Sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu. Dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya (QS Asy-Syams [91]:9-10)
Setiap manusia tentulah sangat menyukai dan merindukan keindahan. Banyak orang menganggap keindahan adalah pangkal dari segala puji dan harga. Tidak usah heran kalau banyak orang memburunya. Ada orang yang berani pergi beratus bahkan beribu kilometer semata-mata untuk mencari suasana pemandangan yang indah. Banyak orang rela membuang waktu untuk berlatih mengolah jasmani setiap saat karena sangat ingin memiliki tubuh yang indah. Tak sedikit orang berani membelanjakan uangnya berjuta bahkan bermilyar rupiah karena sangat rindu memiliki rumah atau kendaraan mewah.
Akan tetapi apa yang terjadi? Tak jarang kita menyaksikan betapa terhadap orang-orang yang memiliki pakaian dan penampilan yang mahal dan indah, yang datang ternyata bukan penghargaan, melainkan justru penghinaan. Ada juga orang yang memiliki rumah megah dan mewah, tetapi bukannya mendapatkan pujian, melainkan malah cibiran dan cacian. Mengapa keindahan yang tadinya disangka akan mengangkat derajat kemuliaan malah sebailknya, menggelincirkan pemiliknya ke dalam jurang kehinaan? Jawabnya, karena sebagian besar orang terpesona hanya terhadap keindahan lahir belaka.
Padahal ketahuilah, sesungguhnya ada satu keindahan yang kalu dimiliki, meski sesederhana apapun harta yang digenggam dan serendah apapun kedudukan yang diemban, niscaya kita akan menjadi orang yang benar-benar bermutu, berharga, dan terpuji. Banyak orang mengurus keindahan lahir, padahal kunci keindahan yang sesungguhnya adalah jika seseorang merawat serta memperhatikan kecantikan dan keindahan hati. Inilah pangkal kemuliaan yang sebenarnya.
Rasulullah saw pakaiannya tidak bertabur bintang penghargaan, tanda jasa, dan pangkat. Akan tetapi, demi Allah sampai saat ini tidak pernah berkurang kemuliaanya. Rasulullah tidak menggunakan singgasana dari emas yang gemerlap ataupun memiliki rumah yang megah dan indah. Namun demikian, sampai detik ini sama sekail tidak pernah luntur pujian dan penghargaan terhadapnya. Apakah rahasiannya? Ternyata semua itu dikarenakan Rasulullah adalah orang yang sangat menjaga mutu keindahan dan kesucian hatinya.
Rasulullah saw bersabda, “ingatlah, dalam tubuh manusia itu ada segumpal daging. Kalu segumpal daging itu baik, maka akan baiklah seluruh tubuhnya. Bila rusak, niscaya akan rusak pula seluruh tubuhnya. Segumpal daging itu bernama kalbu!“ (HR Bukhari dan Muslim).
Boleh saja kita memakai segala apa pun yang indah-indah. Namun demikian, kalau tidak memiliki hati yang indah, kita tidak akan pernah ada keindahan yang sebenarnya. Karenanya, hendaknya jangan terpedaya oleh keindahan dunia. Lihatlah, begitu banyak wanita malang yang tidak mengenal moral dan harga diri. Mereka pun tidak kalah indah dan molek wajah, tubuh, ataupun penampilannya. Kendatipun begitu, mereka tetap diberi oleh Allah aneka aksesoris duniawi yang indah dan melimpah.
Ternyata segala asesoris duniawi dan kemewahan itu bukanlah tenaga kemuliaan yang sesungguhnya, karena orang-orang yang rusak dan durjana sekalipun diberi aneka kemewahan yang melimpah ruah oleh Allah. Kunci bagi orang-orang yang ingin sukses, yang ingin benar-benar merasakan lezat dan mulianya hidup, adalah orang yang sangat memelihara serta merawat keindahan dan kesucian kalbunya.
Imam al –Ghazali menggolongkan hati ke dalam tiga golongan, yakni hati yang sehat (qalbun shahih), hati yang sakit (qalbun maridh), dan hati yang mati (qalbun mayyit).
Seseorang yang memiliki hati sehat tak ubahnya memiliki tubuh yang sehat. Ia akan befungsi optimal. Ia akan mampu memilih dan memilah setiap rencana atas suatu tindakan, sehingga setiap ang akan diperbuatnya benar-benar sudah melewati perhitungan yang jitu berdasarkan hati nurani yang bersih.
Orang yang paling beruntung karena memiliki hati yang sehat adalah orang yang dapat mengenal Allah Azza wa Jalla dengan baik. Semakin cemerlang hatinya, maka akan semakin mengenal Dia, Penguasa jagat raya alam semesta ini. Ia akan memiliki mutu pribadi yang begitu hebat dan mempesona. Tidak akan pernah menjadi ujub dan takabur ketika mendapatkan sesuatu, namun sebaliknya akan menjadi orang yang tersungkur bersujud. Semakin tinggi pangkatnya, akan membuatnya semakin rendah hati. Kian melimpah hartanya, ia akan kian dermawan. Semua itu dikarenakan ia menyadari, bahwa semua yang ada adalah titipan Allah semata. Tidak dinafkahkan di jalan Allah, pasti Allah akan mengambilnya kembali jika Dia kehendaki.
Semakin bersih hati, hidupnya selalu akan diselimuti rasa syukur. Dikaruniai apa saja, kendati sedikit, ia tiadak akan habis-habisnya meyakini bahwa semua ini adalah titipan Allah semata, sehingga amat jauh dari sikap ujub dan takabur. Persis seperti ucapan yang terlontar dari lisan Nabi Sulaiman as tatkala dirinya dianugerahi Allah berbagai kelebihan, “Haadzaa min fadhli Rabbii, liyabluwanii a-asykuru am akfuru” (QS an Naml [27]; 40). Ini termasuk karunia Tuhanku, untuk mengujiku apakah aku mampu bersyukur atau kufur atas nikmat-Nya.
Suatu saat Allah akan menimpakan ujian dan bala. Bagi orang yang hatinya bersih, semua itu tidak kalah terasa nikmatnya. Ujian dan persoalan yang menimpa justru benar-benar akan membuatnya kian merasakan indahnya hidup ini. Karena, orang yang mengenal Allah dengan baik berkat hati yang bersih, akan merasa yakin bahwa ujian adalah salah satu perangkat kasih sayang Allah, yang membuat seseorang semakin bermutu.
Dengan persoalan akan menjadikannya semakin bertambah ilmu. Dengan persoalan akan bertambah ganjaran. Dengan persoalan pula derajat kemuliaan seorang hamba Allah akan bertambah naik, sehingga ia tidak akan pernah resah, kecewa, dan berkeluh kesah karena menyadari bahwa persoaan merupakan bagian yang haru dinikmati dalam hidup ini.
Oleh karenanya, tidak usah heran orang yang hatinya bersih, ditimpa apa pun dalam hidp ini, sungguh bagaikan air di relung lautan yang dalam. Tidak akan pernah terguncang walaupun ombak badai saling menerjang. Ibarat karang yang tegar, dihantam ombak sedasyat apapun tidak akan roboh terkapar tidak ada putus asa, tidak ada keluh kesah berkepanjangan. Yang ada hanya kejernihan dan keindahan hati. Ia amat yakin dengan janji Allah, ‘Laa yukallifullahu nafsan illaa wus’ahaa” (QS al-Baqarah [2]:286). Allah tidak akan membebani seseorang, kecuali sesuai dengan kesanggupannya. Pasti semua yang menimpa sudah diukur oleh-Nya. Maha Suci Allah dari perbuatan zalim kepada hamba-hamba Nya.
Ia sangat yakin bahwa hujan pasti berhenti. Badai pasti berlalu. Malam pasti bergnti menjadi siang. Tidak ada satu pun ujian yang menimpa, kecuali pasti akan ada titik akhirnya. Ia tidak berubah bagai intan yang akan tetap berkilau walaupun dihantam dengan apapun jua.
Memang luar biasa orang yang memiliki hati yang bersih. Nikmat datang tak pernah membuatnya lali dari bersyukur, sementara sekalipun musibah yang menerjang, sama sekali tidak akan pernah mengurangi keyakinan akan curahan kasih sayang-Nya. Semua itu dikarenakan ia bisa menyelami sesuatu secara lebih dalam atas musibah yang menimpa dirinya, sehingga tergapailah sang mutiara hikmah.
Subhanallah, sungguh teramat beruntung siapapun yang senantiasa berikhtiar dengan sekuat-kuatnya untuk memperindah kalbunya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar