Asysyam
“Sesungguhnya berbahagialah orang yang mensuciikan jiwanya, dan sungguh merugilah orang yang mengotori jiwanya”
Sabtu, 05 Maret 2011
CINTA KARENA ALLAH
Mari kita bahas cinta karena Allah sebagai konsekuensi cinta kepada Allah. Jelas ya bedanya?? Yang satu alasannya adalah Allah, sedangkan yang satunya objek cintanya adalah Allah. Cinta kepada Allah memiliki bahasan yang berbeda karena cinta itu adalah cinta agung yang berbeda dimensinya dengan cinta antar makhluk.
Nah, yang akan kita coba ketengahkan adalah cinta yang karena Allah. Artinya, cinta ini adalah dimensi antarmakhluk yang sempat disebut tadi.
Cinta mengenal keinginan memiliki.
Inilah yang membuat seorang ibu merasa kehilangan saat anaknya mulai meninggalkan rumahnya untuk hidup yang baru. Ini juga yang membuat seorang istri cemburu dan curiga saat suaminya pulang tidak tepat waktu. Ini jugalah yang membuat seseorang iri saat melihat tetangganya berkelebihan sesuatu (yang dicintai) daripada dirinya. Begitulah cinta meminta kehadiran dan perhatian objek cintanya.
Maka, cinta seorang mukmin yang karena Allah juga mengenal keinginan memiliki, bahkan bukan hanya di dunia melainkan juga di akhirat. Mungkin teman-teman pernah mendengar cemburu yang lain?? Yaitu, saat sang pecinta tidak rela dengan perilaku maksiat yang dicintainya. Itu juga merupakan bagian dari cinta yang berkeinginan meski memiliki dengan standar berbeda dengan cinta biasa^^.
Cinta karena Allah akan mengantarkan keselamatan bagi pecinta dan yang dicintainya. Orientasi mereka adalah sama: apa yang terbaik dariNya! Cinta ini membuat pecinta ikhlas melepas yang dicintainya karena ia yakin bahwa akan ada sua yang indah milik mereka (pecinta dan dicinta) di sisiNya. Inilah yang membuat seorang Khansa dan wanita luar biasa sejenisnya begitu gembira mendengar kematian keempat puteranya di medan jihad qital.
Cinta memiliki landasan nilai.
Karena itu, jika yang dicintainya tidak sesuai dengan landasan nilai, pecinta akan berusaha untuk membuatnya tidak jauh dari landasan nilai itu. Contohnya adalah orang tua yang berharap anaknya sukses dengan pendidikan tinggi, pekerjaan layak, atau berprestasi dalam suatu hal. Contoh lainnya misal suami yang ingin agar istrinya tampil cantik dan pintar saat menghadiri undangan kantor, dsb.
Maka, cinta seorang mukmin yang karena Allah juga memiliki landasan nilai: apa yang diridhaiNya adalah segalanya. Jika Dia telah menetapkan aturan agar tidak mengikuti bisikan jiwa yang buta, melarang berdua-duaan untuk non mahram, dan menghindari zina, maka pecinta akan memelihara agar cintanya tidak akan terjerumus ke luar koridor yang telah Dia tentukan. Bagi sang pecinta ini, cinta Allah lebih utama untuk dijaga di dalam hati daripada sekedar cinta dari yang dicintainya.
Cinta karena Allah membuat cinta yang tidak diridhaiNya tertolak! Mukmin yang dikuasai rasa cinta ini akan menjadikan aturannya di atas segalanya. Dia akan beredar di dunia bersama nilai ini sebagai prinsip hidupnya. Dia tak mempertanyakan urgensi apalagi meremehkannya dengan kesombongan. Sang pecinta akan berhati-hati agar cintanya kepada yang dicintainya tidak lebih dari cintanya kepada Allah dan kebijakan (aturan)-Nya.
Cinta perlu pembuktian.
Bukti cinta itu beragam, tetapi inti pengorbanan yang dilakukan sang pecinta adalah untuk kebaikan yang diyakini sang pecinta untuk yang dicintainya. Dia akan berusaha agar yang dicintai tidak kekurangan cintanya. Kadang cinta ini membuat yang dicintainya tak tahu apa saja yang sudah dilakukan oleh orang yang mencintainya. Beberapa orang menyebutkannya dengan ketulusan atau tanpa pamrih.
Maka, cinta seorang mukmin yang karena Allah juga perlu pembuktian dengan ujian-ujian yang tak ringan: benarkah cinta ini karena Allah?? Atau hanya sekedar nafsu?? Jika cinta ini muncul di hati seorang mukmin, ia akan berkorban dengan semua yang dimilikinya. Ia rela dibenci sesaat, dihina sesaat, dimusuhi sesaat, diperlakukan tidak baik sesaat (ya karena dunia hanya sebentuk fana) untuk keselamatan yang dicintainya.
Cinta karena Allah menuntun pecinta mengorbankan apa yang ia miliki agar yang dicintainya itu sesuai tuntunan jalan Allah jua. Cinta inilah yang membuat para da’i yang tulus terenggut rasa kantuknya dan tidak memikirkan dirinya lebih banyak daripada kondisi ummat di masanya. Bahkan, lebih jauh lagi, cinta inilah yang membuat para syuhada yang ikhlas itu rela merasakan sakaratul maut berkali-kali karena keindahan balasan yang disertai ‘ainul yaqin.
Pendek kata, Cinta yang karena Allah itu hanya mengharapkan apa yang terbaik di sisi Allah (mardhatillah dan jannahNya), dengan cara yang diridhai Allah, dan memiliki tujuan cinta terakhir hanyalah Allah, mendambakan cinta yang lillah, billah, ilallah…
Bukan pernyataan yang sederhana mengucapkan: “cinta karena Allah”. Akan tetapi, harus karena apa lagi seorang mukmin mencintai mukmin yang lain jika bukan karena Allah??
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar