Sahabat yang bijak,
Ketenangan adalah sebuah pencapaian yang mahal, walaupun sebenarnya bagi sebagian orang, mencapai derajat ketenangan ini adalah sederhana saja. Sebagian orang lebih sibuk mengejar kesuksesan dibandingkan dengan ketenangan. Sebagian orang harus mencapai derajat sukses dahulu baru merasakan ketenangan, tapi sebagian yang lain meyakini bahwa ketenangan itulah yang mencerminkan kesuksesannya.
Itu sebabnya, ada dua kategori ketenangan. Yang pertama adalah Ketenangan Relatif (KR), yang kedua adalah Ketenangan Absolut (KA). Nah apa bedanya?
Ketenangan Relatif adalah ketenangan yang hadir disebabkan Anda telah terpenuhi keinginan dan atau kebutuhan Anda terhadap unsur kebandaan dan kemakhlukan. Ketenangan Relatif adalah ketika Anda menjadi tenang dan bahagia setelah Anda mendapatkan kesuksesan yang Anda incar. Ketenangan Relatif bersifat sementara dan duniawi, sebab memang yang bernuansa duniawi itu hanya memberikan ketenangan yang sementara, karena begitulah karakter dunia.
Sedangkan Ketenangan Absolut adalah ketenangan yang hadir hanya karena terjadinya ikatan yang kuat kepada Allah SWT. Inilah orang-orang yang disebut sebagai NAFS MUTHMAINNAH, yaitu orang-orang yang jiwanya tenang. Bukan tenang karena tidak memiliki masalah, tapi tenang karena tidak terikat dengan masalah yang ada, melainkan hanya terikat kepada ALLAH SWT.
“Maka pada hari itu tiada seorangpun yang men-SIKSA seperti siksa-Nya. Dan tiada seorangpun yang mengIKAT seperti IKATan-Nya. Hai jiwa yang TENANG. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jama'ah hamba-hamba-Ku, masuklah ke dalam syurga-Ku. (Q.S. 89:25-30)”
Orang yang mendapatkan Ketenangan Absolut adalah orang yang hatinya hanya terIKAT kepada ALLAH SWT, sehingga ia berhak dipanggil-Nya dengan sebutan “HAI JIWA YANG TENANG”. Sedangkan orang yang ter-SIKSA adalah orang yang lepas ikatannya dari ALLAH SWT, padahal di akhirat kelak hanya ALLAH lah yang akan mengikat mereka. Namun sangat disayangkan ikatan ALLAH kepada mereka adalah berupa azab yang pedih.
Nah, ketika seseorang terikat dengan dunia, maka ia sedang melepaskan diri dari ikatan Allah SWT, padahal ikatan ALLAH sangatlah kuat sehingga tak kan mungkin ia berlepas diri dari ikatanNya. Allah hanya “mengistidraj” mereka dengan seolah-olah merestui kesenangan yang tengah mereka lakukan. Dalam Al-Quran surat Al-Hijr ayat 39 diistilahkan dengan “Mereka memandang baik kemakisiatan (keburukan) yang sedang mereka lakukan”.
Sahabat yang kuat...
Keterikatan seseorang kepada dunia hanya akan membuat perasaan terSIKSA akan rutin hadir kepada dirinya. Biasanya keterikatan itu berupa “rasa memiliki” dan “rasa menginginkan yang kuat”. Itu sebabnya, seseorang yang merasa memiliki sesuatu, baik itu harta benda ataukah wanita yang dicintainya, maka ketika yang dimilikinya itu rusak atau hilang, maka terSIKSAlah ia. Padahal cukup hadirkan perasaan memiliki ALLAH saja, sebab ALLAH tak mungkin rusak dan tak mungkin hilang, malahan ALLAH lah yang membuat hidup kita sejati dalam ketenangan dan kebahagiaan.
Perasaan tersiksa karena kehilangan hanya hadir kepada orang yang pernah merasa memiliki. Kita tak mungkin kehilangan sesuatu jika kita tidak memiliki sesuatu, dan memang sejatinya kita tidak memiliki apapun, sebab semua adalah milik ALLAH, semua hanyalah titipan dariNya yang tidak boleh kita akui menjadi milik pribadi kita.
Begitu pun kegelisahan akan hadir kepada orang yang terikat dengan keinginannya, dengan impiannya, yakni disebutkan oleh Nabi dengan istilah orang yang panjang angan (Tuulul ‘Amaal). Dan jika kita terikat dengan impian kita maka ketenangan absolut akan semakin menjauh dari diri kita. Na’uudzubillahi min dzaalik..
Qulhuwallaahu ahad, Allaahush shomad.
Wallahu alam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar