yang di dalam tanah itu dapat menembus naik untuk mendapatkan cahaya matahari? Dapatkah manusia membuat air? Dapatkah manusia melubangi tanah dengan sehalus-halusnya hingga akar batang itu dapat menjalar mencari makanan dan minumannya? Manusia menanam, tetapi siapa yang menumbuhkannya?
Sesudah berfikir dan membuat kesimpulan, sudah selayaknya hati kita terbuka, nampak kewujudan, kemurahan dan kekuasaan Allah SWT. Seharusnya hati akan menyadarkan akal tentang perlunya menyembah Allah. Hati selanjutnya akan memerintahkan kaki, tangan dan seluruh anggota lahir menunaikan perintah Allah dan berhenti dari mengerjakan larangan-Nya. Kalau tidak terjadi seperti itu, maka selayaknya kita menangis, karena hati yang buta lebih parah dari akal yang buta.
Kemudian hadapkan muka kita ke langit. Lihatlah matahari yang terbit dan terbenam, memberi panas, membuat perbedaan waktu dan pergantian musim. Bulan yang kecil dan besar, membuat malam kadang-kadang gelap dan kadang-kadang terang, membuat air laut pasang dan surut. Lihatlah bintang-bintang yang berkerlipan menghiasi langit hingga berseri-seri.
Lihatlah semua itu dan ingatlah Allah. Tanamkan dalam hati betapa besar kuasa-Nya dan pemurah-Nya. Dengan begitu mudah-mudahan hati kita menjadi lembut dan tunduk untuk menyembah dan mengabdikan diri kepada Allah.
Bersabda Rasulullah SAW maksudnya:"Siapa yang memandang ke langit, melihat bulan dan bintang kemudian terasa betapa kuasanya Allah, maka Allah akan mengampunkan dosanya sebanyak jumlah bintang-bintang itu."
Seseorang yang melihat alam kemudian berfikir tentang Allah, lalu terasa kehebatan Allah hingga hatinya lembut dan tunduk menyembah Allah dengan sadar dan khusyuk, itulah manusia yang sempurna.
Dia menyadari bahwa dirinya adalah makhluk ciptaan Allah. Segala sesuatu yang dimilikinya merupakan pemberian Allah. Karena itu ia ingin menyerahkan kembali segala pemberian Allah itu untuk beribadah kepada Allah. Hasilnya dia akan berbahagia di dunia dan akhirat.
Di dalam Al Quran Allah berulang kali menyuruh manusia untuk berfikir serta menggunakan akal yang telah diberikan untuk menyaksikan wujud dan perkasanya Allah.
Firman-Nya:
Terjemahannya : Tidakkah kamu memperhatikan sesungguhnya Allah telah menundukkan (untuk kepentinganmu) apa yang di langit dan di bumi dan menyempurnakan untukmu nikmat-Nya lahir dan batin. Dan sebagian manusia masih ada yang membantah tentang keesaan Allah tanpa ilmupengetahuan atau petunjuk dan kitab yang memberi penerangan.(Luqman: 20)
Terjemahannya : Dan di antara kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya dan dijadikannya di antara kamu kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu sebagai bahan renungan, bagi kaum yang berfikir.(Ar-Rum : 21)
Terjemahannya : Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan kamu dari tanah kemudian tiba-tiba kamu (menjadi) manusia yang berkembang biak (menguasai bumi).(Ar Rum : 20)
Terjemahannya : Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah penciptaan langit dan bumi dan begitu juga berlain-lainan bahasa dan warna kulitmu. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang mengetahui.(Ar-Rum : 22)
Terjemahannya : Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah tidurmu di waktu malam dan siang hari dan usahamu mencari sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang mendengarkan.(Ar-Rum : 23)
Terjemahannya : Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya Dia memperlihatkan kepadamu kilat untuk (menimbulkan) ketakutan dan harapan dan Dia menurunkan air dari langit lalu menghidupkan bumi dengan air itu sesudah matinya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang mempergunakan akalnya.(Ar-Rum : 24)
Terjemahannya : Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah terbinanya langit dan bumi dengan perintah-Nya. Kemudian apabila Dia memanggilmu dengan sekali panggilan dari bumi, ketika itu (juga) kamu keluar (dari kubur). (Ar-Rum : 25)
Satu hal lagi yang perlu difikirkan adalah tentang dosa kita kepada Allah dan sesama manusia. Berapa banyak dosa kita kepada Allah dan sesama manusia? Selamatkah kita dari siksaan dan kemurkaan Allah di dunia dan di Akhirat? Mampukah kita berhadapan dengan Munkar dan Nakir di dalam kubur nanti? Sanggupkah kita menghadapi panasnya api Neraka? Renungkan dan fikirkanlah selalu. Insya Allah renungan itu akan melembutkan hati.
Setelah itu tanamkan keyakinan yang mendalam bahwa kematian itu benar, masuk ke liang kubur itu benar, pertanyaan Munkar dan Nakir itu pun akan kita hadapi. Melintasi Siratal Mustaqim itu benar, pembalasan siksa Neraka dan nikmat Syurga adalah kebenaran yang akan terjadi. Semua itu pasti terjadi tanpa keraguan lagi.
Sekiranya peringatan itu diulang-ulang setiap hari pada hati kita, maka insya-Allah iman yang kuat akan masuk ke dalam hati kita, sehingga tidak mudah digoyangkan walaupun dengan angin topan yang kuat dan dahsyat.
Usaha lain yang sebaiknya dilakukan untuk mendapatkan iman adalah berpuasa sunat, berjuang, berjihad, bersedekah, menziarahi orang sakit atau jenazah dan lain-lain. Kalau amalan-amalan itu dilakukan sesuai dengan adab dan tujuan yang dianjurkan syariat, semuanya akan menambah iman.
Perlu diingatkan pula bahwa setiap dosa baik kecil maupun besar akan meruntuhkan dan membinasakan iman.
Rasulullah SAW bersabda:
Terjemahannya : Bukanlah seorang yang berzina ketika berzina seorang mukmin.(Riwayat Al Bukhari dan Muslim)
Artinya bila seseorang itu sedang berzina maka imannya akan hilang dan rusak. Jadi bagi mereka yangsangat ingin memelihara dan meningkatkan imannya, janganlah melakukan dosa kecil ataupun besar. Kalau tidak sengaja membuat dosa, maka cepat-cepat istighfar, menyesal dan taubat.
Iman juga bisa turun setelah naik atau bisa naik setelah turun. Itulah sifat iman kita yaitu iman ilmu. Sebab itu supaya tidak mengalami penurunan, iman mesti selalu dipupuk dengan cara-cara yang telah diuraikan di atas. Siapa yang rajin, maka ia akan selamat. Sebaliknya siapa yang lalai akan menerima akibatnya.
Saya tegaskan bahwa ibadah-ibadah di atas mesti dilakukan dengan khusyuk dan tawadhuk. Kalau tidak, ibadah itu tidak akan berarti apa-apa. Perbandingannya seperti orang yang lapar kemudian mengambil nasi hanya untuk dipermainkan bukan untuk disuapkan ke mulut. Apakah laparnya akan hilang?
Begitulah ibadah, kalau tidak dihayati, maka jiwa tidak akan memperoleh apa-apa. Lebih baik tidak shalat sunat kalau dilakukan dengan tergopoh-gopoh. Selain tidak beradab dengan Allah, shalat itu tidak akan berkesan pada hati kita.
Dengan ibadah-ibadah yang khusyuk kita akan membiasakan hati untuk:
Membesarkan Allah,
Mengenal Allah,
Menghina diri dan malu dengan Allah,
Takut ancaman Allah dan harap pada nikmat Allah,
Terasa diawasi Allah,
Terasa gentar dengan kehebatan Allah di samping rasa cinta kepada-Nya,
Bila perasaan-perasaan seperti itu sudah tertanam di dalam hati, dengan sendirinya hati kita akan melakukan amal soleh, diantaranya :Bila kita menerima nasib buruk, kita akan redha sebab kita yakin Allah yang telah mentakdirkannya. Selain itu Allah cukup adil dan pengasih kepada makhluk-Nya. Setiap takdir-Nya akan membawa kebaikan, bukan untuk menganiaya dan menyiksa kita. Lagi pula bila dibandingkan nasib buruk itu hanya sedikit sedangkan nikmat-nikmat lain tidak terhitung banyaknya.
Bila datang ujian, kita akan sabar. Allah menguji kita atas dua maksud:
a. Untuk menghapuskan dosa
Sebagai manusia kita akan selalu berdosa baik disadari atau tidak. Jadi sudah selayaknya kita diuji untuk mengingatkan kita agar kejahatan itu jangan terulang kembali. Renungilah, bahwa balasan di dunia pun rasanya tidak mampu untuk ditanggung apalagi balasan di Neraka. Dengan begitu kita akan menerima balasan (ujian Allah itu) dengan tenang sambil mengharapkan ujian itu akan berakhir. Dengan demikian dosa kita akan terampun dan hati kita akan tenang kembali.
b. Untuk meninggikan derajat kita.
Kita akan merasa senang kalau mendapat kenaikan pangkat. Jadi kalau ada ujian Allah yang bermaksud menguji kesabaran kita untuk mendapat kenaikan pangkat maka sudah sepatutnya kita terima dengan sabar dan senang hati.
Bila datang nikmat dari Allah baik lahir maupun batin, maka kita akan bersyukur. Kita akan merasakan bahwa kesenangan lahir dan ketenangan jiwa kita semuanya adalah pemberian Allah (kuasa Allah dan nikmat dari-Nya). Keberhasilan yang kita capai merupakan izin dan pertolongan Allah. Karena itu kita selalu merasa berterima kasih kepada Allah. Perasaan itu akan menolong kita untuk ingat serta cinta kepada Allah. Kita akan redha kepada kehendak-Nya. Selain itu kita memperbanyak ibadah-ibadah yang disukai-Nya dan mengorbankan kepentingan kita untuk beribadah kepada-Nya sebagai tanda syukur kepada-Nya.
Setiap kali selesai berusaha, berikhtiar dan beribadah kepada Allah, kita akan menyerahkan hasilnya kepada Allah. Allah mempunyai hak mutlak untuk menentukan hasilnya baik atau buruk, berjaya atau gagal. Bahkan diri kita pun berada dalam tangan-Nya. Kita serahkan diri kita kepada-Nya dengan penuh baik sangka kepada-Nya untuk diatur mengikut kehendak-Nya.
Setiap kali kita membuat dosa, kita akan takut pada Allah. Hukuman Allah di dunia dan di Akhirat pasti menimpa kepada siapa yang berdosa. Hendaklah kita bertaubat (menyesal dan berjanji tidak akan membuatnya lagi). Kemudian, kita mengharapkan pengampunan Allah karena Allah adalah Tuhan yang Maha pemaaf, Maha sopan santun dan lemah lembut.
Kita akan selalu beradab dan malu dengan Allah yakni senantiasa menunaikan kehendak-Nya dengan penuh takut, rindu, harap dan cinta kepada-Nya. Kita cukup merasa malu untuk sombong kepada-Nya, tidak menghiraukan-Nya dan menjauhi-Nya. Artinya kita senantiasa merendahkan diri terhadap Allah dan khusyuk dalam beribadah. Selain itu kita berhati-hati, bimbang dan cemas, jangan-jangan kita telah membuat kesalahan dengan Allah.
Kita juga akan selalu merenung dan menyesali diri. Apakah kita sudah mendapat keredhaan dan keampunan dari Allah. Kita yang selalu lalai, lemah serta berdosa, layakkah mendapat keredhaan dan pengampunan-Nya? Waktu untuk beribadah terlalu pendek dibandingkan dengan waktu yang kita gunakan untuk bercakap-cakap kosong, berangan-angan memikirkan bagaimana untuk meluaskan dunia kita, bermegah-megah dengan harta, anak dan pengikut serta bermacam-macam kelalaian lagi.
Layakkah kita masuk ke dalam Syurga? Belum pernah bulu roma kita tercabut karena berjuang di jalan Allah. Sedangkan ahli syurga seperti Nabi dan para sahabat pernah tercabut gigi, pecah muka, remuk tulang dan hilang nyawa karena berjuang mempertahankan agama Allah. Pengorbanan apa yang telah kita buat yang perbandingannya mampu menebus kita dari api neraka?
Jika yang kita inginkan, tidak kita peroleh, kita akan redha sebab kita sadar bukan kita yang menunaikan hajat tetapi Allah. Dialah yang memberi dan menyempitkan rezeki. Sebab itu kita tenang, redha dan sabar, sesuai dengan kehendak dari Allah. Renungilah siapa diri kita. Sepatutnya kita merasa lemah, kita merasa tidak mampu menunaikan keperluan kita sendiri tanpa bantuan Allah. Kita merasa malu pula untuk tidak redha dengan Allah.
Nyawa yang ada pada diri kita itu pun kepunyaan Allah. Kalau Allah matikan kita, tentu akan terasa berat. Semuanya terserah pada Allah. Dengan begitu kita merasa tidak keberatan bila nikmat yang diberi oleh Allah itu sedikit. Kita hanya boleh meminta bukan memaksa. Meminta itu sifat hamba sedangkan memaksa itu sifat tuan.
Kalaulah perasaan-perasaan (amalan-amalan batin) yang telah diuraikan di atas tidak ada dalam jasad batin kita, itu tandanya mujahadah kita tidak kuat dan ibadah kita belum sampai tujuannya (untuk mendidik jiwa).
Usaha kita mesti ditambah. Kalau ibadah kita cukup dan sampai pada tujuan, maka kita akan menjadi orang yang bahagia dan selamat dari sakit jiwa. Sebab hanya orang yang mempunyai tasawuf (kerohanian) yang tinggi saja yang mampu mendapatkan kebahagiaan yang hakiki. Mereka lah yang membangun dan mendapatkan syurga untuk dunia dan Akhirat mereka.
Amalan-amalan mereka lahir dan batin akan menyelamatkan mereka di dunia dan Akhirat. Hati mereka yang selamat di dunia, juga akan selamat di Akhirat. Mereka akan mendapat kemanisan iman, kelezatan beribadah karena hatinya benar-benar cinta Allah dan Rasul serta benci kepada mungkar dan maksiat. Bersabda Rasulullah SAW:
Terjemahannya : Tiga perkara ini, siapa yang memilikinya akan mendapat kemanisan iman:
1. Mencintai Allah dan Rasul lebih daripada lainnya.
2. Mencintai seseorang semata-mata karena Allah.
3. Benci kembali kepada kekufuran sebagaimana benci dilemparkan ke Neraka.
(Riwayat Ahmad, Al Bukhari dan Muslim, At Tarmizi, An Nasai dan Ibnu Majah)
Bila mendapat kemanisan iman, penderitaan menjadi kecil dan dunia tidak ada lagi dalam ruang hatinya. Hatinya asyik dengan Allah. Itulah yang terjadi pada sahabat-sahabat Rasulullah. Bilal, waktu dijemur di tengah panas serta diazab untuk dipaksa kembali kepada kekufuran, dengan tenang dia menjawab, "Ahad, Ahad." Azab tidak terasa azab lagi.
Peristiwa lain juga terjadi pada seorang sahabat. Untanya dicuri orang di waktu malam ketika sedang shalat. Dia tidak langsung menghentikan shalatnya. Dia merasa kemanisan iman dan ibadah hingga lupa bertindak terhadap pencuri itu.
Cerita lain, ada dua orang sahabat yang Rasulullah lantik untuk mengawal tentara Muslimin di satu peperangan di waktu malam. Seorang tidur sementara seorang lagi berjaga dan melakukan shalat. Tiba-tiba datang mata-mata musuh, dan terlihatlah kedua sahabat tadi. Ia menarik busur panah dan memanah sahabat yang sedang shalat.
Sahabat itu tidak memutuskan shalatnya. Dipanah lagi, sampai tiga kali barulah ia membangunkan sahabatnya dan berkata, "Kalau tidak takut, sesuatu akan menimpa umat Islam niscaya aku tidak berhenti shalat." Begitulah kemanisan iman yang dirasakannya.
Mujahadatunnafsi terhadap mazmumah kita kepada manusia seperti hasad, dengki, dendam, buruk sangka, mementingkan diri sendiri, gila pangkat, serakah, bakhil, sombong dan lain-lain juga bisa dilakukan dengan cara menentang sifat-sifat itu.
Dalam buku saya bertajuk Iman dan Persoalannya, telah dinyatakan tiga contoh bagaimana melakukan mujahadah terhadap sifat bakhil, sombong dan takut.
Di sini akan saya uraikan cara-cara mujahadah terhadap penyakit hasad, dengki, pemarah dan gila dunia.
Sebelum itu akan dijelaskan bahwa dalam berusaha melawan nafsu itu, kita hendaklah menempuh tiga tingkat :
1. Takhalli (Mengosongkan atau membuang atau membersihkan)
2. Tahalli (Mengisi atau menghiasi)
3. Tajalli (Terasa kebesaran dan kehebatan Allah)
1. Takhalli
Di tingkat takhalli kita mesti melawan dan membuang semua kehendak-kehendak nafsu yang rendah dan dilarang Allah. Selagi kita tidak mau membenci, memusuhi dan membuangnya jauh-jauh dari diri kita, maka nafsu itu akan selalu menguasai dan menghambakan kita.
Sabda Rasulullah SAW :Terjemahannya : Sejahat-jahat musuhmu ialah nafsumu yang terletak di antara dua lambungmu. (Riwayat Al Baihaqi)
Karena kejahatannya itu telah banyak manusia yang ditipu dan diperdaya untuk tunduk, bertuhankan hawa nafsu. Itu diceritakan oleh Allah dengan firman-Nya :
Terjemahannya : Apakah tidak engkau perhatikan orang-orang yang mengambil hawa nafsu menjadi Tuhan lalu dia disesatkan Allah.(Al Jaatsiah: 23)
Apabila nafsu dibiarkan menguasai hati, iman tidak memiliki tempat. Bila iman tidak ada, manusia bukan lagi menyembah Allah, Tuhan yang sebenar-benarnya tetapi menyembah hawa nafsu.
Oleh itu usaha melawan hawa nafsu jangan dianggap ringan. Itu adalah satu jihad yang sangat besar. Ingatlah sabda Rasulullah SAW pada sahabat-sahabatnya ketika pulang dari satu medan peperangan :
Terjemahannya : Kita baru kembali dari satu peperangan yang kecil untuk memasuki peperangan yang lebih besar. Sahabat bertanya, "Peperangan apakah itu?" Baginda berkata, "Peperangan melawan hawa nafsu."(Riwayat Al Baihaqi)
Melawan hawa nafsu sangat susah. Mungkin kalau nafsu itu ada di luar jasad kita dan bisa kita pegang, mudahlah kita menekan dan membunuhnya sampai mati. Tetapi nafsu kita itu ada di dalam diri kita, mengalir bersama aliran darah dan menguasai seluruh tubuh kita. Karena itu tanpa kesadaran dan kemauan yang sungguh-sungguh kita pasti dikalahkan untuk diperalat sekehendaknya.
Seseorang yang dapat mengalahkan nafsunya akan meningkat ke taraf nafsu yang lebih baik. Begitulah seterusnya hingga nafsu manusia itu benar-benar dapat ditundukkan kepada perintah Allah.
Untuk lebih jelas akan saya sebutkan tingkat-tingkat nafsu manusia sebagaimana iman itu pun bertingkat-tingkat. Saya sebutkan dari tingkat yang serendah-rendahnya yaitu nafsu amarah, nafsu lawwamah, nafsu mulhamah, nafsu mutmainnah, nafsu radhiah, nafsu mardhiah dan nafsu kamilah.
Kita yang berada pada tingkat iman ilmu, berada di taraf nafsu yang kedua yakni nafsu lawwamah. Kita mesti berjuang melawan nafsu itu hingga tunduk sepenuhnya kepada perintah Allah. Paling minimal mencapai nafsu mulhamah dan nafsu mutmainnah, yaitu nafsu yang ada pada diri seseorang beriman ayan.
Di tingkat iman itu saja kita akan dapat menyelamatkan diri dari siksaan Neraka. Itu dinyatakan sendiri oleh Allah SWT dalam firman-Nya :
Terjemahannya : Hai jiwa yang tenang (nafsu mutmainnah) kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diredhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jemaah hamba-hamba-Ku. Dan masuklah ke dalam Syurga-Ku. (Al Fajr 27-30)
Nafsu jahat dapat dikenal melalui sifat keji dan kotor yang ada pada manusia. Dalam ilmu tasawuf, nafsu jahat dan liar itu dikatakan sifat mazmumah. Di antara sifat-sifat mazmumah itu ialah sum’ah, riya', ujub, cinta dunia, gila pangkat, gila harta, banyak bicara, banyak makan dan mengumpat.
Sifat-sifat itu melekat pada hati seperti daki melekat pada badan. Kalau kita malas menggosok sifat itu akan semakin kuat dan menebal pada hati kita. Sebaliknya kalau kita rajin meneliti dan kuat menggosoknya maka hati akan bersih dan jiwa akan suci.
Bagaimana pun membuang sifat mazmumah dari hati tidaklah semudah membuang daki di badan. Hal itu memerlukan latihan jiwa yang sungguh-sungguh, didikan yang terus menerus dan petunjuk yang berkesan dari guru yang mursyid yakni guru yang dapat membaca dan menyelami hati murid-muridnya hingga ia tahu apakah kekurangan dan kelebihan murid itu. Malangnya di akhir zaman ini, kita tidak memiliki guru yang mursyid.
Nasib kita hari ini seperti nasib anak-anak ayam yang kehilangan induk. Tidak ada yang akan menunjukkan jalan kebaikan yang ingin kita tempuh. Meraba-rabalah kita dalam kegelapan.
Tetapi bagi orang yang mempunyai keinginan yang kuat untuk membersihkan jiwanya, ia tidak akan kecewa bila tidak ada orang yang bisa mendidik dan memimpinnya. Ia akan sanggup berusaha demi kesempurnaan diri dan hidupnya sendiri.
2. Tahalli
Tahalli berarti menghias, lawan kata bagi takhalli. Sesudah kita mujahadah yakni mengosongkan hati dari sifat terkeji atau mazmumah, kita mesti segera menghias hati dengan sifat-sifat terpuji atau mahmudah.
Supaya mudah difahami mari kita gambarkan hati kita sebagai sebuah mangkuk. Selama ini mangkuk itu berisi sifat-sifat mazmumah. Setelah kita mujahadah maka sifat itu keluar meninggalkan mangkuk kosong. Waktu itulah kita masukkan ke dalam mangkuk itu sifat mahmudah.
Di antara sifat-sifat mahmudah yang patut menghias hati kita ialah jujur, ikhlas, tawadhuk, amanah, taubat, bersangka baik, takut pada Allah, pemaaf, pemurah, syukur, zuhud, tenggang rasa, redha, sabar, rajin, berani, lapang dada, lemah lembut, kasih sayang sesama mukmin, selalu ingat mati dan tawakal.
Untuk menghias hati dengan sifat mahmudah kita sangat memerlukan mujahadah. Di tegaskan sekali lagi bahwa bila dalam tingkat mujahadah kita masih terasa berat dan susah, maknanya belum ada ketenangan dan kelezatan yang sebenarnya. Insya Allah kalau kita sungguh-sungguh, lama kelamaan akan menyatu dengan hati kita dan akan terasalah lezatnya.
Cara-cara mujahadah dalam tahalli sama seperti kita mujahadah untuk takhalli. Misalnya kita mau mengisi hati dengan sifat pemurah, maka kita mujahadah dengan mengeluarkan harta atau barang kita terutama yang kita sukai dan sayangi untuk diberikan kepada yang memerlukan. Awalnya tentu terasa berat dan susah tetapi janganlah menyerah. Kita mesti melawan. Tanamkan dalam hati bagaimana orang-orang muqarrobin berebut untuk mendapat pahala sedekah.
Sayidatina Aisyah r.a. di waktu tidak memiliki apa-apa untuk dimakan, beliau mencoba untuk mendapatkan hanya sebelah kurma untuk disedekahkan. Begitu besar keinginan mereka pada pahala dan rindu kepada Syurga. Mereka berlomba-lomba menyahut pertanyaan Allah SWT :
Terjemahannya : Siapakah yang mau meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik nanti Allah akan melipat gandakan (balasan) pinjaman itu untuknya dan dia akan memperoleh pahala yang banyak.(Al Hadid : 11)
Setiap kali kita merasa sayang pada harta kita setiap itu pula kita mengeluarkannya. Insya Allah lama-kelamaan kita akan memiliki sifat pemurah. Begitu juga dengan sifat-sifat yang lain seperti kasih sayang, berani, tawadhuk, pemaaf, zuhud dan semua sifat-sifat mahmudah yang lain perlu kita miliki. Untuk itu mesti bermujahadah. Jika tidak, iman akan ikut tiada sebab iman berdiri di atas sifat-sifat mahmudah.
3. Tajalli
Sebagai hasil mujahadah dalam takhalli dan tahalli kita memperoleh tajalli yaitu sejenis perasaan yang datang sendiri tanpa memerlukan usaha lagi.
Agak sukar untuk ditulis apa arti tajalli sebenarnya, sebab merupakan sejenis perasaan (zauk) yang hanya mungkin dimengerti oleh orang-orang yang merasakannya. Seperti manisnya gula, tidak dapat digambarkan dengan tepat kecuali dengan merasakan sendiri gula tersebut.
Tajalli secara ringkas ialah perasaan tentram, tenang dan bahagia. Hati seakan-akan terbuka, hidup, melihat dan merasa kehebatan Allah. Hati selalu teringat dan rindu pada Allah. Harapan dan pergantungan tidak pada selain Allah. Seluruh amal bakti adalah karena dan untuk Allah semata-mata. Apa pun masalah hidup, dihadapi dengan tenang dan bahagia. Kesusahan apa pun tidak terasa dalam hidupnya sebab semua itu dirasakan sebagai pemberian dari kekasihnya, Allah SWT.
Akhirnya bagi orang-orang yang beriman, dunia ini sudah terasa bagai Syurga. Kebahagiaan mereka adalah kebahagiaan sejati dan abadi yaitu kebahagiaan hati. Firman Allah:
Terjemahannya : Hari kiamat yaitu hari di mana harta dan anak-anak tidak berguna kecuali mereka yang datang menghadap Allah dengan hati yang selamat sejahtera.(Asy Syuara : 88-99)
Setelah kita menguraikan tentang proses pembersihan hati, marilah kita melihat cara-cara untuk mujahadah terhadap beberapa penyakit hati.
1. HASAD DENGKI
Hampir semua orang dihinggapi penyakit hasad dengki. Cuma bedanya banyak atau sedikit, bertindak atau tidak. Bahkan ulama-ulama pun terkena penyakit itu bahkan lebih berat lagi. Hasad dengki membuat jiwanya menderita, kecewa dan sakit jiwa. Hatinya merasa tidak selamat di dunia apalagi di akhirat.
Hadits telah menceritakan tentang enam golongan manusia yang akan tercampak ke dalam Neraka dengan enam sebab. Salah satu dari mereka adalah ulama karena hasadnya.
Allah SWT menjelaskan tentang orang-orang yang hasad dengki dalam surah Muhammad :
Terjemahannya : Atau apakah orang-orang yang ada penyakit dalam hatinya mengira bahwa Allah tidak akan menampakkan kedengkian mereka? Dan kalau Kami kehendaki niscaya Kami tunjukkan mereka padamu sehingga kamu benar-benar dapat mengenal mereka dengan tanda-tandanya. Dan kamu benar-benar akan mengenal mereka dari kiasan-kiasan perkataan mereka dan Allah mengetahui perbuatan kamu.(Muhammad : 29-30)
Tanda adanya hasad dengki dalam diri kita ialah apabila orang lain mendapat kejayaan, maka kita akan sakit hati dan bila orang lain mendapat bencana kita akan merasa senang. Bahaya hasad dengki adalah seperti apa yang disabdakan oleh Rasulullah SAW :Terjemahannya : Sesungguhnya hasad itu memakan amalan kebaikan seperti api memakan ranting kayu kering.
Bila kita saling hasad dengki, kita akan hina-menghina, fitnah-memfitnah, benci-membenci, dendam-mendendam, jahat sangka dan mengadu domba. Kesemuanya akan mendatangkan dosa-dosa dan menghapuskan kebaikkan lainnya.
Seseorang yang membiarkan dirinya berada dalam hasad dengki adalah penjahat dan perusak serta pemecah-belah persaudaraan antara manusia. Dia juga seorang yang paling biadab dengan Allah SWT. Sadar atau tidak, dia sebenarnya benci kepada Allah. Walau sebanyak apa pun shalatnya, puasanya, hajinya dan hebat perjuangannya tetapi di sisi Allah tetaplah dia ahli Neraka.
Pernah sahabat-sahabat bertanya Rasulullah SAW :
Terjemahannya : Sesungguhnya ada seorang wanita yang berpuasa siang harinya dan di malam harinya shalat tahajjud tetapi selalu menyakiti tetangga dengan lidahnya. Jawab baginda Rasulullah : "(Tidak ada kebaikan lagi baginya) dia adalah ahli Neraka."
Orang yang banyak bertahajjud dan berpuasa sunat pun masuk Neraka karena hasad dengki, apalagi kita yang tidak bertahajjud, puasa sunat, masih cinta dengan hasad dengki dan umpat-mengumpat.
Kalau betul kita beriman kepada Allah dan takut akan Neraka, insaflah akan kejahatan hati kita itu dan marilah kita memperbaikinya dengan melakukan mujahadatunnafsi.
Allah berfirman :Terjemahannya : Hai orang yang beriman, janganlah satu kaum menghina kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang dihina) lebih baik dari mereka (yang menghina) dan janganlah pula wanita-wanita menghina wanita-wanita lain (karena) boleh jadi wanita (yang dihina) itu lebih baik dari mereka (yang menghina) dan janganlah kamu panggil-memanggil dengan gelaran yang buruk. Seburuk-buruk panggilan ialah (panggilan) yang buruk sesudah iman (seperti hai fasik, kafir dan lain lain) dan barangsiapa yang tidak bertaubat maka mereka itulah orang-orang yang zalim. (Al Hujurat : 11)
Terjemahannya : Hai orang-orang yang beriman, jauhilah dari banyak prasangka. Sesungguhnya sebagian dari prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebagian kamu mengumpat sebagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Menerima Taubat lagi Maha Penyayang. (Al Hujurat: 12)
Begitulah bujukan Allah pada kita supaya kita tidak lagi hasad dengki, mengumpat dan buruk sangka.
Langkah-langkah yang mesti kita lakukan untuk mujahadah terhadap hasad dengki diantaranya ialah :
Setiap kali orang yang kita dengki itu memperoleh kejayaan, kita kunjungi dia untuk mengucapkan tahniah (selamat) dan bergembira bersamanya. Sebaliknya apabila orang itu mendapat bencana, kita kunjungi juga untuk mengucapkan takziah(turut berduka) dan ikut bersedih bersamanya.
Sanjung dan pujilah kebaikan dan keistimewaan orang yang kita hasad dengki itu di belakangnya dan kalau ada kesalahan dan keburukannya kita rahasiakan.
Selalu datang dan berilah hadiah kepada orang yang kita dengki itu.
Kalau ada orang mencoba menjatuhkan orang yang kita dengki itu, kita mesti membelanya. Jangan melayani orang atau syaitan yang hendak merusak mujahadah kita.
Berdoalah pada Allah SWT agar memudahkan kita mengobati penyakit dengki yang ada dalam diri kita itu.
Ingatlah selalu firman-Nya :
Terjemahannya : Dan mereka yang bermujahadah pada jalan Kami niscaya Kami tunjukkan jalan-jalan Kami itu. (Al Ankabut : 69)
Timbulnya hasad dengki kita pada seseorang adalah karena orang itu mempunyai keistimewaan dan kelebihan yang lebih daripada apa yang ada pada diri kita. Bila kita terasa orang itu telah mengalahkan kita dalam perjuangan atau perlombaan maka datanglah rasa dengki itu. Sebaliknya tidak akan terjadi begitu, kalau kita beriman dengan Allah, yakin akan keadilan-Nya mengatur pemberian kepada hamba-hamba-Nya, kita tidak akan merasa dengki lagi.
Firman Allah :Terjemahannya : Janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebagian kamu lebih banyak dari sebagian yang lain. (An Nisa’ : 32)
Allah yang melebihkan dan mengurangkan pemberian-Nya kepada seseorang. Dan Allah Maha adil atas pemberian yang lebih dan kurang itu. Dia bermaksud menguji kita. Siapa yang sadar bahwa dirinya adalah hamba, ia akan senantiasa bersyukur pada nikmat yang diperoleh, redha dengan takdir dan sabar menghadapi ujian.
Dalam hadits Qudsi Allah berfirman :
Terjemahannya : Barangsiapa tidak redha terhadap takdir yang terjadi dan tidak sabar terhadap bala (cobaan) dari-Ku, maka carilah Tuhan selain Aku. (Riwayat : At Tabrani)
Dalam Al Quran Allah berfirman :
Terjemahannya : Dialah yang menjadikan mati dan hidup supaya Dia menguji kamu siapa antara kamu yang lebih baik amalnya dan Dia maha Perkasa lagi Maha Pengampun.(Al Mulk: 2)
Itulah maksud Allah menjadikan hidup yang sementara.
Firman-Nya lagi :
Terjemahannya : Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari setetes mani yang bercampur yang Kami hendak mengujinya (dengan perintah dan larangan) karena itu Kami jadikan dia mendengar dan melihat. (Al Insan: 2)
Kalau Allah melebihkan seseorang dari kita, artinya Allah mau menguji apakah kita sabar dan redha dengan kekurangan yang Allah takdirkan. Dan kalau Allah melebihkan kita daripada seseorang, artinya Allah mau menguji kita, apakah kita bersyukur terhadap nikmat itu atau sebaliknya sombong, congkak, dan lupa diri sebagai hamba Allah.
Kalau begitu mengapa hasad dengki? Kalau kita masih hasad dengki artinya kita tidak redha dengan Allah. Kita tidak senang dengan peraturan-Nya dan tidak menerima kehendak-Nya. Sebab itu orang yang hasad dengki bukan saja bermusuhan dengan orang lain tetapi juga bermusuhan dengan Allah. Biadab dengan manusia dan biadab dengan Allah maka layaklah menjadi ahli Neraka.
2. PEMARAH
Sifat pemarah berasal dari sifat sombong (ego). Semakin besar ego seseorang itu semakin besar pemarahnya. Itu berkaitan pula dengan kedudukan seseorang.
Kalau tinggi kedudukannya, besar pangkatnya, banyak hartanya, ramai pengikutnya maka makin tinggi egonya dan pemarahnya makin menjadi-jadi. Sebaliknya seseorang yang rendah taraf kedudukannya akan kurang rasa egonya, maka kurang juga sifat pemarahnya.
Lihatlah perbedaan antara seorang ayah dengan anaknya. Jarang kita dengar bahwa anak memarahi ayah. Yang selalu terjadi adalah ayah memarahi anak. Atau antara tuan rumah dengan pembantunya. Tidak pernah pembantu marah pada tuannya tetapi tuan sering marah pada pembantunya. Atau seperti murid dengan guru. Murid tidak pernah marah pada gurunya tetapi guru sering marah pada muridnya.
Sebagai contoh yang lain, kepala kantor dengan pegawainya. Jarang pegawai marah pada 'boss'nya tetapi boss sering marah pada anak buahnya. Begitulah seterusnya. Jarang kita temui seorang ayah, guru, kepala kantor, tuan rumah dan seorang pemimpin yang tidak bersifat pemarah terhadap orang-orang di bawah mereka.
Pendeknya sifat pemarah itu ada pada setiap diri kita seperti halnya hasad dengki. Pemarah adalah sifat mazmumah yakni sifat terkeji. Pemarah bisa memecah-belahkan hati manusia. Sebab itu seorang yang pemarah adalah seorang yang biadab terhadap Allah SWT.
Kenapa mesti marah? Coba kita renungkan sebuah bait gubahan seorang mujahid:
Takdir Allah sudah putus dan keputusan Allah sudah terjadi. Istirahatkan hati dari kata-kata 'barangkali' dan 'kalau'.
Setiap kesalahan dan kelemahan manusia pada kita adalah ujian Allah untuk kita. Allah mau melihat siapa yang mampu menahan rasa malunya kepada Allah sambil mengucapkan, "Innalillahi wa inna ilaihi raji’uun." Mari kita lihat bagaimana tindakan seorang mukmin sejati terhadap takdir-takdir buruk yang menimpa hidupnya :
Ahnaf bin Qais adalah seorang yang lemah lembut. Beliau ditanya orang, dengan siapakah beliau belajar berlemah lembut itu?
Ahnaf menjawab : Dengan Qais bin Asim, yaitu pada suatu hari ketika Qais bin Asim sedang beristirahat masuklah jariahnya (hamba) membawakan Qais panggang besi berisi daging panggang yang masih panas. Belum sempat diletakkan di depan Qais tanpa sengaja besi pemanggang itu jatuh menimpa anak kecil Qais. Anak itu menjerit-jerit kesakitan dan kepanasan hingga meninggal dunia. Qais dengan tenang melihat kejadian yang menyayat hati itu dan berkata kepada hamba yang pucat mukanya, "Aku bukan saja tidak marah kepada kamu, tetapi mulai hari ini aku memerdekakan kamu."
"Begitulah sopan santun dan lemah lembutnya Qais bin Asim," kata Ahnaf bin Qais mengakhirkan ceritanya.
Bukannya Qais tidak sayang pada anaknya tetapi hatinya senantiasa melihat pengaturan Allah dan senantiasa merasakan setiap kejadian adalah takdir dari Allah. Ia senantiasa sabar dengan Allah, redha dengan Allah serta merasa kehambaan pada Allah. Rasa malu, hina dan takut dengan kekuasaan Allah membuat Qais tenang menghadapi kematian anak yang disebabkan kelalaian hambanya.
Hati Qais memandang kejadian itu sebagai ujian Allah ke atas dirinya. Barangkali untuk penghapusan dosa atau untuk mengangkat derajatnya di sisi Allah SWT. Karena itu hatinya tenang. Dia (Qais) redha dengan ujian itu malah dengan ujian itu ia merasakan mendapat peluang untuk mendekatkan lagi hatinya pada Allah SWT. Sebab itu dia tidak nampak lagi kesalahan hambanya.
Bukan saja dia tidak marah bahkan merasa kasihan pada jariah yang ketakutan itu, memaksa Qais untuk membebaskan hambanya. Dia hanya nampak ketentuan Allah yang wajib diterima tanpa tanya jawab (komentar) dan tanpa 'kalau' lagi. Demikianlah rasa kehambaan yang menghias hati dan ruh Qais, seorang yang cukup berakhlak terhadap Allah SWT dan terhadap manusia (hambanya).
Demikianlah rasa marah itu lahir dari perasaan 'ketuanan' yang ada dalam hati kita. Kita merasa kita yang lebih besar, lebih mulia, lebih hebat dari orang lain. Tanpa perasaan-perasaan itu tidak mungkin kita menjadi pemarah. Kita akan berlemah lembut, memaafkan kesalahan orang dan bertenggang rasa dengan sesama manusia.
Sesama manusia mempunyai asal yang sama. Kita datang ke dunia melalui jalan yang gelap, lubang kencing yang hina tanpa sedikitpun harta, dalam keadaan busuk, amis, bodoh, dungu, tuli, bisu, buta, lemah dan hina sekali.
Firman Allah :
Terjemahannya : Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati. Moga-moga kamu bersyukur. (AnNahl : 78)
Kemudian Allah juga mencantikkan kita dan memberi sedikit kelebihan. Kepandaian dan keistimewaan itu Allah pinjamkan sebentar saja. Tujuannya supaya kita dapat beribadah dan berbakti menurut kehendak-Nya (bersyukur). Bukan supaya kita merasa lebih mulia, lebih hebat, hingga datang perasaan-perasaan sombong, riya', bengis dan pemarah kepada orang lain yang agak kurang dari kita.
Sebaiknya bila kita merasa mempunyai kelebihan, kita menjadi takut pada Allah. Takut kalau nikmat itu digunakan secara salah sehingga durhaka kepada Allah Taala dan berdosa pada manusia. Takut kalau nikmat itu menjadikan hati kita merasa 'tuan' sehingga timbul sifat ego yang besar, yang akan melahirkan bermacam-macam mazmumah yang sangat dibenci oleh Allah. Firman-Nya :
Terjemahannya : Dalam hati mereka terdapat penyakit kemudian Allah tambahkan penyakit mereka. (Al Baqarah : 10)
Kita mesti mengobati penyakit hati kita. Artinya kita mesti membuang rasa 'ketuanan' kita yaitu dengan melakukan mujahadatunnafsi.
Mula-mula kita mesti rasa malu kepada Allah. Perbandingannya adalah kalau ada orang penting di rumah kita, sanggupkah kita memarahi isteri kita di depan orang itu? Tentu tidak. Terlebih lagi terhadap Allah, karena Allah senantiasa melihat bahkan senantiasa bersama kita. Kalau kita yakin akan hal itu tentu kita tidak akan menjadi pemarah sebab kita tahu Allah tidak suka kita menjadi pemarah. Rasa malu dan takut kepada Allah akan membuat kita senantiasa berlemah-lembut dan memaafkan kesalahan orang kepada kita.
Bila datang rasa hendak marah, maka katakan pada diri kita, "Ya Allah, aku tahu pemarah itu adalah hina di sisiMu. Tolonglah pelihara diriku dari kejahatan nafsu dan selamatkan aku dari api Neraka."
Sesudah itu kita diam. Jangan marah tetapi banyakkan zikir dan ingat kebesaran Allah. Allah Tuhan yang Maha Besar itu pun bersifat sangat pemaaf. Kalau begitu layakkah kita menjadi pemarah? Bukankah kita hamba yang hina dina?
Kita harus insaf bahwa setiap manusia termasuk diri kita sendiri, memiliki kelemahan dan kekurangan. Kalau hari ini orang bersalah pada kita, maka tidak mustahil bahwa satu saat nanti kita akan bersalah dengan orang lain. Kalau kita bersalah kita tidak suka orang lain memarahi kita. Begitulah juga kalau orang lain yang bersalah dengan kita, dia tentu tidak suka kalau dimarahi. Karena itu tegurlah dengan lemah lembut dan kasih sayang.
Firman Allah :
Terjemahannya : Maka katakanlah (hai Musa dan Harun) kepadanya (Firaun) dengan kata-kata yang lemah lembut mudah-mudahan ia ingat dan takut (Thaha : 44)
Sebegitu jahat dan kufurnya Firaun terhadap Allah, namun Allah masih perintahkan kepada Nabi-Nya supaya berlemah lembut. Sebab hanya dengan lemah lembut, hati manusia menjadi lembut, insaf dan takut.
Sebaliknya kalau kita kasar bukan saja orang yang lain tidak menerima teguran kita bahkan dia akan benci dengan kekerasan kita. Di sisi Allah kekerasan kita akan tercatat. Dan di sisi Allah kita akan tercatat sebagai orang yang tidak berakhlak dan tidak berhikmah, padahal Allah memerintahkan kita supaya berhikmah :
Terjemahannya : Serulah (semua manusia) kepada Tuhanmu dengan hikmah (bijaksana) dan pengajaran yang baik dan berhujjahlah dengan mereka secara yang paling baik.(An Nahl : 125)
3. GILA DUNIA
Gila dunia adalah penyakit hati atau satu mazmumah yang menghalangi kita untuk mendekatkan hati dengan Allah (yakni menghalang untuk mencapai derajat kerohanian yang tinggi).
Seorang pencinta dunia adalah seorang yang hatinya dipenuhi keinginan untuk meluaskan serta memperbanyak ketinggian dan kekayaan di dunia sehingga fikirannya senantiasa bekerja untuk tujuan itu dan secara lahir ia bekerja keras untuk itu.
(Dunia ialah segala sesuatu yang tidak ada manfaatnya untuk Akhirat. Sebaliknya perkara apa saja yang bisa digunakan untuk akhirat maka tidak lagi disebut dunia).
Lawan dari penyakit gila dunia adalah sifat zuhud yaitu hati yang tidak memiliki keinginan kepada sesuatu yang tidak bermanfaat untuk akhirat.
Firman Allah :
Terjemahannya : Itulah negara Akhirat (syurga) yang Aku jadikan (syurga itu) untuk orang-orang yang tidak menginginkan ketinggian dan kerusakan di muka bumi ini.(Al Qashash : 83)
Hati yang tidak memiliki keinginan untuk menjadi 'tuan' dan tidak pula ingin untuk melakukan kejahatan (kerusakan) di dunia, itulah hati yang selamat dan itulah hati penghuni syurga.
Firman Allah :Hari Qiamat (hari manusia meninggalkan dunia) adalah hari di mana harta dan anak-anak tiada memberi manfaat kecuali mereka yang datang menghadap Allah membawa hati yang selamat. (Asy Syuara’ : 88-89)
Mungkin kita bertanya, "Bagaimana saya bisa membuang keinginan kepada dunia yang indah?" Sebab kita hidup di kelilingi oleh tarikan dunia yang amat menarik dan hati kita pun sangat cinta padanya?
Pertama, ketahuilah bahwa di dunia ini ada yang diharamkan dan wajib kita jauhi. Selain itu ada yang dihalalkan dan tidak berdosa kalau diambil asalkan tidak berlebih-lebihan atau lebih dari keperluan.
Rasulullah SAW pernah menyatakan benci kepada dunia, karena dua perkara.
Sabda baginda :Terjemahannya : Halalnya akan dihisab dan haramnya disiksa (dalam Neraka).
Satu hari ketika baginda berjalan bersama sahabat-sahabat, terlihat oleh Rasulullah seekor bangkai kambing. Baginda bertanya kepada sahabat, "Mengapa bangkai itu dibuang oleh tuannya?"
Sahabat menjawab, "Karena ia tidak berguna lagi maka ia dibuang dan tidak dihiraukan oleh tuannya."
Maka bersabda Rasulullah SAW :"Demi Allah yang menguasai diriku, maka dunia itu lebih rendah pada pandangan Allah daripada bangkai kambing pada pandangan tuannya."
Seterusnya baginda bersabda:
"Dunia itu terkutuk dan terkutuk pula apa-apa yang ada di dalamnya kecuali yang digunakan untuk mencari keredhaan Allah."
Karena itu ketahuilah bahwa mengambil dunia lebih dari keperluan atau bukan untuk mencari keredhaan Allah adalah tidak sunnah hukumnya. Dunia akan menjadi hijab antara kita dengan Allah yakni akan membutakan hati dan memisahkan kita dari Allah.
Bagi orang yang menyadari hakikat itu tentu mereka tidak cinta lagi kepada dunia. Dunia yang nampaknya indah itu ternyata buruk sifatnya. Ibarat bunga kembang sepatu, rupa dan warnanya sungguh menarik hati tetapi tidak ada baunya. Atau ibarat perempuan cantik yang jahat tingkah lakunya tentu tidak ada gunanya.
Sebagai orang awam yang tidak kenal sifat dunia ini, tentu kecantikan dunia akan menawan hati kita. Tetapi bagi bijak pandai, yaitu orang-orang arif seperti Nabi dan Rasul, para muqarrobin dan solihin, mereka sangat kenal pada dunia ini, terutama tentang keburukan dan kehinaannya. Sebab itu mereka zuhud terhadapnya. Mereka mengambil sebagian dari dunia, yaitu yang tidak boleh tidak mesti diambil.
Selebihnya adalah seperti najis pada mereka, sebab itu mereka membuangnya.
Tugas kita sekarang adalah mujahadah dengan nafsu gila dunia itu. Kita lawan keinginan rendah itu hingga ia tewas. Barulah keinginan kita kepada Allah dan hari Akhirat akan timbul dan menyala dalam dada kita.
Langkah-langkah yang perlu diambil antaranya :
Harta, uang, pakaian, makanan, kendaraan, tempat tempat tinggal dan lain-ain kekayaan kita yang halal, yang kita letakkan di bank selama ini hendaklah kita gunakan untuk mencari keredhaan Allah.
Kedudukan kita, jabatan, pangkat, nama yang masyhur, pengaruh dan ketinggian apa saja yang memungkinkan kita merasa 'tuan' di dunia ini hendaklah digunakan untuk mencari keredhaan Allah, baik untuk menegakkan hukum Allah, menggiatkan dakwah Islamiah, berlaku adil dan ikhlas dalam mengatur kegiatan dakwah serta membuka peluang-peluang untuk Islam dan umatnya.
Hentikan dari usaha-usaha mencari kekayaan dan ketinggian dunia hanya karena keindahan duniawi tetapi arahkan usaha itu kepada agama Allah untuk negara Akhirat yang kekal abadi.
Bagikan isi dunia yang datang pada kita untuk hamba-hamba Allah yang lebih memerlukannya.
Kosongkan hati kita dari keinginan kepada kekayaan dan ketinggian duniawi.
Mohonlah selalu hidayah dan taufik dari Allah agar kita menjadi seorang yang zahid yang berilmu, menolak dunia karena Allah sebagaimana telah yang disunnahkan oleh junjungan mulia Muhammad SAW.
Sabda baginda :
Dua rakaat shalat seorang alim yang hatinya zuhud lebih baik dan lebih disukai Allah dari ibadah orang-orang abid yang dilakukan selama umur dunia karena ibadah tanpa ilmu tiada bernilai.
Firman Allah SWT :
Terjemahannya : Dijadikan indah pada (pandangan) manusia berbagai keinginan kepada wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allah lah tempat kembali yang baik (Syurga). Katakanlah, maukah aku kabarkan kepadamu apa yang lebih baik dari yang demikian itu. Untuk orang-orang yang bertakwa terhadap Tuhan mereka ialah Syurga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. Mereka kekal di dalamnya. Dan (ada pula) isteri-isteri yang disucikan serta mendapat keredhaan Allah dan Allah Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya. Mereka itu selalu berdoa, "Ya Tuhan kami sesungguhnya kami telah beriman mapunilah segala dosa kami dan peliharalah kami dari siksa Neraka."(Ali Imran : 14-16)
Bersabda Rasulullah SAW maksudnya :
Sesungguhnya Allah suka memberi keduniaan dengan sebab amalan Akhirat tetapi kalau amalnya khusus untuk dunia maka tidak akan diberi Akhirat
SEBAB-SEBAB HATI TERHIJAB
JASAD batin atau ruh yang selalu kita artikan sebagai hati, mempunyai kemampuan memandang dan mengenal sesuatu, merasakan kesenangan dan kesusahan, mengetahui yang lahir maupun yang batin khususnya mengetahui keberadaan Allah SWT.
Itulah kelebihan manusia daripada makhluk lain yaitu mempunyai hati yang dapat mengenal Allah dengan sebenar-benarnya sehingga menjadi hamba Allah yang benar-benar takut pada Allah. Sebagaimana difirmankan oleh Allah : Terjemahannya : Apabila disebut nama Allah, gemetarlah hati-hati mereka.(Al Anfaal : 2)
Hati yang terang-benderang seperti itu dimiliki oleh para ‘ariffin, muqarrobin dan solehin. Hati mereka dapat melihat dan betul-betul mengenal sifat-sifat keagungan Allah. Karena itu mereka benar-benar dapat menghambakan diri kepada Allah SWT. Sebaliknya ada juga manusia yang hatinya gelap (buta) tidak dapat melihat dan mengenal Allah. Hal itu juga difirmankan oleh Allah SWT : Terjemahannya : Adakah orang yang mengetahui bahwasanya apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu itu benar sama seperti orang yang buta (mengetahui)? Hanyalah orang-orang yang berakal saja yang dapat mengambil pelajaran.(Ar Ra’d : 19)
Firman Allah lagi :Terjemahannya : Mereka itulah orang-orang yang hatinya, pendengarannya dan penglihatannya telah dikunci oleh Allah dan mereka itulah orang-orang yang lalai.(An Nahl : 108)
Dari Umar Al Khattab, Rasulullah SAW bersabda yang bermaksud :"Cap penutup hati tergantung di kaki arasy. Bila seseorang melanggar larangan Allah (menghalalkan yang diharamkan oleh Allah) maka Allah akan menutup hati mereka dengan cap penutup hati tersebut."
Bila hati sudah buta, atau sudah dikunci mati oleh Allah SWT, maka hati tidak dapat lagi mengenal Allah. Begitulah hati orang-orang kafir dan munafik yang menyebabkan mereka menolak kebenaran.
Namun bukan hanya hati orang kafir dan munafik saja yang sudah buta, kita sebagai umat Islam pun masih banyak yang hatinya buta. Buktinya adalah kita masih sering membuat dosa (kecil atau besar). Orang yang masih membuat dosa adalah orang yang tidak takut pada Allah. Orang yang tidak takut pada Allah adalah orang yang tidak kenal siapa Allah. Jika tidak kenal Allah menandakan bahwa hati telah buta.
Sabda Rasulullah SAW : Terjemahannya : Sesungguhnya seorang mukmin apabila ia melakukan dosa maka terjadilah satu bintik hitam di hatinya. Jika dia bertaubat dan berusaha membuangnya (bintik hitam tersebut) maka akan selamatlah hatinya. Kalau dosanya bertambah maka hatinya akan semakin terkunci.
Sabda baginda lagi yang maksudnya :Orang yang membuat satu dosa hilanglah sebagian akalnya untuk tidak kembali lagi selama-lamanya.
Kalau mata kita buta, maka kita tidak dapat melihat, tidak dapat mengenal bahkan tidak dapat berjalan lagi. Begitulah kalau hati kita buta, kita tidak dapat mengenal Allah dan tidak dapat menempuh jalan syariat lagi. Kita tidak takut, tidak redha, tidak tawakal, tidak yakin, tidak berharap kepada Allah, tidak cinta, tidak yakin dengan janji-Nya yaitu Syurga, Neraka, Hari Hisab, siksa kubur, dan lain-lain lagi. Bila perasaan tersebut sudah tidak ada di hati kita maka datanglah penyakit hati.
Firman Allah :Terjemahannya : Dalam hati mereka ada penyakit lalu ditambah Allah penyakitnya dan bagi mereka siksa yang pedih disebabkan mereka berdusta. (Al Baqarah : 10)
Mereka akan tersiksa di dunia dan di Akhirat. Di dunia mereka akan merasa kecewa, putus asa, berkeluh kesah, dan tidak tenang. Di akhirat tentulah lebih tersiksa lagi.
Penyakit hati yang Allah maksudkan itu diantaranya ialah iri dengki, dendam, buruk sangka, serakah, cinta dunia, bakhil, pemarah, penakut, riya', ujub dan sombong.
Langkah pertama yang wajib ditempuh untuk mengobati penyakit hati kita ialah dengan mengobati hati yang buta itu. Bila hati sudah tidak buta maka penyakit-penyakit hati lainnya akan hilang dengan sendirinya.
Kalau mata kita sakit atau buta, maka kita akan pergi ke dokter mata. Mungkin mata kita akan dibersihkan, dibedah dan sebagainya. Begitupun kalau hati kita yang buta, maka kita mesti memberi pengobatan yang sesuai.
Untuk itu mari kita lihat dulu apakah yang menyebabkan hati terhijab? Di antaranya adalah:
a. Memakan makanan haram dan makanan syubhat, baik sadar atau tidak.
Bersabda Rasulullah SAW yang maksudnya:
"Hati itu dibina dengan apa yang dimakan."
Hati kita adalah segumpal darah yang mengandung sel-sel darah merah dan zat-zat besi. Sel dan zat-zat itu berasal dari makanan yang kita makan. Kalau makanan kita bersih (halal mengikut syariat Islam) maka sel dan zat itu juga bersih sehingga hati kita juga akan bersih. Sebaliknya kalau makanan yang kita makan itu kotor (haram dan syubhat) baik benda itu haram atau uang yang digunakan untuk membelinya haram, maka sel dan zat-zat besi, atau zat-zat yang membina hati kita itu kotor, busuk dan gelap.
Hati seperti wadah yang terbuka. Hati yang kotor tidak akan menerima taufik dari Allah sebab Allah tidak akan memberi taufik dan hidayah kepada hati yang kotor. Sama halnya kita tidak akan memasukkan makanan ke dalam piring yang kotor. Apalagi taufik dan hidayah dari Allah itu sangat tinggi harganya.
Bila hati tidak bisa melihat kebenaran maka tidak akan terasa kebesaran, kehebatan, kasih sayang dan didikan dari Allah, tidak terasa anugerah, penjagaan, pengawasan dan pembelaan Allah. Kalau hati tidak mendapat hidayah dan taufik lagi maka kita akan menjadi orang yang sesat dan selalu terlibat melakukan maksiat dan mungkar.
Bersabda Rasulullah SAW :
Terjemahannya : Dalam diri anak Adam itu ada segumpal daging. Bila baik daging itu baiklah seluruh anggota dan seluruh jasad. Bila jahat dan busuk daging itu jahatlah seluruh jasad. Ketahuilah, itulah hati.(Riwayat Al Bukhari & Muslim)
Firman Allah : Terjemahannya : Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezekikan kepadamu dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman dengan-Nya. (Al Maidah : 88)
Perintah memakan makanan yang halal adalah wajib. Kalau kita makan makanan yang haram dalam keadaan sadar bahwa benda yang kita makan itu haram maka kita akan berdosa dan hati kita akan gelap. Tetapi kalau makanan yang haram dan syubhat itu kita makan, tanpa diketahui bahwa benda itu haram dan syubhat maka kita tidak berdosa tetapi hati kita yang dibina dari makanan itu tetap akan gelap.
Atas dasar itulah Sayidina Abu Bakar As Siddiq mengorek kembali makanan yang telah ditelannya hingga muntah-muntah, setelah dia mengetahui bahwa makanan itu sumbernya adalah syubhat. Amirul Mukminin itu merasa cukup takut bila makanan itu akan membutakan hatinya. Setelah mengorek makanan itu, dengan rasa bimbang bila saja ada sisa-sisa makanan tersebut yang masih ada dalam perutnya, maka beliau pun berdoa, "Ya Allah, jangan Engkau bertindak kepadaku akan apa yang telah jadi darah dagingku"
Begitulah Sayidina Abu Bakar menjaga hatinya. Sebab itu hatinya menjadi terang-benderang. Jadi, tidak mengherankan kalau keyakinan beliau cukup kuat dengan Allah.
Rasulullah SAW pun memuji beliau dengan sabda baginda : Terjemahannya : Kalau dibandingkan iman Abu Bakar dengan iman seluruh manusia kecuali Nabi dan Rasul niscaya imannya masih lebih baik.
Hal yang serupa terjadi pada Imam Nawawi. Semasa hidupnya ia tidak makan buah-buahan di Damsyik karena merasa buah-buahan itu syubhat. Beliau sangat menjaga hatinya.
Hati yang terang-benderang akan mempunyai basirah (pandangan batin) yang tajam yang dapat menembus alam gaib dan alam kerohanian. Bila alam gaib yang hebat itu bisa terlihat oleh kita maka alam yang lahir itu sudah tidak berarti apa-apa.
Perbandingannya seperti ini : Misalnya suatu hari kita diundang menjadi tetamu raja. Maka masuklah kita ke istana. Di sana kita akan diberi dengan pelayanan yang istimewa, dengan pakaian dan makanan, peralatan dan perhiasan yang tidak pernah kita jumpai. Kita merasa sangat gembira dan kita merasa tidak mau kembali lagi ke rumah kita, sebab rumah kita sudah tidak berharga apa-apa lagi dibandingkan dengan kehidupan yang indah di istana.
Begitulah keadaan mereka yang bisa melihat kehebatan alam gaib. Alam yang lahir menjadi tidak berharga lagi. Karena itulah Sayidina Abu Bakar r.a bisa mengorbankan semua harta bendanya kepada jihad fisabilillah hingga tidak ada apa-apa lagi yang ditinggalkan untuk anak isterinya. Beliau mau menebus kehidupan di alam gaib yang maha hebat dengan menggadaikan seluruh harta benda dunia yang murah itu. Begitu juga sahabat-sahabat yang lain dan mujahid-mujahid Islam, mereka telah mengorbankan dunia yang sedikit itu untuk membeli kehidupan akhirat yang agung di alam baqa’ nanti.
Firman Allah : Terjemahannya : Sesungguhnya Allah SWT telah membeli dari orang mukmin, diri dan harta mereka dengan (harga) Syurga untuk mereka. (At Taubah : 111)
Mari kita mengobati hati kita dengan menghindar dari makanan yang haram. Langkah-langkah yang perlu diambil untuk mengelak dari makanan yang haram diantaranya ialah :
Jangan memakan makanan yang zatnya jelas haram seperti arak atau makanan yang dicampur arak atau daging yang tidak disembelih.
Jangan memakan makanan yang bernajis baik sifatnya najis (karena dibuat dari bahan yang tidak halal) atau karena cara mencucinya tidak betul atau tidak menurut syariat, sehingga tetap najis (tetap tidak halal).
Jangan memakan daging yang disembelih secara tidak halal dan membersihkannya tidak menurut syariat.
Jangan memakan makanan yang dibeli dengan uang yang haram (sekalipun makanan itu halal). Uang yang haram contohnya uang suap, uang riba, uang curian dan tipuan.
Jangan kita memakan makanan dari usaha yang haram seperti riba, pelacuran, judi, dan lain-lain.
Makanan syubhat ialah makanan yang kita ragukan halal atau haram dan uang syubhat ialah uang yang sumbernya kita ragukan halal atau haram. Makanan dan uang yang syubhat itu wajib dielakkan supaya kita berpeluang memperoleh kejernihan batin untuk mengenal Allah dengan pengenalan yang sebenarnya.
Sekarang ini banyak makanan di restoran yang menyalahgunakan perkataan 'HALAL' dan 'ISLAM' sebagai tanda perniagaan mereka. Kita harus berhati-hati juga sebab musuh Islam telah menyalahgunakan kata-kata 'HALAL' dan 'ISLAM' itu untuk keuntungan perut dan kantong mereka saja. Mereka sama sekali tidak takut pada Allah dan tidak ingin untuk mencari keredhaan-Nya.
Makan makanan yang halal tetapi berlebihan juga menjadi satu faktor penentu kepada corak hati kita.
Sabda Rasulullah SAW : Terjemahannya : Wadah yang paling dibenci oleh Allah adalah perut yang penuh dengan makanan yang halal.
Allah benci kepada perut yang penuh dengan makanan sebab perut yang penuh itu akan melemahkan kegiatan hati sehingga tidak kuat untuk memandang pada alam gaib.
Bila hati lemah maka manusia menjadi lalai dan malas. Malas beribadah dan mudah terjebak dalam maksiat. Atas dasar itulah para salafussoleh mengurangi porsi makan mereka.
Rasulullah SAW selalu melatih perutnya untuk berada dalam keadaan lapar. Beliau pernah meletakkan batu di perut dan kemudian mengikat perutnya dengan kain agar tidak terasa kekosongan perut yang memang kosong. Beliau jarang berada dalam keadaan kenyang. Jika satu hari kenyang, maka tiga hari lapar. Beliau selalu berpuasa satu hari, kemudian satu hari lagi berbuka.
Begitu pula cara hidup yang ditempuh oleh Nabi Sulaiman a.s yang dikenal sebagai orang kaya-raya. Beliau selalu berpuasa dan hanya memakan roti kering dan air putih. Nabi Yusuf a.s pun ketika menjadi menteri di Mesir melakukan sehari berpuasa dan sehari berbuka. Bila ditanya mengapa Beliau berbuat begitu, jawabnya, "Di hari aku lapar, aku dapat merasa bahwa aku adalah hamba yang memerlukan pertolongan Allah. Di hari aku kenyang maka aku dapat bersyukur pada Allah SWT yang memberikan rezeki."
Begitulah cara hidup Nabi-Nabi dan Rasul-Rasul, orang-orang muqarrobin dan orang-orang soleh. Mereka berjuang melawan nafsu untuk membersihkan hati supaya merasa diri sebagai hamba Allah yang lemah dan hina dina. Cara hidup mereka itulah yang wajib kita contoh. Kita mesti senantiasa berperang dengan nafsu yang selalu mengajak kita lalai dari Allah.
Mari kita obati hati kita dengan cara mengurangi makan. Langkah-langkah praktis yang mesti diambil untuk mengurangi makan di antaranya ialah :
Hidangan makanan kita janganlah lebih dari dua jenis lauk. Itulah amalan Sayidina Umar. Beliau tidak makan dengan lebih dari dua jenis lauk. Sebab bila jenis lauk sudah bermacam-macam nafsu kita bertambah besar untuk merasakan semua jenis lauk.
Makanan itu sebaiknya sederhana, jangan terlalu enak. Sebab kalau terlalu enak, kita tidak mampu mengawal nafsu untuk makan berlebihan.
Jangan menyimpan berbagai kelebihan makanan dalam rumah, sebab bila makanan tersedia maka kita senantiasa berfikir untuk makan. Sebaliknya kalau tidak ada simpanan makanan, nafsu tidak akan mengajak kita berfikir untuk makan.
Coba memperbanyak puasa sunat seperti di hari Senin dan Kamis atau paling kurang tiga hari dalam sebulan.
Harus kita fahami bahwa langkah-langkah di atas adalah untuk membersihkan hati dan membuat hati kita merasa menjadi hamba Allah yang lemah dalam segala masalah kita.
b. Pandangan dan Pendengaran yang Haram
Kita telah sepakat bahwa : "Dari mata turun ke hati." Artinya hasil dari pandangan (termasuk pendengaran) bukan sekedar terasa di mata dan telinga tetapi akan bersambung dan berkesan di hati. Kalau apa yang kita pandang dan dengar itu baik, maka hati kita akan menerima kebaikannya. Sebaliknya kalau yang kita pandang dan dengar itu maksiat dan mungkar (haram), maka hati kita akan berisi kejahatan dan kemungkaran itu.
Hati yang senantiasa menerima pandangan dan pendengaran yang mungkar akan menjadi hati yang gelap dan pekat, buta dari melihat keagungan Allah. Hati itu tidak lagi merasa takut pada Allah, bahkan cinta dan rindu pada Allah SWT akan hilang.
Saya rasa kita semua tentunya memiliki pengalaman pribadi terhadap hal itu. Kalau setiap hari hati kita terisi dengan zikrullah, bacaan Al Quran, puasa, shalat sunat, membaca kitab dan mendengar pengajian agama, hati kita akan lembut, terasa indah dalam beribadah kepada Allah, rindu kepada kebaikan, benci dan takut kepada dosa.
Tetapi kalau setiap hari hati kita isi dengan program TV, berkata-kata kosong, mengumpat dan mencaci, membaca majalah hiburan yang penuh maksiat, mendengar lagu-lagu pop, maka kita akan menjadi malas beribadah, memandang kecil tentang cara hidup sunnah, tidak ada rasa takut dengan Allah, tidak membesarkan Allah apalagi untuk rindu pada-Nya, tidak suka pada pemuka agama dan lupa pada Akhirat. Hati kita menjadi cinta kepada dunia dengan segala hiburannya. Hati selalu ingin lepas, bebas tanpa disekat oleh hukum Islam, malas berjuang dan berangan-angan, serta ingin hidup lebih lama lagi.
Itulah bukti-bukti yang menunjukkan bahwa tindakan lahir, pendengaran dan penglihatan yang haram akan membuat hati kita buta kepada kebenaran.
Allah berfirman : Terjemahannya : Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari setetes mani yang bercantum (benih) yang akan Kami mengujinya (dengan perintah dan larangan) karena itu Kami menjadikan dia mendengar dan melihat. (Al Insaan : 2)
Tujuan Allah memberi kita mata dan telinga adalah untuk mencari dan mengenal pencipta kita yaitu Allah SWT. Selain itu supaya kita sadar untuk berbakti dan menurut perintah-Nya. Firman-Nya : Terjemahannya : Tidak Aku jadikan jin dan manusia melainkan untuk menyembah Aku. (Adz Dzaariyat : 56)
Kita mesti merasa bahwa diri kita adalah sebagai hamba dalam melaksanakan perintah suruhan dan larangan dari Allah. Yang penting adalah rasa kehambaan. Ibadah yang sebenarnya adalah yang berasal dari rasa kehambaan. Kalau waktu beribadah itu kita tidak merasa hina dan tidak merasa hamba, tetapi merasa besar diri, sombong, marah, dengki, maka amalan lahir itu bukan lagi dinilai ibadah. Sama halnya dengan seorang kuli yang menghadap tuannya dengan rasa besar diri, dengan bertolak pinggang. Bukankah lebih baik bila ia tidak menghadap, sebab tentu akan menimbulkan kemarahan tuannya.
Hidup bukan untuk dunia tetapi hidup untuk Allah dan untuk mencari bekal kembali ke Akhirat. Untuk tujuan itulah kita dikaruniakan Allah pendengaran dan penglihatan. Gunakanlah keduanya sebaik mungkin sebagai alat untuk sampai kepada tujuan yang diredhai-Nya.
Mari kita obati hati kita dengan menjaga pandangan dan pendengaran hanya kepada yang dapat mengingatkan kita kepada Allah, merasa takut pada-Nya dan untuk berbakti pada-Nya.
Langkah-langkah yang sebaiknya diambil di antaranya ialah :
Banyakkan membaca Al Quran dan terjemahannya, hadist dan kitab-kitab serta buku-buku agama termasuk majalah dan risalah yang berunsur dakwah. Dalam waktu yang sama, elakkan dari membaca buku-buku khayalan, majalah hiburan dan berita-berita yang jauh dari kebenaran.
Selalu mengunjungi mesjid, tempat pengajian agama, majelis dakwah, tahlil dan zikrullah serta mengelak dari tempat-tempat maksiat, acara-acara yang liar (pergaulan bebas) dan keluar rumah tanpa tujuan, sebab di luar banyak pandangan dan pendengaran yang membawa kepada maksiat. Juga kita mengelak dari bergaul dengan kawan yang mengajak kita kepada maksiat.
Mendatangi orang-orang soleh, sebab dengan melihat mereka, dapat memberi Kekuatan.
Ingat mati, karena selalu mengingat mati akan melembutkan hati.
Elakkan dari menonton program TV yang tidak berfaedah. Sekali kita biarkan mata dan telinga kita memandang dan mendengar perkara yang dibenci oleh Allah, maka selama itu kita biarkan nafsu menjadi raja di hati kita sehingga kita lalai dan tidak takut kepada penglihatan dan pengawasan Allah. Lebih baik kita tidur daripada menonton TV sampai larut malam. Hasilnya kita bisa bangun dengan segar untuk menyembah Allah dan mendekatkan hati pada-Nya. Kalau hati kita merasa sama saja antara melihat maksiat atau tidak, itu tandanya hati kita sudah rusak dan jauh dari Allah.
Itulah di antaranya langkah-langkah yang perlu diambil untuk menjernihkan batin kita. Perlu diingat bahwa langkah-langkah itu mesti diperjuangkan sungguh-sungguh dan terus menerus.
Kita jangan cepat jemu atau mudah terpengaruh dengan bujukan nafsu liar kita. Dan janganlah kita mengharap untuk memperoleh hasilnya dalam jangka waktu yang singkat. Sebab menurut pengalaman orang-orang yang telah menempuh jalan itu, waktu paling singkat untuk memperoleh hati yang bersih (taraf kerohanian yang tinggi) melalui mujahadah melawan hawa nafsu (mujahadatunnafsi) adalah 20 sampai 30 tahun lebih.
Waktu yang akan kita tempuh, sesuai dengan waktu yang kita gunakan untuk maksiat. Sejak dalam perut ibu, kita sudah menerima makanan yang tidak jelas halalnya. Setelah lahir pun kita berada di tengah-tengah maksiat dan macam-macam kemungkaran. Hati kita sudah gelap pekat dengan karat-karat dosa yang kita lakukan secara sadar atau tidak. Jadi memang sudah selayaknya kalau kita korbankan 20-30 tahun umur kita yang akan datang untuk membersihkan hati nurani kita. Mudah-mudahan di akhir umur kita, dapat kita rasakan kebersihan hati dan keselamatan dari mazmumah. Mudah-mudahan kita dapat menghadap Allah membawa hati yang selamat.
Firman Allah :
Terjemahannya : Di hari itu (hari kita meninggal dunia) tidak berguna lagi harta dan anak kecuali mereka yang menghadap Allah membawa hati yang selamat. (Asy Syuara’: 88-89)
Apabila ruh kita sudah bersih dan sudah kembali pada fitrahnya semula (sewaktu di alam ruh), maka kita akan merasakan bermacam-macam pengalaman batin yang luar biasa. Tapi hal itu juga tergantung kepada taraf kebersihan ruh yang dapat kita capai. Ada dua peringkat ruh yang bersih yaitu :
1. Ruh yang terlalu bersih (orang yang Mukasyafah)
Biasanya dicapai oleh muqarrobin. Ruh itu dapat menembus hijab antara alam dunia dan malakut dan dapat melihat segala rahasia-rahasia batin manusia.
Hal-hal yang biasanya oleh orang biasa dilihat di alam mimpi maka mereka dapat melihatnya di waktu sadar. Contohnya : kalau ada seseorang yang sifat batinnya seperti anjing maka orang itu akan terlihat oleh mereka seperti anjing. Kalau orang biasa mendapat ilmu dengan belajar maka mereka memperoleh ilmu melalui ilham.
2. Ruh yang bersih
Tingkatan itu dapat dicapai oleh orang-orang soleh. Ruh mereka dapat mengesan rahasia-rahasia batin hanya melalui mimpi-mimpi yang benar dan rasa hati yang benar dan tepat dengan kehendak Allah. Mereka tidak dapat melihatnya secara nyata, sebab hijab pada diri mereka tidak terangkat semua. Allah menceritakan hal itu dalam hadist Qudsi, firman-Nya yang bermaksud : Barang siapa yang memusuhi wali-Ku (orang yang setia pada-Ku) maka Aku mengisytiharkan perang terhadapnya. Dan tiada amal seorang hamba-Ku yang bertakwa (yang beramal) pada-Ku yang lebih Kucintai daripada dia menunaikan semua yang Kufardhukan ke atasnya. Dan hambaKu yang senantiasa bertaqarrub kepadaKu dengan nawafil (ibadah sukarela) sehingga Aku mencintainya, maka jadilah Aku seolah-olah sebagai pendengarannya yang ia mendengar dengannya dan sebagai penglihatannya yang ia melihat dengannya dan sebagai tangannya yang ia bertindak dengannya dan sebagai kakinya yang ia berjalan dengannya.
Dan andaikata ia memohon pasti akan Kuberi padanya. Dan andaikata ia berlindung kepada-Ku pasti akan Kulindungi.
Rasulullah SAW bersabda : Terjemahannya : Takutilah olehmu firasat (pandangan tembus) orang-orang Mukmin karena ia memandang dengan cahaya Allah. (Riwayat At Tarmizi)
DURHAKA DALAM TAAT
ALLAH SWT berfirman :
Terjemahannya : Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk Syurga padahal Allah belum mengenal mereka yang berjihad di antaramu dan belum juga mengenal mereka yang sabar. (Ali Imran : 142)
Berjihad menurut Tafsir adalah :
Berperang melawan orang kafir dan munafik untuk menegakkan lslam dan melindungi orang-orangIslam.
Memerangi hawa nafsu dan syaitan.
Mendermakan harta benda untuk kebaikan Islam dan umat Islam.
Memberantas yang batil dan menegakkan yang hak.
Dalam ayat di atas, Allah SWT menanyakan pada kita umat Islam, sudahkah kita berjihad dan bersabar? Kalau belum kita lakukan maka janganlah kita berfikir bahwa kita akan dapat masuk syurga Allah di Akhirat kelak. Jika sudah, maka kita sebenarnya sedang fisabilillah.
Berperang melawan orang kafir dan munafik adalah mudah. Yang susah adalah berperang melawan hawa nafsu dan syaitan. Kalau kita menang terhadap orang kafir tetapi tidak menang terhadap nafsu, itu belum menjamin kita benar-benar bertakwa.
Rasulullah SAW bersabda : Terjemahannya : Kita baru kembali dari peperangan kecil untuk masuk ke satu peperangan yang lebih besar. Sahabat bertanya, "Peperangan apa itu, ya Rasulullah?" Baginda menjawab, "Peperangan hati yakni melawan hawa nafsu."
Rasulullah SAW bersabda : Terjemahannya : Ketahuilah sesungguhnya dalam diri anak Adam itu ada segumpal daging. Jika baik daging maka baiklah seluruh jasad. Bila busuk daging itu, maka jahatlah seluruh jasad. Ketahuilah, itulah hati.(Riwayat Bukhari & Muslim)
Marilah kita tanya diri kita sendiri, "Apakah aku telah melakukan jihad yang besar itu? Atau apakah aku telah memerangi hawa nafsuku?"
Untuk menjawabnya, lihatlah ke dalam hati kita apakah selalu ingat kepada Allah atau selalu lalai?
Apakah sudah cinta Allah atau lebih cinta pada dunia? Apakah sudah sabar atas ujian Allah atau masih memberontak terhadap-Nya? Apakah sudah bersih dari mazmumah-mazmumah atau masih juga memiliki sifat hasad dengki, benci-membenci, minta dipuji, gila nama, tamak dan mementingkan diri sendiri?
Kalau hati masih berisi daki-daki dunia yang kotor itu, janganlah bermimpi bahwa amalan-amalan lahir seperti shalat, puasa, zakat, haji, sedekah, berdakwah, menuntut ilmu, menutup aurat, membaca Al Quran, zikrullah dan lain-lain itu dapat menebus kita dari kebencian Allah dan api neraka. Coba kita lihat firman Allah SWT :
Terjemahannya : Hari itu (hari ketika meninggal dunia) harta dan anak tidak berguna lagi kecuali orang yang menghadap Allah membawa hati yang selamat (hati yang bersih dari segala kejahatannya dan sifat mazmumah). (Asy Syuara’: 88-89)
Kalau shalat tidak khusyuk dan tidak ada rasa hamba, itu tanda kita masih durhaka pada Allah. Bukan amalan lahir yang dapat membawa seseorang kepada keredhaan Allah dan syurga-Nya, tetapi yang lebih penting adalah amalan hati.
Sabda Rasulullah SAW : Terjemahannya : Allah tidak memandang rupa dan harta kamu, tetapi Allah memandang hati dan amalan kamu. (Riwayat Muslim)
Kalau hati kita beramal soleh dan lahir kita juga ikut beramal soleh (sebab amalan lahir mengikuti amalan batin, seperti rakyat mengikuti raja) itulah kesempurnaan amalan manusia yang dijamin dengan Syurga.
Untuk meyakinkan saudara, saya tunjukkan firman Allah yang menunjukkan amalan batin adalah wajib :
1. Perintah khusyuk dalam shalat, yaitu mengingati Allah :
Terjemahannya : Apakah belum masanya bagi orang-orang yang beriman untuk khusyuk mengingati Allah. (Al Hadid : 16)
2. Perintah supaya senantiasa merasa diawasi oleh Allah :
Terjemahannya : Kamu tidak berada dalam suatu keadaan dan tidak membaca satu ayat dari Al Quran dan tidak mengerjakan suatu pekerjaan melainkan Kami menjadi saksi atasmu di waktu kamu melakukannya. Tidak luput dari pengetahuan Allah biar pun sebesar zarah (atom) di bumi maupun di langit. Tidak ada yang kecil dan tidak (pula) yang lebih besar dari itu melainkan (semua tercatat) dalam kitab yang nyata (Lauhul Mahfuz). (Yunus: 61)
3. Perintah supaya takut kepada Allah :
Terjemahannya : Janganlah kamu menyembah dua Tuhan. Sesungguhnya Dialah Tuhan yang Maha Esa, maka hendaklah kamu takut kepada-Ku saja. (An Nahl : 51)
4. Perintah supaya tawakal kepada Allah :
Terjemahannya : Hanya kepada Allah sajalah orang-orang beriman harus bertawakal. (At Taubah : 51)
5. Perintah supaya syukur kepada Allah :Terjemahannya : Bersyukurlah kamu kepada Allah sekiranya kamu benar-benar menyembah-Nya. (Al Baqarah : 172)
Kalau kita betul-betul menghambakan diri pada Allah, kita mesti memiliki rasa syukur pada Allah. Seperti halnya kita mendapat hadiah dari raja, maka kita akan merasa berhutang budi dan berterimakasih padanya, serta bersyukur atas hadiah pemberiannya.
Janganlah kita terlena memikirkan hadiah itu saja sehingga lupa pada yang memberi hadiah.
Terjemahannya : Dan apa saja nikmat yang ada pada kamu maka dari Allahlah datangnya dan bila kamu ditimpa kemudaratan maka hanya pada-Nyalah kamu minta tolong. (An Nahl : 53)
6. Perintah supaya sabar
Terjemahannya : Sabarlah kamu tetapi tidak mungkin kamu bersabar kecuali dengan pertolongan Allah. (An Nahl : 127)
Di antara amalan lahir dan amalan batin, Allah lebih mengutamakan amalan batin, sebab itu hendaklah diamalkan benar-benar karena dan untuk Allah, bukan untuk manusia. Sebab manusia tidak akan melihat. Kalau hati sudah baik, maka lahirnya akan baik. Kalau lahir saja yang baik, hati belum tentu baik.
Kalau ada orang yang menanggapi dengan perkataan, ''Kalau begitu, kita perbaiki hati saja, lahir tidak usah!'' itu adalah anggapan yang tidak benar. Sebab hati yang baik adalah hati yang taat pada perintah-perintah Allah lahir dan batin. Kalau amalan lahir tidak dikerjakan artinya hati belum baik.
Banyak terjadi dalam masyarakat umat Islam hari ini mereka yang mengamalkan hukum Islam hanya syariat lahir saja seperti shalat, puasa, zakat, haji, zikrullah, sedekah, tutup aurat dan bersilaturrahim. Namun amalan hati (batin) tidak dipedulikan. Itulah yang dimaksudkan sebagai durhaka dalam taat.
Ada dua jenis orang yang durhaka dalam taat :
1. Orang yang mengamalkan syariat lahir saja seperti shalat wajib dan sunat, puasa, haji, zakat, baca Al Quran, zikir dan wirid, serta mengamalkan sedikit amalan batin, tetapi keduanya tidak sempurna (tidak seperti yang dikehendaki Allah). Maksudnya tidak semua perintah Allah dikerjakannya.
Contohnya adalah orang-orang yang melakukan semua perintah fardhu ditambah dengan fadhailul 'amal (shalat sunat witir, shalat dhuha, shalat tahajjud, puasa sunat, membaca Al Quran, tahlil dan lain-lain) tetapi masih ikut dalam sistem riba, membuka aurat, melakukan pergaulan bebas, mengumpat, memfitnah, mencerca, sombong, kikir dan cinta dunia.
Golongan seperti itu adalah golongan durhaka dan tidak selamat dari api neraka.
Imam Al Ghazali berkata :
"Tidak mengapa kalau tidak bisa tahajjud malam (karena sunat),tetapi janganlah membuat dosa (haram) di siang hari, karena tidak ada gunanya bakti pada Allah di malam hari (tahajjud) tetapi durhaka (berbuat dosa–haram) di siangnya."
Orang seperti itu sama halnya dengan seorang yang menanam padi di tengah ilalang. Hasilnya padi akan dirusak oleh ilalang dan tidak memperoleh hasil apa pun. Atau seperti seorang yang memelihara kesehatan badannya dengan memakan obat-obatan yang perlu, tetapi ia juga memakan racun.
Akibatnya orang tersebut tidak akan sehat seperti yang diharapkan.
Tersebut sebuah Hadis :Terjemahannya : Tahukah kamu apa itu muflis? Mereka menjawab, "Muflis pada kami adalah mereka yang tidak mempunyai dirham dan harta benda sedikit pun." Sabda Rasulullah, "Sesungguhnya orang yang muflis di kalangan umatku adalah orang yang datang pada hari Qiamat dengan shalat, puasa dan zakat tetapi dia juga pernah mencaci, menuduh orang berbuat jahat, dan mengambil hak orang. Dia juga pernah menumpahkan darah (membunuh orang) atau sekurang-kurangnya memukul. Oleh karena itu pahala ibadahnya akan diberi kepada orang yang dianiaya itu satu persatu. Dan kalau pahalanya tidak cukup, dosa-dosa orang itu diberikan juga kepadanya (jadilah ia muflis) dan akan dijerumuskan ke dalam Neraka." (Riwayat Muslim)
2. Orang yang taat dalam mengerjakan amalan-amalan lahir tetapi lalai terhadap amalan batin. Lahirnya terlihat sempurna tetapi hatinya penuh dengan hasad dengki, jahat sangka, sombong, kikir, riya', penuh angan-angan, minta dipuji, cinta dunia, serakah, mementingkan diri sendiri, di samping tidak ada rasa hina diri, mengharap dan malu dengan Allah. Dia suka menghina orang yang tidak beribadah, sedangkan dia merasa tenang dan senang dengan ibadahnya serta merasa yakin akan selamat di Akhirat.
Orang seperti itu sebenarnya adalah orang yang durhaka dalam taatnya kepada Allah. Hakikatnya dia adalah orang yang durhaka dan amalannya ditolak. Dia bukan orang yang dekat dengan Allah tetapi orang yang jauh dari Allah. Hatinya terputus dengan Allah.
Para ulama telah sepakat :
1. Biarlah sedikit amal (yang fardhu saja) bersama hati yang merasa takut pada Allah (takwa) daripada banyak amalan lahir tetapi tidak ada rasa takwa (rasa hamba).
2. Walau sebanyak dan sehebat apa pun ibadah seseorang selagi hatinya tidak zuhud dengan dunia, selama itu pula ibadahnya tidak bernilai.
Orang yang mengerjakan amalan lahir tanpa amalan batin perbandingannya seperti seorang pekerja di istana raja yang rajin dan taat melakukan kerja-kerja yang ditugaskan padanya di istana itu. Kerjanya rajin dan lebih banyak daripada pekerja-pekerja lainnya. Maka timbullah rasa bangga dan sombongnya. Malangnya di antara kawan-kawan dia bersikap angkuh. Bahkan di depan raja pun bersikap tidak sopan, tidak hormat dan tidak beradab. Dia merasa dirinya hebat dan besar. Dia beranggapan raja tidak murka kepadanya sebab semua pekerjaannya selesai
Ternyata apa pandangan raja? Sekalipun dia tahu hambanya itu bekerja dengan rajin tetapi karena sikapnya yang tidak beradab itu, raja tidak akan sayang untuk membuangnya dari istana, karena dia seolah-olah hendak menjadi raja (ataupun merasa setaraf dengan raja).
Begitu juga jika seorang manusia yang melakukan perintah-perintah Allah tetapi hatinya tidak beradab dengan Allah sebagaimana yang Allah kehendaki, niscaya Allah tetap murka dan akan melemparkannya ke dalam Neraka.
Firman Allah :
Terjemahannya : Adapun orang yang enggan dan menyombongkan diri maka Allah akan menyiksa mereka dengan siksa yang pedih. (An Nisa’ : 173)
Dan firman Allah dalam Hadist Qudsi bermaksud :
"Hai Isa, apabila Aku lihat di dalam hati hamba-Ku terdapat cinta yang suci pada-Ku tidak bercampur oleh sesuatu tamak, keinginan-keinginan yang berkenaan dengan Akhirat dan dunia maka ia akan Kuperlakukan sebagai penjaga cintanya itu."
Orang yang benar-benar taat adalah orang yang hatinya cinta kepada Allah. Cinta sucinya akan membuatnya beramal semata-mata untuk Allah. Niatnya tidak bercampur dengan niat mencari keuntungan di dunia atau akhirat. Ketaatan kepada Allah yang seperti itu adalah taat yang suci. Dia tidak akan ujub dalam taatnya, tidak riya' dalam taatnya, tidak buruk sangka dalam taatnya, tidak sombong dalam taatnya, tidak penuh angan-angan dalam taatnya, tidak merasa tuan dalam taatnya dan lain-lain.
Itulah orang yang hatinya dekat kepada Allah. Dia taat dalam taatnya. Jasad lahirnya dan jasad batinnya sama-sama tunduk menyembah Allah dengan taat, rasa hina diri, malu, rasa bersalah, rasa berdosa dengan Allah, tidak menghina hamba-hamba yang lain, tidak sombong dan tidak hasad.
Ibadah-ibadahnya yang lahir (membuat yang fardhu dan sunat, meninggalkan yang haram, syubhat dan makruh) dan ibadah batin betul-betul dilakukan sebagai satu persembahan yang sebenarnya dari seorang hamba kepada Tuhannya. Dia tidak mengharap balasan apa pun di dunia dan di akhirat. Itulah hamba Allah yang akan menjadi kecintaan Allah di Akhirat nanti.
Firman Allah dalam surah Al Waqiah :
Terjemahannya : Dan golongan kanan, alangkah bahagianya golongan kanan itu. Berada di antara pohon-pohon bidara yang tidak berduri. Dan pohon pisang yang bersusun-susun (buahnya). Dan naungan yang terbentang luas. Dan air yang senantiasa mengalir. Dan buah-buahan yang lebat. Yang tidak bermusim (buahnya) dan tidak terlarang mengambilnya. Dan kasur-kasur yang tebal lagi empuk.
Sesungguhnya Kami menciptakan untuk mereka (bidadari-bidadari) ciptaan yang unik (tidak beranak). Dan Kami jadikan mereka muda-muda belaka. Saling mencintai dan sebaya umurnya. Untuk golongan kanan (terdapat dua kumpulan). (yaitu) kumpulan besar dari orang-orang yang terdahulu. Dan kumpulan besar dari orang-orang yang kemudian. (Al Waaqiah: 27- 40)
Ada pula segolongan manusia yang taat dalam durhaka. Mereka adalah orang yang tidak beramal dengan syariat lahir karena tidak kuat melawan hawa nafsu dan syaitan.
Mereka hanya dapat membuat ibadah yang fardhu dan meninggalkan yang haram tetapi ibadah sunat fadhoilul 'amal sangat kurang. Tetapi karena kekurangan itu mereka selalu merasakan kekurangan diri, hina diri dan rasa bersalah (berdosa).
Mereka mengharap amal yang sedikit itu diterima Allah dengan rasa malu dan takut dengan Allah. Mereka selalu menyesali diri yang tidak kuat melawan hawa nafsu dengan rasa berdosa. Perasaan tidak sempurna dalam melaksanakan khidmat pada Allah dan manusia selalu ada di hati mereka. Sebab itu mereka selalu beristighfar dan mohon dikasihani oleh Allah. Golongan seperti itu sebenarnya golongan yang taat. Mereka taat dalam durhaka. Mereka akan selamat di dunia dan di akhirat.
Mereka itu adalah seperti seorang pekerja istana raja yang tidak begitu rajin. Kerjanya sekedar cukup, tidak lebih, kadang-kadang melakukan kesalahan atau lalai. Seharusnya bekerja dua jam, ia hanya bekerja satu jam. Karena itu dia rasa bersalah, rasa kurang, tidak besar diri, tidak berfikir tentang kesalahan orang, takut sesama kawan apalagi kepada raja.
Dia bimbang bila kekurangannya akan mendatangkan kemurkaan raja. Sebab itu bukan saja dia sangat sopan dengan raja bahkan dia tidak berani berbuat tanpa izin di dalam istana. Ia menjaga gerak-geriknya karena merasa bimbang dan selalu mengharapkan kemaafan dan keampunan dari raja.
Raja menyadari keadaan itu, sebab itu raja memaafkan kekurangan hambanya dan akan tetap menerimanya sebagai hamba di dalam istana.
Begitulah hamba Allah yang selalu sadar dan insaf akan kelemahannya, senantiasa taubat, takut, malu dan rasa hina diri pada Allah serta berakhlak sesama manusia. Dia akan mendapat pengampunan dan syurga Allah di Akhirat nanti.
Firman Allah :
Terjemahannya: Kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan beramal soleh maka mereka akan masuk syurga dan tidak dianiaya sedikit pun. (Maryam : 60)
Hidup kita adalah untuk menghambakan diri kepada Allah. Itulah jalan keselamatan seorang manusia. Dua puluh empat jam kita mesti beribadah pada Allah, lahir dan batin.
Firman Allah: Terjemahannya : Tidak Aku jadikan jin dan manusia melainkan untuk beribadah kepada-Ku. (Adz-Dzaariyat : 56)
Mungkin dalam ibadah lahir ada waktu istirahatnya tetapi dalam ibadah batin yang dilakukan oleh hati kita, mesti dilakukan terus-menerus. Kita mesti selalu memelihara rasa kehambaan pada Allah, rasa hina, rasa malu, rendah diri, takut, bimbang, ingin berkhidmat, rasa berdosa, rasa lemah dan rasa diri penuh kekurangan. Perasaan-perasaan (zauk) itu hendaklah kita pelihara dalam hati sepanjang masa.
Bagi kita sebagai orang awam, mungkin rasa itu belum ada di hati, karena itu hendaklah kita terus mengusahakannya dengan memikirkan kebesaran, kehebatan dan keagungan Allah. Perhatikan dan fikirkan tanda-tanda kebesaran Allah pada alam. Dari situ akan datang perasaan kehambaan pada diri kita.
Pada tahap awal perlu dipaksakan supaya perasaan itu ada. Namun bagi orang yang telah bersih hatinya mereka tidak susah memikirkannya lagi. Perasaan itu sudah ada dan senantiasa ada dalam hati mereka. Bukan saja waktu shalat, waktu membaca Al Quran, berpuasa, berzikir dan lain-lainnya, bahkan di luar waktu ibadah, hati mereka tetap kepada Allah SWT.
Singkatnya perasaan kehambaan itu telah benar-benar dihayati oleh lahir dan batin mereka sepanjang masa. Seperti seorang pekerja istana yang hatinya senantiasa berisi perasaan kehambaan baik ketika bekerja atau ketika beristirahat, waktu makan, minum atau waktu tidur. Tidak seperti pekerja yang waktu kerja dia merasa dia kuli, tetapi waktu istirahat dia merasa tuan dan berlagak seperti tuan.
Orang yang kenal Allah akan benar-benar merasa bahwa dia adalah hamba Allah. Hatinya tidak merasa lebih baik, lebih pandai, hebat, besar, kuat, dan segala-galanya. Sebab kalaupun dia pandai, maka dia tetap hamba. Dia rasa dia adalah hamba, ingin berkhidmat sebagai hamba. Hidupnya seperti hamba dan bergaya seperti hamba. Hamba Allah yang bekerja untuk Allah, mengabdikan diri kepada Allah, berjuang membela agama Allah, berkorban untuk Allah dan berperang karena Allah bahkan rela mati karena Allah.
Siapa pun musuh Allah adalah musuhnya, akan ditentang habis-habisan. Dan orang-orang Allah adalah orang-orangnya maka ia perlakukan dengan penuh mesra dan kasih sayang.
Itulah jiwa yang merdeka, bebas dari ikatan dunia. Jiwa yang tidak akan diperbudak oleh dunia karena jiwanya diserahkan sepenuhnya pada Allah.
Banyak terjadi di kalangan kita, mereka yang merasa hamba Allah hanya ketika beribadah, shalat, puasa, mengerjakan haji, atau waktu membaca Al Quran, wirid dan zikir saja. Di luar waktu itu, waktu makan, waktu tidur, waktu mencuci, waktu menyapu halaman dan lain-lain, tidak merasa diri sebagai hamba.
Kita merasa urusan tersebut adalah urusan kita sehingga kejayaan yang dicapai adalah untuk dan karena kita. Cara melaksanakan urusan tersebut. sesuai dengan selera kita, pendapat kita dan cara kita. Kita tidak merasa bahwa kita berkhidmat untuk dan karena Allah lagi. Kita tidak terasa hubungan dengan Allah. Kita tidak merasa malu dan hina diri dengan Allah. Mungkin jika ditanya orang kita akan menjawab bahwa kita bekerja untuk Allah. Tetapi itu hanya ada di akal saja, hakikatnya hati kita tidak merasa begitu.
Perasaan (zauk) kita tidak merasakan begitu. Hati masih merasa tuan, merasa kepunyaan kita, kuasa kita, kejayaan kita, kelebihan kita dan karena kita. Sebab itu kita akan mengikuti selera kita dalam bertindak sehingga tidak menghiraukan peraturan hidup dari Tuhan.
Orang seperti itu sebenarnya bukan menghambakan diri pada Allah, dan tidak bertuhankan Allah. Dia bertuhankan dan menghambakan diri untuk nafsu.
Firman Allah : Terjemahannya : Tidakkah kamu melihat orang yang mengambil hawa nafsu sebagai Tuhan. (Al Jasiyah : 23)
Mereka menganggap diri mereka bijaksana dan merdeka, tetapi sebenarnya merekalah orang yang lemah, bodoh dan terkurung dalam kesempitan nafsu mereka sendiri.
Karena menurutkan hawa nafsu manusia menjadi orang-orang yang durhaka pada Allah dalam ketaatannya. Mereka menunaikan hanya sebagian dari perintah Allah (durhaka dalam taat). Mereka mengikuti kehendak dan bisikan nafsu tanpa menyadari bahwa mengikuti hawa nafsu itu berarti durhaka pada Allah.
Sebagian besar manusia beranggapan bahwa mengikuti kehendak nafsu adalah suatu yang baik dan selayaknya. Terutama dalam amalan batin. Karena hal itu sulit, tidak terlihat oleh mata manusia, maka tidak ada siapa pun yang dapat menegur.
Ia melakukan shalat, puasa, berjuang, bicara tentang kebenaran, berkorban untuk Islam, sehingga orang menganggapnya baik. Hatinya sombong, tidak ada siapa pun yang tahu, hatinya jahat sangka tidak ada yang tahu, hatinya iri tidak ada yang tahu, hatinya tidak rasa berdosa siapa yang tahu, hatinya merasa bersih siapa yang tahu, hatinya pemarah siapa yang tahu, hatinya gila dunia siapa yang tahu, hatinya tidak takut Allah siapa yang tahu dan banyak lagi amalan hatinya tidak ada siapa pun yang tahu. Maka ia menjadi manusia yang tertipu. Biasanya orang itu mati dalam dosa atau maksiat yang tidak disadari, balasannya adalah neraka.
Marilah kita obati hati kita dengan mujahadah terhadap nafsu (mujahadatunnafsi), satu perjuangan yang besar dan terus menerus tiada ujungnya.
SIFAT-SIFAT ORANG YANG MENDAPAT AMALAN BATIN
Telah kita katakan bahwa kita mesti beribadah kepada Allah lahir dan batin. Ibadah lahir disebut syariat. Ibadah batin disebut hakikat. Orang yang sudah melaksanakan syariat akan terlihat oleh kita tandanya yaitu mengucap dua kalimah syahadah, shalat, puasa, zakat, haji, membaca Al Quran, selawat, zikrullah, menutup aurat, menuntut ilmu, bersilaturrahim dan cara hidup lainnya yang diperintahkan oleh Allah SWT dengan meninggalkan (tidak melakukan) segala sesuatu yang dilarang oleh Allah.
Begitu juga orang yang melakukan ibadah batin, terlihat juga tanda-tandanya. Tanda-tanda itu tidak dapat dilihat oleh mata lahir kita, sebab tersembunyi di dalam hati.
Hal itu hanya dapat dilihat oleh orang itu sendiri dengan merasakan gerak dan arah perjalanan hati kita. Hati yang sudah melakukan ibadah berbeda dengan hati yang masih durhaka.
Untuk mengetahui perbedaan itu supaya kita dapat mengenal hati kita, apakah sudah taat atau masih durhaka, saya akan tunjukkan tanda-tanda atau sifat-sifat hati yang tinggi kedudukannya, yang dimiliki oleh orang-orang yang melakukan ibadah batin.
1. SYARIATNYA KUAT
Orang yang kuat beribadah batin pasti akan kuat pula ibadah lahirnya (syariat). Tetapi perlu diingat bahwa orang yang kuat syariat lahir saja belum tentu kuat ibadah batinnya.
Hal itu disebabkan pada diri kita, hati (jasad batin) adalah pemimpin sedangkan anggota-anggota lain (jasad lahir) sebagai pekerja. Kita makan karena hati kita menyuruh kita makan. Kaki dan tangan pun bekerja untuk mencari makanan. Kita hendak ke masjid adalah karena amalan hati kita. Kaki kita hanya menurut saja. Tetapi kalau hati tidak mau pergi walau masjid di sebelah rumah pun, kaki tidak akan melangkah pergi.
Begitu besarnya kuasa dan peranan hati dalam menentukan corak hidup kita. Sebab itu kalau hati sudah baik, taat menghambakan diri pada Allah, hati akan mengarahkan semua anggota lahir untuk tunduk menyembah kepada Allah SWT. Semua perintah Allah akan ditaati tanpa tanya jawab lagi. Semua larangan Allah akan ditinggalkan tanpa ragu-ragu.
Firman Allah : Terjemahannya : Dan mereka berkata, "Kami dengar dan kami taat." (Dan mereka berdoa), "Tuhan, kami mohon keampunanMu, dan kepadaMulah tempat kembali" (Al Baqarah : 285)
Shalat fardhunya baik, shalat sunat hajat dan lain-lain tidak ditinggalkan. Puasa sunat dianggap penting dan selalu dilakukan dengan senang hati. Membaca Al Quran, selawat, wirid, zikir, tahlil, tasbih dan tahmid dan lain-lain telah menjadi nyanyian rutin yang mengasyikkan. Berjuang untuk menyebarkan agama Allah terasa satu kewajiban yang mesti dilakukan sehingga tidak pernah jemu dan letih karena perjuangan.
Kuat berkorban harta, fikiran, waktu dan tenaga untuk membantu Islam dan umat Islam. Tidak bermewahan dengan rezeki pemberian Allah sekalipun halal dan hanya diambil sesuai keperluan saja. Kelebihannya diserahkan untuk jihad. Sebab itu rumahnya sederhana, pakaian, dan makan minum juga sederhana. Karena hatinya menyuruh tutup aurat maka ia akan melakukannya tanpa peduli apa yang dikatakan orang. Hatinya menyuruh berderma dan bersedekah maka ia akan melakukannya tanpa takut miskin dan bimbang pada hari depan. Hatinya menyuruh ia berjemaah sesama kaum muslimin maka ia pun ikut berjemaah tanpa ragu meninggalkan alam dan kawan di luar jemaah.
Karena hatinya menyuruh menghentikan pergaulan bebas maka ia akan berhenti tanpa takut kehilangan jodoh. Dan apa saja yang disuruh oleh hatinya, ia akan taat.
Hati yang taat dan takut pada Allah akan menyuruh kita mengikuti semua suruhan Allah. Tidak pernah terlintas dalam hati orang-orang soleh satu keinginan untuk durhaka pada Allah. Hatinya tidak pernah berencana untuk melakukan larangan Allah.
Sebab itu orang yang kuat ibadah batinnya, cukup kuat meninggalkan hal-hal yang haram, makruh dan syubhat. Tidak melakukan zina, tidak menipu, tidak minum arak, tidak berjudi, tidak mengambil pinjaman riba (bank) untuk membeli rumah atau mobil, tidak terlibat dengan suap, tidak berkhianat, tidak merokok, tidak mengumpat, tidak memfitnah, tidak bergaul bebas lelaki dan perempuan, tidak mubazir dan bermewah-mewah, tidak berfoya-foya, tidak terlibat dengan musik-musik haram, tidak bercintaan antara lelaki perempuan secara haram dan lain-lain.
Hati yang kuat dengan Allah akan melarang keras untuk terlibat dengan pekerjaan yang dikutuk oleh Allah. Hati yang sempurna ibadahnya akan menolak semua perkara yang dibenci Allah.
Tegasnya hanya hati kita yang bisa membetulkan diri kita dan hati juga yang bisa menjahanamkan kita. Kalau hati baik, tindakan kita akan baik. Dan kalau hati jahat, tindakan kita akan jahat juga.
Konsep 'hati baik' itu pun jangan disalah artikan. Jangan kita katakan, ''Tidak shalat pun tidak apa-apa, asalkan hati kita baik. Tidak menutup aurat pun tak apa, asal hati kita baik.''
Kalau kita katakan begitu, maka kita telah membuat dua kejahatan. Pertama kita telah berani membantah suruhan Allah karena shalat dan tutup aurat itu suruhan Allah. Kedua, kita menganggap hati kita baik, padahal hati kita masih durhaka pada Allah.
Hati yang tidak mau shalat atau tutup aurat itu adalah hati yang durhaka pada Allah. Hati yang baik adalah hati yang taat dan takut pada Allah. Bila hati taat maka kita akan mentaati seluruh perintah Allah. Bila hati kita baik kita akan kuat bersyariat.
2. MENDAPAT KEJERNIHAN ATAU KERINGANAN BATIN
Apabila seseorang hamba itu sudah mendapat kerohanian yang tinggi, hatinya (batinnya) akan menjadi suci dan ringan. Allah SWT berfirman :
Terjemahannya : Yaitu mereka yang memenuhi janji Allah dan tidak pula merusakkan perjanjian.(Ar Raad : 20)
Terjemahannya : Dan mereka menghubungi apa-apa yang Allah perintahkan supaya dihubungkan (silaturrahim) dan mereka takut pada Tuhan mereka dan takut pada hisab yang buruk. (Ar Raad : 21)
Terjemahannya : Dan mereka juga bersabar dalam mencari keredhaan Tuhannya, mendirikan shalat dan menafkahkan sebagian rezeki yang Kami berikan pada mereka secara sembunyi atau secara terang-terangan. Dan mereka menutupi kejahatan dengan kebaikan. Mereka itulah yang mendapat tempat kesudahan (yang baik).(Ar Raad : 22)
Terjemahannya : (Yaitu) syurga ‘Adn yang mereka masuk ke dalamnya bersama-sama dengan orang-orang yang soleh di kalangan bapak-bapaknya, isteri-isterinya dan anak cucunya, sedangkan malaikat-malaikat masuk menemui mereka di semua pintu masuk. (Ar Raad: 23)
Terjemahannya : (Sambil mengucapkan) "Salam sejahtera karena kesabaran kamu", maka alangkah baiknya tempat kesudahan itu. (Ar Raad : 24)
Apabila ruh sudah suci dan ringan maka hati terasa ringan untuk mentaati Allah. Nafsu kita akan berubah dari nafsu yang rendah kepada nafsu mutmainnah. Di waktu itu kita akan senantiasa merasa kita adalah hamba Allah, ingin hidup sebagai hamba dan rela menerima apa saja qada dan qadar Allah tanpa mempertanyakan lagi atau resah gelisah.
Untuk lebih jelas akan saya paparkan sifat-sifat hati yang saya maksudkan:
Rasa malu kepada Allah karena senantiasa merasa diawasi oleh Allah SWT.
Rasa takut dan hebat pada Allah karena terasa diri selalu berada dalam kuasa Allah, sehingga Allah bisa berbuat apa saja seperti sakit, miskin, mati dan lain-lain.
Selalu merasa berdosa pada Allah, bukan hanya di depan manusia karena ada kesalahan tersembunyi yang tidak dapat diketahui seperti dosa-dosa hati. Sebab itu dia selalu menangis seorang diri, bukan di depan orang, karena takut dosanya tidak terampuni.
Tidak menunda-nunda urusan dengan Allah karena hati selalu merasa kedatangan maut itu bisa terjadi kapan saja.
Setiap kali membuat kesalahan yang kecil hatinya merasa takut dan terhina di depan Allah, sehingga cepat-cepat meminta ampun kepada Allah SWT.
Setiap kali selesai beramal, hati merasa itu adalah karunia Allah, bukan kemampuan dirinya. Dia tidak merasa bangga karena merasa amalannya tidak sempurna. Karena itu ia mengharapkan belas kasihan dari Allah agar menerima amalannya.
Kalau Allah menentukan satu peristiwa terjadi pada dirinya, hatinya akan redha dengan apa yang terjadi tanpa kesal dan keluh-kesah. Dia sadar dirinya yang rendah layak menerima apa pun takdir Allah.
Setiap kali melihat pemandangan alam yang indah, hati segera merasakan kebesaran Allah.
Kalau dia mendapat kejayaan atau nikmat, hatinya segera merasakan bahwa itu adalah pemberian dari Allah bukan kemampuan sendiri. Karena itu dia merasa takut pada Allah, karena menyalahgunakan atau kurang mensyukuri nikmat yang diperoleh.
Kalau dia menderita kemiskinan atau tidak memperoleh nikmat, hatinya terasa tentram karena dia merasa bebas dari tanggungjawab untuk menjaga amanah Allah.
Kalau mendapat musibah seperti sakit, hati bisa merasa tenang karena merasakan bahwa bencana (musibah) adalah kifaraf (balasan) dosanya. Dia merasa lebih baik dihukum di dunia daripada dihukum di akhirat. Penderitaan di dunia adalah pengampunan dosa di akhirat.
Bila mendapat pujian, hati merasa tidak senang sebab pujian itu tidak layak baginya dan bisa merusak rasa kehambaannya.
Kalau dikeji atau dihina orang, hatinya merasa kasihan pada orang yang menghinanya dan segera memaafkan orang itu tanpa diminta. Dia merasa bahwa dosanya telah menyebabkan dia dihukum seperti itu. Kalau tidak begitu dia tidak akan mendapat pahala dari penghinaan itu. Sebab itu dia tidak berniat sama sekali untuk membalas perbuatan orang itu.
Dia selalu berlapang dada berhadapan dengan aneka ragam manusia dan kesusahan yang manusia timpakan ke atasnya.
Dia tidak bangga dengan nikmat, tidak gelisah dengan musibah, tidak merasa tenang dengan pujian dan tidak menderita dengan cacian. Hatinya selalu merasa sebagai hamba yang serba kekurangan dan sangat memerlukan Allah SWT dalam setiap keadaan.
Kalau dia melihat atau mengetahui orang membuat maksiat, dia bersyukur pada Allah karena dirinya selamat dari maksiat. Sebab itu dia tidak menghina orang itu bahkan dia merasa kasihan, ingin menolong dengan memberi nasihat. Bahkan dia tidak menaruh sangka jahat pada orang itu. Dia menganggap kesalahan itu adalah karena tidak tahu, lupa ataupun tidak sengaja.
Ketika berhadapan dengan orang yang memarahinya, dia tidak ikut marah dan tidak melawan berdebat sekalipun dia benar.
Bila berhadapan dengan kepandaian orang lain, dia akan menerima ilmu atau kebenaran sekalipun dari seorang kanak-kanak. Kalau bermuzakarah dia tidak memperlihatkan bahwa dirinya pandai sehingga tidak merasa bangga diri Kalau ada yang memuji orang lain di hadapannya dia tidak sakit hati sebab dia faham bahwa kuasa hak Allah yang melebihkan dan mengurangkan nikmat pada hamba-hamba-Nya.
Kalau ada orang lain menyelesaikan kerjanya, dia tidak menggerutu sebab dia merasa dia dibantu.
Kalau dia digemari oleh banyak orang, dia tidak merasa bangga sebaliknya dia bimbang kalau hal itu membuat dirinya riya'.
Dia tidak makan seorang diri. Kalau memberi bantuan pada seseorang, tidak di hadapan orang lain.
Beramal dan betul-betul beribadah karena Allah bukan lagi karena Syurga atau Neraka.
KEHIDUPAN ORANG-ORANG SOLEH
SAYIDINA ABU BAKAR AS SIDDIQ
Hatinya terlalu takut pada Allah sehingga pernah tercium dari nafasnya bau hati yang terbakar. Artinya hatinya yang terlalu takut itu telah terbakar.
Kalau beliau mengetahui bahwa makanan yang sedang dimakan itu adalah makanan syubhat maka beliau akan mengorek mulutnya hingga muntah-muntah kemudian dia akan berkata, ''Wahai Tuhanku, janganlah Engkau bertindak ke atasku karena apa yang telah dihisab untuk peluh dan yang telah tercampur dengan perut panjangku.''
SAYIDlNA UMAR IBNU KHATTAB
Ilmunya banyak, akalnya luas, kefahamannya mendalam, orangnya zuhud, tawadhuk, belas kasihan dengan kaum Muslimin, selalu insaf, tegas dengan kebenaran dan sangat membesarkan perjalanan hidup Rasulullah SAW.
Beliau tidak mengumpulkan dalam satu hidangan dua jenis lauk hingga menemui Allah. Pakaian beliau bertambal empat di antara dua bahunya. Kainnya ditambal dengan kulit. Satu ketika pernah orang menghitung tambalan di bajunya, dan didapatkan ada 14 tambalan, bahkan salah satu tambalan dari tanah liat merah.
Apabila terjadi satu hal terhadap orang-orang Islam beliau sangat memperhatikan dengan seksama urusan itu, sehingga beliau hampir binasa.
Satu hari beliau terlambat pergi shalat Jum’at. Setelah keluar dari masjid beliau lantas meminta uzur dengan berkata, "Aku terlambat karena bajuku dicuci sedangkan aku tidak ada baju lagi selain ini."
Ketika berjalan dari Madinah ke Mekkah untuk menunaikan haji, beliau tidak memasang kemah sampai pulang. Kalau beliau berhenti di satu tempat, beliau menyangkutkan baju atau tikar dari kulit di atas pohon dan berteduh di bawahnya.
Warna kulit beliau putih kemerahan. Pada musim kekurangan makanan dan kepanasan, kulit beliau menjadi hitam manis sebab ketika itu makanan kurang.
Untuk memberi rasa tentram pada kaum Muslimin beliau tidak lagi makan daging, minyak sapi dan susu. Sebaliknya Beliau hanya memakan minyak selama sembilan bulan. Beliau bersumpah tidak akan makan lauk selain minyak hingga Allah memberi rasa tentram pada kaum Muslimin.
Apabila beliau membaca ayat-ayat Al Quran yang menjadi wirid-wiridnya, dadanya menjadi terharu hingga beliau terjatuh dan menangis. Kemudian beliau terus tinggal di rumah saja, tidak mau keluar hingga didatangi oleh banyak orang karena menyangka beliau sakit.
Kalau beliau lewat di tempat najis beliau berhenti dan berkata, "Inilah dunia, yang kamu rakus dengannya."
Sayidina Umar mencintai shalat di tengah malam. Apabila melakukan kesalahan dengan manusia beliau menanggalkan bajunya dan memakai baju pendek sampai batas lututnya saja, kemudian beliau mengangkat suaranya, menangis meminta ampun kepada Allah sambil air matanya mengalir hingga membasahi badannya.
Beliau sendiri memikul karung tepung untuk diberi pada janda-janda dan anak-anak yatim. Sahabat-sahabat meminta untuk memikul karung-karung itu, tapi tidak diizinkannya dengan berkata, "Siapakah yang akan memikul dosaku di hari kiamat kelak?"
Setelah Sayidina Umar wafat, Sayidina Abbas bermimpi melihat beliau dan bertanya, "Apa yang terjadi dengan engkau ya Amirul Mukminin?"
Beliau menjawab, "Hampir-hampir Umar jatuh jika tidak kudapati bahwa Tuhan itu Maha Pengasih."
SAYIDINA USMAN IBNU AFFAN
Beliau dibunuh ketika sedang membaca Al Quran setelah dikepung selama 49 (empat puluh sembilan) hari.
Beliau sangat malu (pemalu) hingga pintu rumahnya senantiasa ditutup. Ketika mencuci pakaian, beliau tidak pernah meletakkannya di atas pintu karena malu mengangkat punggungnya.
Sepanjang hari berpuasa dan sepanjang malam beribadat, hanya tidur sedikit di awal malam.
Sering sekali mengkhatam Al Quran pada tiap-tiap rakaat shalatnya.
SAYIDINA ALI BIN ABI THALIB
Pada suatu shalat subuh, selesai memberi salam langsung Sayidina Ali menadahkan tangan dan berkata :
"Telah ku lihat para sahabat Nabi SAW, tetapi sekarang tidak ada lagi yang menyerupai mereka itu. Mereka (para sahabat) biasanya keluar pagi-pagi berambut kusut, wajah menguning berdebu dan mata mereka membesar sebesar lutut kambing karena semalaman suntuk bersujud dan berdiri shalat malam seraya membaca kitab Allah dan menggilirkan antara tapak dan kening ke tanah. Bila hari telah pagi mereka pun mengingat Allah hingga bergoyang badannya bagaikan pohon ditiup angin badai dengan airmata bercucuran membasahi kain. Wallahi, sekarang kulihat masyarakat lalai sepanjang malam."
Kemudian Sayidina Ali pun bangkit. Dan sejak subuh itu beliau tidak pernah lagi kelihatan ketawa hingga beliau wafat oleh pukulan pedang Ibnu Muljam.
Cerita seorang majusi dengan nabi ibrahim a.s. :
Seorang Majusi meminta bertamu ke tempat Nabi Ibrahim a.s., maka dijawab oleh Nabi Ibrahim a.s, "Kalau engkau masuk Islam maka aku terima sebagai tetamuku."
Kemudian Majusi itu pun meneruskan perjalanannya. Lalu Allah SWT mewahyukan kepada Nabi Ibrahim a.s. :
"Kenapa engkau tidak mau menjamunya karena dia tidak mau mengubah agamanya? Sedangkan Kami telah 70 tahun menjamunya di dunia walaupun dia kafir. Kalau engkau terima dia menginap malam ini, apa salahnya ?"
Nabi Ibrahim a.s. pun bergegas menyusul Majusi itu lalu membawanya kembali dan menjamunya. Majusi lalu bertanya tentang sebab terjadinya perubahan sikap Nabi Ibrahim a.s. Nabi Ibrahim a.s. pun menceritakan keadaan yang sebenarnya. Mendengar itu Majusi pun berkata, "Begitulah Allah memperlakukan diriku. Tolonglah tuan uraikan pada saya tentang Islam."
Dan Nabi Ibrahim a.s. pun menceritakan tentang Islam hingga akhirnya Majusi itu pun memeluk Islam.
Ibrahim Al Athrusy bercerita :
Suatu hari kami sedang duduk-duduk di pinggir Sungai Dajlah di Kota Baghdad bersama Maaruf Al Kharkhi. Kami melihat sebuah sampan yang penuh dengan muda-mudi berpesta ria, memukul gendang sambil minum tuak.
Melihat itu kami pun berkata kepada Maaruf Al Kharkhi," Lihatlah mereka terang-terangan melakukan dosa. Berdo'alah pada Tuhan agar mereka dihukum!"
Maaruf Al Kharkhi lalu menadahkan tangannya sambil berdoa, "Ya Tuhanku, sebagaimana Engkau telah menggembirakan mereka di dunia maka berikanlah mereka kegembiraan di akhirat."
Kami segera menyela," Kami minta didoakan musibah untuk mereka". Dan Maaruf menjawab, "Bila Allah mau menggembirakan mereka di akhirat, Dia akan sudi mengampuni mereka."
Hatim Al Assam berkata:
Janganlah terpedaya oleh satu daerah yang baik karena tidak ada tempat yang lebih baik dari syurga sedangkan di syurga pun Nabi Adam a.s masih menemui kesusahan.
Jangan terpedaya oleh banyaknya ilmu karena Bal’am adalah seorang ulama yang mengenal rahasia nama Allah yang paling agung (Ismullah Al ’Azam), tetapi cobalah kaji penderitaan yang dideritanya.
Jangan terpedaya juga karena pernah melihat orang-orang soleh dari dekat. Tidak ada pribadi yang lebih mulia tempatnya di sisi Allah dan Rasulullah SAW, sedangkan begitu ramai kaum keluarganya dan musuhnya yang tidak mendapat manfaat dari perjumpaan dengan Baginda.
KATA-KATA HIKMAH DARI ORANG-ORANG SOLEH
SAYIDINA ABU BAKAR :
Sesungguhnya seorang hamba itu bila merasa ujub karena suatu perhiasan dunia, niscaya Allah akan murka kepadanya hingga dia melepaskan perhiasan itu.
Semoga aku menjadi pohon yang ditebang kemudian digunakan.
Dia berkata kepada para sahabat,"Sesungguhnya aku telah mengatur urusan kamu, tetapi aku bukanlah orang yang paling baik di kalangan kamu maka berilah pertolongan kepadaku. Kalau aku bertindak lurus maka ikutilah aku tetapi kalau aku menyeleweng maka betulkan aku!"
SAYIDINA UMAR BIN KHATTAB :
Jika tidak karena takut dihisab, sesungguhnya aku akan perintahkan membawa seekor kambing, kemudian dipanggang untuk kami di depan pembakar roti.
Barangsiapa takut kepada Allah SWT niscaya tidak akan dapat dilihat kemarahannya. Dan barangsiapa takut pada Allah, tidak sia-sia apa yang dia kehendaki.
Wahai Tuhan, janganlah Engkau jadikan kebinasaan umat Muhammad SAW di atas tanganku. Wahai Tuhanku, umurku telah lanjut dan kekuatanku telah lemah. Maka genggamkan (matikan) aku untukMu bukan untuk manusia.
SAYIDINA ALI KARAMALLAHU WAJHAH :
Cukuplah bila aku merasa mulia karena Engkau sebagai Tuhan bagiku dan cukuplah bila aku bangga bahwa aku menjadi hamba bagiMu. Engkau bagiku sebagaimana yang aku cintai, maka berilah aku taufik sebagaimana yang Engkau cintai.
Hendaklah kamu lebih memperhatikan tentang bagaimana amalan itu diterima daripada banyak beramal, karena sesungguhnya terlalu sedikit amalan yang disertai takwa. Bagaimanakah amalan itu hendak diterima?
Janganlah seseorang hamba itu mengharap selain kepada Tuhannya dan janganlah dia takut selain kepada dosanya.
Tidak ada kebaikan ibadah yang tidak ada ilmunya dan tidak ada kebaikan ilmu yang tidak difahami dan tidak ada kebaikan bacaan kalau tidak ada perhatian untuknya.
UMAR BIN AZIZ :
Orang yang bertakwa itu dikekang.
Sesungguhnya syubhat itu pada yang halal.
Kemaafan yang utama itu adalah ketika berkuasa.
SUFFIAN AS THAURI :
Tidak ada ketaatan bagi kedua ibu-bapak pada perkara syubhat.
Sesungguhnya seorang lelaki itu berharta bila dia zuhud di dunia, dan sesungguhnya seorang itu adalah fakir bila dia gemar pada dunia.
Menuntut ilmu lebih utama daripada shalat sunat.
IMAM AS SYAFIE :
Barangsiapa menghendaki akhirat wajib baginya ikhlas pada ilmu.
Tidak ada sesuatu yang lebih indah pada ulama kecuali dengan kefakiran dan mencukupi dengan apa yang ada serta redha dengan keduanya.
Hendaklah kamu berilmu pengetahuan sebelum kamu menjadi ketua, sebab sesudah kamu menjadi ketua, tidak ada jalan lagi bagimu untuk mencari pengetahuan.
Orang yang berakal itu adalah orang yang akalnya dapat mengawal segala sifat-sifat mazmumah (sifat keji).
Barangsiapa yang menyukai bila Allah menutupinya dengan kebaikan maka hendaklah dia bersangka baik terhadap manusia.
IMAM MALIK :
Ilmu itu bukanlah dengan membanyakkan riwayat tetapi ilmu itu adalah cahaya yang Allah letakkan dalam hati.
Apabila seseorang itu memuji dirinya maka hilanglah cahayanya.
Wajib bagi orang yang menuntut ilmu untuk memiliki kebesaran, ketenangan dan ketakutan.
IMAM ABU HANIFAH :
Tidak sekalipun aku shalat kecuali aku doakan untuk guruku Hammad dan juga mereka yang pernah mengajarku serta mereka yang pernah aku ajar. (murid-muridnya).
Aku telah 50 tahun bergaul dengan manusia. Tidak kudapati seorangpun yang mengampunkan kesalahanku. Tidak ada yang menghubungi aku ketika aku memutuskan hubungan dengannya. Tidak ada yang menutup keaibanku dan aku tidak akan merasa aman darinya bila dia murka kepadaku. Maka yang lebih mereka bimbangkan adalah perkara yang besar-besar.
Telah sampai berita kepadaku, bahwa tidak ada yang lebih mulia daripada seorang alim yang warak.
IMAM AHMAD :
Jangan kamu mengambil ilmu dari orang yang mengambil benda dunia di atas ilmunya.
SUFFIAN BIN UYAINAH :
Dua perkara yang susah sekali untuk mengobatinya yaitu meninggalkan loba (tamak) untuk manusia dan mengikhlaskan amal untuk Allah.
Siapa yang ditambah akalnya maka kuranglah rezekinya.
Zuhud di dunia itu adalah sabar dan menunggu-nunggu kedatangan mati.
Ilmu itu jika tidak memberi manfaat padamu maka akan memberi mudarat padamu.
Orang yang menuntut ilmu tidak akan dianggap sebagai orang yang berakal hingga dia melihat dirinya lebih hina dari sekalian manusia.
Surat dari ibu Aisyah r.a untuk Khalifah Muawiyah berbunyi sebagai berikut :
"Aku dengar Rasulullah SAW bersabda, "Siapa yang mengusahakan keredhaan Allah sampai manusia kesal kepadanya, ia akan dibantu Allah dalam menghadapi manusia. Dan siapa yang tidak menghiraukan Allah agar disenangi manusia nasibnya akan diserahkan Allah pada manusia."
Oleh itu tetaplah hati tuan dalam takut pada Allah karena bila tuan takut pada Allah, Dia akan membantumu terhadap manusia. Tetapi kalau tuan takut pada manusia mereka tidak akan dapat menolongmu terhadap Allah sedikit pun."
Khalifah Umar Ibnu Aziz menasehati gubernur-gubernur di daerah pemerintahannya dengan perkataan sebagai berikut :
"Kekuasaan yang ada di tangan saudara-saudara telah memungkinkan kalian untuk menzalimi rakyat. Bila terasa di hati kalian untuk menzalimi seseorang, ingatlah segera betapa besarnya kekuasaan Allah atas diri saudara-saudara."
"Ketahuilah bahwa satu kejahatan yang anda timpakan pada rakyat lambat laun akan hilang bekasnya dari mereka tetapi bekasnya akan tetap untuk saudara-saudara dalam daftar dosa. Ketahuilah pula bahwa Allah SWT membela orang teraniaya terhadap yang menzaliminya."
Luqmanul Hakim menasehati anaknya :
"Wahai anakku, dampingilah selalu para ulama dan jangan engkau banyak berdebat dengan mereka agar jangan dibenci oleh mereka."
"Ambillah dari dunia sekedar keperluan dan biayakan (belanjakan) kelebihan hasil usahamu untuk Akhirat. Dunia jangan ditolak semua agar engkau tidak menjadi ‘parasit’ (orang yang menumpang hidup pada orang lain tanpa membalas apa-apa) yang menyusahkan manusia (orang) lain."
"Berpuasalah selalu untuk menundukkan nafsumu, tetapi jangan sampai meletihkan badan sehingga merusak shalatmu karena shalat lebih utama dari puasa."
"Janganlah engkau duduk berteman dengan orang yang bodoh, sombong dan jangan didekati orang yang bermuka dua."
Pernah Allah SWT bertanya kepada Nabi Yaakub a.s. :
"Tahukah kamu kenapa Kupisahkan engkau dengan puteramu Yusuf?"
"Tidak, ya Tuhanku," jawab Nabi Yaakub a.s.
"Yaitu karena kata-katamu yang mengatakan, "Aku takut karena dia akan dimakan serigala waktu kamu (saudara-saudara Yusuf) lalai bermain-main", Kenapa engkau bimbang pada serigala tetapi tidak menyatakan harapan pada-Ku? Engkau hanya memandang kelalaian saudara-saudaranya saja tapi engkau tidak memandang perlindungan-Ku terhadapnya (Yusuf)."
Kemudian Allah bertanya lagi pada Nabi Yaakub a.s.,
"Tahukah kamu kenapa Yusuf Aku kembalikan padamu?"
"Tidak, ya Tuhanku," jawab Nabi Yaakub a.s.
"Juga karena kata-katamu, "Semoga Allah akan mengembalikan semua padaku". Dan karena kata-katamu, "Pergilah untuk mencari Yusuf dan adiknya dan janganlah kamu berputus asa."
Kata Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda:
"Yang paling awal diseru di hari kiamat adalah orang yang hafal Al Quran dan seorang yang syahid dalam peperangan serta seorang yang kaya."
Maka firman Allah kepada yang hafal Al Quran,
"Apakah Aku tidak mengajarmu? Mengajar Al Quran yang Aku turunkan kepada Rasul-Ku?"
Jawab orang itu, "Tentu saja ya Tuhanku."
Dan firman Allah, "Digunakan untuk apa ilmu yang kau miliki itu?"
Jawabnya, "Aku amalkan dan aku kaji siang dan malam."
Firman Tuhan, "Kamu dusta!"
Demikian pula para malaikat berkata, "Kamu dusta."
Firman Tuhan, "Sebenarnya Kamu hanya ingin menjadi seorang qari maka cukuplah pujian orang-orang itu sebagai ganjaranmu. Itulah bagianmu."
Sekarang giliran orang yang mati di dalam peperangan dihadapkan kepada Tuhan yang Maha Esa dan Tuhan berfirman,
"Apakah yang engkau telah lakukan di dunia?"
Jawabnya, "Saya diperintahkan ikut perang sabil, kemudian perintah itu saya jalankan sampai saya mati dalam peperangan itu."
Firman Allah: "Kamu dusta!"
Demikian pula para malaikat berkata, "Kamu dusta."
Firman Allah, "Sebetulnya kamu ingin dipuji sebagai seorang yang berani (pahlawan). Cukuplah pujian itu sebagai bagianmu."
Kemudian tibalah giliran orang kaya dihadapkan ke hadirat Allah SWT. Firman Allah,
"Apakah engkau tidak diberi kekayaan oleh-Ku? Sehingga engkau tidak memberikan kepada sesiapapun?"
Jawab orang kaya, "Tentu saja ya Tuhan, hamba telah diberi kekayaan olehMu."
Firman Tuhan,"Dipergunakan untuk apa kekayaan yang Aku berikan padamu itu?"
Jawabnya, "Saya pergunakan untuk bersilaturrahim dan bersedekah."
Firman Tuhan, "Kamu berdusta!"
Demikian pula para malaikat berkata, "Kamu berdusta."
Firman Tuhan, "Sebetulnya kamu ingin dipuji sebagai seorang yang pemurah. Pujian orang-orang itulah sebagai bagian untukmu."
"Kemudian Rasulullah menepuk lututku," kata Abu Hurairah dan Rasulullah bersabda, "Ya Abu Hurairah untuk merekalah Api Neraka pertama kali akan dinyalakan."
Dari Muaz, Rasulullah SAW bersabda :
"Puji syukur ke hadrat Allah SWT yang menghendaki agar makhluk-Nya menurut kehendak-Nya, wahai Muaz!"
Jawabku, "Ya, Sayidil Mursalin."
Sabda Rasulullah SAW, "Sekarang aku akan menceritakan sesuatu kepadamu yang apabila engkau hafalkan (diambil perhatian) olehmu akan berguna tetapi kalau engkau lupakan (tidak dipedulikan) olehmu maka kamu tidak akan mempunyai alasan di hadapan Allah kelak."
"Hai Muaz, Allah itu menciptakan tujuh malaikat sebelum Dia menciptakan langit dari bumi. Setiap langit ada satu malaikat yang menjaga pintu langit dan tiap-tiap pintu langit dijaga oleh malaikat penjaga pintu menurut ukuran pintu dan keagungannya."
"Maka malaikat yang memelihara amalan si hamba (malaikat hafazah) akan naik ke langit membawa amal itu ke langit pertama. Penjaga langit pertama akan berkata kepada malaikat Hafazah,"Saya penjaga tukang mengumpat. Lemparkan kembali amalan itu ke muka pemiliknya karena saya diperintahkan untuk tidak menerima amalan tukang mengumpat".
"Esoknya, naik lagi malaikat Hafazah membawa amalan si hamba. Di langit kedua penjaga pintunya berkata,"Lemparkan kembali amalan itu ke muka pemiliknya sebab dia beramal karena mengharapkan keduniaan. Allah memerintahkan supaya amalan itu ditahan jangan sampai lepas ke langit yang lain."
"Kemudian naik lagi malaikat Hafazah ke langit ketiga membawa amalan yang sungguh indah. Penjaga langit ketiga berkata, "Lemparkan kembali amalan itu ke muka pemiliknya karena dia seorang yang sombong."
Rasulullah SAW meneruskan sabdanya,
"Berikutnya malaikat Hafazah membawa lagi amalan si hamba ke langit keempat. Lalu penjaga langit itu berkata,"Lemparkan kembali amalan itu ke muka pemiliknya. Dia seorang yang ujub. Allah memerintahkan aku menahan amalan si ujub."
Seterusnya amalan si hamba yang lulus ke langit kelima dalam keadaan bercahaya-cahaya dengan jihad, haji, umrah dan lain-lain. Tetapi di pintu langit penjaganya berkata,"Itu adalah amalan tukang hasad. Dia sangat benci pada nikmat yang Allah berikan pada hamba-Nya. Dia tidak redha dengan kehendak Allah. Sebab itu Allah perintahkan amalannya dilemparkan kembali ke mukanya. Allah tidak terima amalan pendengki dan hasad."
Di langit keenam, penjaga pintu akan berkata,"Saya penjaga rahmat. Saya diperintahkan untuk melemparkan kembali amalan yang indah itu ke muka pemiliknya karena dia tidak pernah mengasihi orang lain. Kalau orang dapat musibah dia merasa senang. Sebab itu amalan itu jangan melintasi langit ini."
Malaikat Hafazah naik lagi membawa amalan si hamba yang dapat lepas hingga ke langit ketujuh. Cahayanya bagaikan kilat, suaranya bergemuruh. Di antara amalan itu ialah shalat, puasa, sedekah, jihad, warak dan lain-lain.
Tetapi penjaga pintu langit berkata,"Saya ini penjaga sum’ah (ingin kemasyhuran). Sesungguhnya si hamba ini ingin termasyhur dalam kelompoknya dan selalu ingin tinggi di saat berkumpul dengan kawan-kawan yang sebaya dan ingin mendapat pengaruh dari para pemimpin. Allah memerintahkan padaku agar amalan itu jangan melintasiku. Tiap-tiap amalan yang tidak bersih karena Allah maka itulah riya'. Allah tidak akan menerima dan mengabulkan orang-orang yang riya'."
Kemudian malaikat Hafazah itu naik lagi dengan membawa amal hamba yakni shalat, puasa, zakat, haji, umrah, akhlak yang baik dan mulia serta zikir pada Allah. Amalan itu diiringi malaikat ke langit ketujuh hingga melintasi hijab-hijab dan sampailah ke hadirat Allah SWT.
Semua malaikat berdiri di hadapan Allah dan semua menyaksikan amalan itu sebagai amalan soleh yang betul-betul ikhlas untuk Allah.
Tetapi firman Tuhan,"Hafazah sekalian, pencatat amal hamba-Ku, Aku adalah pemilik hatinya dan Aku lebih mengetahui apa yang dimaksudkan oleh hamba-Ku ini dengan amalannya. Dia tidak ikhlas pada-Ku dengan amalannya. Dia menipu orang lain, menipu kamu (malaikat Hafazah) tetapi tidak bisa menipu Aku. Aku adalah Maha Mengetahui."
"Aku melihat segala isi hati dan tidak akan terlindung bagi-Ku apa saja yang terlindung. Pengetahuan-Ku atas apa yang telah terjadi adalah sama dengan pengetahuan-Ku atas apa yang bakal terjadi."
"Pengetahuan-Ku atas orang yang terdahulu adalah sama dengan Pengetahuan-Ku atas orang-orang yang datang kemudian. Kalau begitu bagaimana hamba-Ku ini menipu Aku dengan amalannya ini?"
"Laknat-Ku tetap padanya."
Dan ketujuh-tujuh malaikat beserta 3000 malaikat yang mengiringinya pun berkata:
"Ya Tuhan, dengan demikian tetaplah laknat-Mu dan laknat kami sekalian bagi mereka."
Dan semua yang di langit turut berkata,"Tetaplah laknat Allah kepadanya dan laknat orang yang melaknat."
Sayidina Muaz (yang meriwayatkan hadist ini) kemudian menangis terisak-isak dan berkata, "Ya Rasulullah, bagaimana aku dapat selamat dari apa yang diceritakan ini?"
Sabda Rasulullah SAW, "Hai Muaz, ikutilah Nabimu dalam soal keyakinan."
Muaz bertanya kembali,"Ya, tuan ini Rasulullah sedangkan saya ini hanyalah si Muaz bin Jabal, bagaimana saya dapat selamat dan bisa lepas dari bahaya tersebut?"
Bersabda Rasulullah, "Ya begitulah, kalau dalam amalanmu ada kelalaian maka tahanlah lidahmu jangan sampai memburukkan orang lain. Ingatlah dirimu sendiri pun penuh dengan aib maka janganlah mengangkat diri dan menekan orang lain."
"Jangan riya' dengan amal supaya amal itu diketahui orang. Jangan termasuk orang yang mementingkan dunia dengan melupakan akhirat. Kamu jangan berbisik berdua ketika disebelahmu ada orang lain yang tidak diajak berbisik. Jangan takabur pada orang lain nanti luput amalanmu dunia dan akhirat dan jangan berkata kasar dalam suatu majlis dengan maksud supaya orang takut padamu, jangan mengungkit-ungkit apabila membuat kebaikan, jangan mengoyak perasaan orang lain dengan mulutmu, karena kelak engkau akan dikoyak-koyak oleh anjing-anjing neraka jahanam."
Sebagaimana firman Allah yang bermaksud,"Di neraka itu ada anjing-anjing yang mengoyak badan manusia."
Muaz berkata, "Ya Rasulullah, siapa yang tahan menanggung penderitaan semacam itu?"
Jawab Rasulullah SAW, "Muaz, yang kami ceritakan itu akan mudah bagi mereka yang dimudahkan oleh Allah SWT. Cukuplah untuk menghindari semua itu, kamu menyayangi orang lain sebagaimana kamu mengasihi dirimu sendiri dan benci bila sesuatu yang dibenci olehmu terjadi pada orang lain. Kalau begitu kamu akan selamat dan dirimu pasti akan terhindar dari api neraka."
Nabi SAW bersabda :
Allah SWT berfirman,"Sekurang-kurangnya tindakan-Ku terhadap seorang hamba yang lebih mengutamakan nafsunya dari berbuat taat kepada-Ku tidak Kuberi padanya kebahagiaan bermunajat kepada-Ku."
Sayidina Ali r.a. berkata :
"Dasar kekafiran itu dikelilingi oleh empat tiang yaitu kasar hati, buta fikiran, lalai dan prasangka. Orang berhati kasar akan menghina kebenaran, menunjukan kejahatan dan mengutuk orang-orang pandai."
"Buta hati, lupa zikrullah dan lalai akan menjauhkan diri dari ketetapan Allah, dan orang yang syak wasangka akan tertipu oleh angan-angan. Sampai akhirnya ia ditimpa kecewa dan sesal yang tidak berujung karena diperlihatkan oleh Allah hal-hal yang selama ini tidak difikirkannya."
Nabi SAW bersabda:
"Sekurang-kurangnya (hati) mu mesti berisi keyakinan dan keteguhan dalam bersabar. Siapa yang mendapatkan kedua hal itu, tidak mengapa baginya bila kadang-kadang lalai dalam mengerjakan shalat sunat di malam hari dan puasa sunat di siang hari."
"Orang-orang sabar dalam keadaan itu lebih disukai. Aku khawatir sepeninggalku dunia akan terbuka luas di depanmu, lalu masing-masing bersifat nafsi-nafsi, engkau-engkau, aku-aku dan kamu tidak kenal lagi penduduk langit. Di waktu itu siapa yang sabar dan ikhlas akan memenangkan pahala yang selengkapnya."
Firman Allah : Terjemahannya : Apa yang ada pada kamu akan habis dan apa yang di sisi Allah akan kekal dan akan Kami beri tambahan pahala pada orang-orang yang sabar dalam apa yang mereka lakukan. (An Nahl: 96)
Dalam atsar dari Ibnu Abbas menceritakan ketika Nabi masuk ke suatu perkumpulan kaum Ansar baginda bertanya :
"Apakah saudara-saudara telah betul-betul Mukmin?"
Umar lalu menjawab, "Benar ya Rasulullah."
Baginda bertanya lagi, "Apakah ciri-ciri iman, saudara-saudara?"
Hadirin menjawab, "Kami bersyukur atas kesenangan, bersabar atas cobaan dan redha menerima ketentuan Tuhan." Lalu Nabi bersabda, "Memang anda semua Mukmin sejati, demi Tuhan Kaabah."
Termaktub dalam sepucuk surat Khalifah Umar kepada Abu Musa Al Ashaari,
"Hadapilah sifat sabar dan ketahuilah bahwa sifat sabar itu dua macam, di mana yang satu lebih afdol dari yang lain. Sabar dalam musibah adalah sifat baik namun lebih afdal lagi sabar dalam menghindar larangan Allah SWT.
Ketahuilah bahwa sabar itu berhubungan dengan iman karena kebajikan yang paling utama adalah takwa dan takwa hanya dapat dicapai dengan sabar."
Nabi Sulaiman a.s. pernah dihukum Allah selama 40 hari
Semasa baginda dihukum, banyak orang berbuat kasar dengannya. Sebab itu saat Nabi Sulaiman a.s. bebas dan menjadi raja kembali, ada seorang umatnya datang meminta maaf pada Nabi Sulaiman a.s. Nabi Allah itu menjawab,"Aku tidak mengumpat tentang apa yang telah kamu lakukan dan tidak lupa pula memuji sikapmu sekarang. Sesungguhnya semua yang telah terjadi itu adalah perintah dari langit yang mesti terjadi."
13. Seorang ulama salaf berkata
"Setiap seorang hamba berbuat dosa, bumi tempat ia berdiri meminta keizinan Tuhan untuk membenamkannya dan langit yang di atas kepalanya memohon izin untuk gugur menimpanya."Tetapi Tuhan berfirman pada langit dan bumi itu,
"Tahanlah bahaya untuk hamba-Ku itu dan beri dia waktu. Mungkin dia bertaubat pada-Ku lalu Aku ampunkan dan mungkin saja dia menggantikan kerja buruknya dengan amalan yang baik lalu Aku gantikan dosanya dengan pahala."
Itulah yang dimaksudkan dengan firman Allah :
Terjemahannya : Sesungguhnya Allah menahan langit dan bumi dari terjatuh dan kalau keduanya terjatuh tiada seorang pun yang akan bisa menahan selain Dia. (Faathir : 41)
Rasulullah SAW bersabda :
"Ya Tuhanku, karuniakanlah aku dua mata yang berlinang meneteskan air mata sebelum datang saat di mana mata menetiskan darah dan gigi menjadi bara."
Ummul Mukminin Sayidatina Aisyah bertanya kepada Nabi SAW :
Wahai Rasulullah, "Apakah ada umatmu yang nanti dapat masuk syurga tanpa hisab?"
Jawab baginda,"Ada, yaitu orang yang mengenang dosanya lalu dia menangis."
Yahaya bin Muaz r.a berkata,
"Malang sekali nasib keturunan Nabi Adam a.s. Kalau mereka mencemaskan Neraka seperti mencemaskan kemiskinan tentulah dia akan masuk Syurga."
2 komentar:
yeezy
nike lebron 16
moncler coat
air jordan
hermes handbags
adidas yeezy
yeezy boost 350 v2
russell westbrook shoes
golden goose
kyrie 7 shoes
n4c64a7g02 j1v55z0r27 f4q54y7a11 m0c75d5p03 r9w15n2u75 a2w76n0n74
Posting Komentar