Asysyam

“Sesungguhnya berbahagialah orang yang mensuciikan jiwanya, dan sungguh merugilah orang yang mengotori jiwanya”

Jumat, 01 Oktober 2010

Siapa itu Al Quran


Al-Quran memiliki beberapa kegunaan pada saat yang sama. Di antaranya, sebagai mukjizat sepanjang masa yang mengoyak segala keraguan akan kenabian Muhammad SAW. “Dan jika kamu dalam keraguan tentang al- Quran yang Kami wahyu­kan kepada hamba Kami (Muhammad), buatlah satu surat (saja) yang semisal al-Quran itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang jujur.” (QS. Al-Baqarah: 23)
“Katakanlah: “Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa al-Quran ini, niscaya mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengan dia, sekalipun sebagian mereka menjadi pembantu bagi sebagian yang lain.” (QS. Al-Isra’:88)

“Bahkan mereka mengatakan: “Muhammad telah membuat-buat al-Quran itu”, Katakanlah: “(Kalau demikian), maka datangkanlah sepuluh surat-surat yang dibuat-buat yang menyamainya dan panggillah orang-orang yang kamu sanggup (memanggilnya) selain Allah, jika kamu memang orang-orang yang benar. Jika mereka yang kamu seru itu tidak menerima seruanmu (ajakanmu) itu maka ketahuilah, sesungguhnya al-Quran itu diturunkan dengan ilmu Allah, dan bahwasanya tidak ada Tuhan selain Dia, maka maukah kamu berserah diri (kepada Allah)?” (QS. Hud: 13-14)
Di samping itu, al-Quran adalah penyembuh dan penawar bagi derita dan penyakit. “Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman.” (QS. Yunus:57)
“Dan Kami turunkan dari al-Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan al-Quran itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian.” (QS. Al-Isra’: 82)
“Dan jikalau Kami jadikan al-Quran itu suatu bacaan dalam bahasa selain Arab, tentulah mereka mengatakan: “Mengapa tidak dijelaskan ayat-ayatnya?” Apakah (patut al-Quran) dalam bahasa asing sedang rasul (adalah orang) Arab? Katakanlah: “al-Quran itu adalah petunjuk dan penawar bagi orang-orang mukmin. Dan orang-orang yang tidak beriman pada telinga mereka ada sumbatan, sedang al-Quran itu suatu kegelapan bagi mereka. Mereka itu adalah (seperti) yang dipanggil dari tempat yang jauh.” (QS. Fushshilat: 44)
Tetapi tentu kegunaan perdana al-Quran, sesuai dengan statusnya dalam menjawab persoalan utama manusia, adalah sebagai petunjuk bagi muttaqin dan mu’minin.
“Alif laam miin. Kitab (al-Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa, (yaitu) mereka yang beriman kepada Yang Gaib (Allah), yang mendirikan shalat, dan menafkahkan sebahagian rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka. dan mereka yang beriman kepada Kitab (al-Quran) yang telah diturunkan kepadamu dan Kitab-kitab yang telah diturunkan sebelum mu, serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat.” (QS. Al-Baqarah: 1-4)
Hanya saja ada masalah yang harus dituntaskan menyangkut kegunaan utama al-Quran itu. Sebagai pemandu dan mercu suar hidayah, mengapa ayat-ayat al-Quran mesti diklasifikasi menjadi dua kategori muhkam dan mutasyabih?
“Dialah yang menurunkan al-Kitab (al-Quran) kepada kamu. Di antara (isi) nya ada ayat-ayat yang muhkam, itulah pokok isi al-Quran dan yang lain (ayat-ayat) mutasyaabih. Adapun orang-orang yang dalam hatinya, maka mereka mengikuti sebahagian ayat-ayat yang mutasyabih darinya untuk menimbulkan fitnah untuk mencari-cari ta’wilnya. Padahal tidak ada yang mengetahui ta’wilnya melainkan Allah dan orang-orang yang mendalam ilmunya. Mereka berkata: “Kami beriman. semuanya itu dari sisi Tuhan kami.” Dan tidak dapat mengambil peringatan (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal.” (QS. Ali Imran: 7)
“Dan orang-orang yang beriman berkata: “Mengapa tiada diturunkan suatu surat?” Maka apabila diturunkan suatu surat yang muhkam dan disebutkan di dalamnya (perintah) perang, kamu lihat orang-orang yang ada penyakit di dalam hatinya memandang kepadamu seperti pandangan orang yang pingsan karena takut mati, dan kecelakaanlah bagi mereka.” (QS. Muhammad: 20)
Ayat-ayat muhkam, sebagaimana disebutkan oleh al-Quran sendiri, adalah pokok dari al-Quran dan merupakan pen­jelas bagi ayat-ayat mutasyabih. Dengan sejumlah contoh mungkin akan menjadi jelas dua jenis ayat al-Quran tersebut. Misal ayat mutasyabih adalah seperti:
“Tuhan Yang Maha Pemurah bersemayam di atas ‘Arsy.” (QS. Thahaa: 5) Ayat di atas adalah ayat mutasyabih. Karena, menurut Allamah Thabathaba’i, pengarang Al-Mizan, kitab tafsir unggulan yang kontemporer dan multidimensional, apa yang nampak dari ayat ini tidak memberi makna yang jelas bagi pembaca. Kita tidak dapat memamahi maksud dari ‘Tuhan bersemayam di atas ‘Arsy’. Tetapi saat kita merujuk ke ayat:
“(Dia) Pencipta langit dan bumi. Dia menjadikan bagi kamu dari jenis kamu sendiri pasangan-pasangan dan dari jenis binatang ternak pasangan- pasangan (pula), dijadikan-Nya kamu berkembang biak dengan jalan itu. Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah yang Maha Mendengar dan Melihat.” (QS. Asa-Syuuraa: 11)
Menjadi jelas bahwa makna bersemayam bukanlah seperti makhluk-makhluk bersandar pada kursi. Istiwa’ pada ‘Arsy bermakna kekuasaan dan hegemoni atas segenap makhluk. Atau seperti ayat:
“Wajah-wajah (orang-orang mukmin) pada hari itu berseri-seri. Kepada Tuhannyalah mereka melihat.” (QS. Al-Qiyaamah: 22-23)
Yang ketika seorang memandangnya untuk pertama kali, ia akan mengira bahwa Tuhan seperti benda-benda yang dapat dilihat. Tetapi saat menyandingkan ayat ini dengan:
“Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat segala yang kelihatan; dan Dialah Yang Maha Halus lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-An’aam:103)
Menjadi  terang bahwa maksud dari ayat pertama ‘kepada Tuhannyalah mereka melihat’ bukan dengan mata kepala yang lazim digunakan untuk menginderai benda-benda.
Thabathaba’i menjelaskan bahwa dengan mengembalikan ayat-ayat mutasyabih kepada yang muhkam, pada hakikatnya semua ayat al-Qur’an adalah muhkam. Sehingga tidak benar jika seba­gian kalangan meyakini bahwa terdapat ayat-ayat yang pengetahuannya hanya di­miliki Allah, sementara manusia tidak da­pat memahami apapun dari ayat-ayat itu. Sebab adanya ayat-ayat yang ‘tidak jelas maksudnya di dalam al-Quran bagi manu­sia’ tidak searah dengan status al-Quran sebagai kitab hidayah bagi orang-orang beriman. Kalau hanya Allah yang bisa me­mahami maksud sebagian ayat, akan hi­lang alasan ayat-ayat itu diturunkan. Me­mang benar ada pengetahun yang ‘mono­poli’ Allah semata seperti waktu datang­nya Hari Kiamat dan tentang ukuran ajal seseorang, tetapi tidak benar jika pengetahuan tentang ayat-ayat al-Quran hendak dimasukkan ke dalam kategori itu.
“Alif laam raa, (inilah) suatu kitab yang ayat-ayatnya dimuhkamkan kemu­dian dijelaskan secara terperinci, yang diturunkan dari sisi (Allah) Yang Maha Bijaksana lagi Maha Tahu.” (QS. Hud: 1)
Berbagai penjelasan diberikan oleh para mufassir untuk menjustifikasi ada­nya dua kategori ayat tersebut. Yang juga mungkin dikatakan di sini, bahwa adanya dua kategori ayat ini mengingat­kan kita bahwa al-Quran bukan sebuah kitab yang berdiri sendiri. Harus ada pihak yang ‘authorized’ dari ‘atas’ untuk menjamah segenap yang dicakup al-Quran dan memberikannya kepada manusia sepanjang zaman sesuai dengan kebutuhan mereka.
“Maka Aku bersumpah dengan waktu bintang-bintang. Sesungguhnya sumpah itu adalah sumpah yang besar kalau kamu mengetahui. Sesungguhnya al-Quran ini adalah bacaan yang sangat mulia, pada kitab yang terpelihara (Lauhul Mahfuzh), tidak menjamahnya kecuali orang-orang yang disucikan. Diturunkan dari Tuhan semesta alam.” (Qs. Al-Waaqi’ah: 75-80)
Tentu, al-Quran mengandung penge­tahuan terinci tentang segala sesuatu.
“Dan ingatlah) akan hari (ketika) Kami bangkitkan pada tiap-tiap umat seorang saksi atas mereka dari mereka sendiri dan Kami datangkan kamu (Muhammad) menjadi saksi atas seluruh umat manusia. Dan Kami turunkan kepadamu al-Kitab (al-Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.” (QS. An-Nahl: 89)
Tetapi itu tidak terjadi sekaligus bagi setiap orang. Untuk dapat menjelaskan segalanya, seiring dengan perkembangan umat manusia, al-Quran perlu waktu dan orang-orang yang disucikan. Mungkin ‘orang-orang yang disucikan’ dan orang-orang yang mendalam ilmunya’ adalah versi berbeda dari golongan yang sama.  ibrahim

Tidak ada komentar:

Cari Blog Ini