Asysyam

“Sesungguhnya berbahagialah orang yang mensuciikan jiwanya, dan sungguh merugilah orang yang mengotori jiwanya”

Senin, 03 Januari 2011

Waktu dan Kosmologi

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ
Kosmologi dan Waktu
Kosmologi merupakan ilmu yang mempelajari alam semesta, kosmos. Kata kosmos sendiri telah digunakan sejak jaman Yunani kuno, berbicara tentang metafisika yang berarti ‘harmoni’ atau ‘keteraturan’. Lawan dari acak atau kekacauan. Teori Yunani kuno tentang penciptaan menyatakan bahwa kekacauan tidak memiliki bentuk. Dan ‘waktu’ merupakan hal mendasar yang perlu dipahami oleh setiap filsuf dan kosmolog; bahwa sebenarnya segala sesuatu yang ada tidak sebenar ada, namun hanya merupakan serangkaian waktu demi waktu. Setiap orang merasakan waktu, namun kebanyakan tidak benar-benar pernah bertanya tentang hakikat dan kepentingan waktu, hal itu lebih dikarenakan setiap orang sudah biasa melakukan hal rutin dari waktu ke waktu, dengan begitu banyaknya pekerjaan. Bagaimanapun, memang sulit untuk memahami falsafah waktu dan karakteristiknya.
1. Pemikiran Awal Tentang Model-model Waktu
Permulaan abad ke-20, para ilmuwan Arab dan beberapa penterjemah aneka bahasa mulai memperkenalkan astronomi kepada Eropa, sebagaimana yang berkembang dalam peradaban islam. Dalam peradaban islam, astronomi merupakan ilmu yang sangat penting. Kebanyakan ilmunya diperoleh dari Ptolemeus dan Aristoteles dengan model geosentris (bumi sebagai pusat tata surya). Namun ternyata, Gereja Katolik juga pernah mempergunakan astronomi berdasarkan konsep Ptolemeus dan Aristoteles sebagai dasar dari keberagamaan mereka. Copernicus sendiri (1473 – 1544) menjelaskan model heliosentrisnya dalam buku “On the Revolutions of the Heavenly Orbs” yang terbit setahun sebelum meninggalnya pada tahun 1543, “Matahari dan bintang-bintang yang lain tidak bergerak , sementara bumi dan planet-planet bergerak berputar mengelilingi matahari sebagai pusat tata surya.”
Pada tahun 1609, ketika Galileo menemukan teleskop, model geosentris Ptolemeus dan Aristoteles menjadi lemah, dan penemuan Galileo (pada tahun yang sama) mendukung teori heliosentrisnya Copernicus tentang pergerakan bumi dan planet-planet mengelilingi matahari. Pun pembuktian dari Johannes Keppler dengan tiga formulasi matematikanya yang menjelaskan tentang revolusi planet (mengelilingi matahari). Begitu juga pada tahun1687, kembali teori heliosentris terbukti kebenarannya; seorang Isaac Newton dalam buku “Philosophiae Naturalis Principia Mathematica” menjelaskan dalam temuan teori gravitasinya: bagaimana tubuh kita bergerak dalam tempat dan waktu.
Prinsip mekanika Newton sebenarnya cukup memiliki kahandalan untuk diaplikasikan dalam teori sistem tata surya, namun sebagai sebuah teori kosmologi, adalah suatu kesalahan fatal untuk menjelaskan pergerakan perputaran bumi dan planet-planet mengelilingi matahari. Apakah nanti malah akhirnya memiliki kesimpulan yang sama seperti pemikiran Aristoteles? Beliau mengatakan bahwa bintang-bintang tetap, diam, berkedudukan tetap dan jagat raya di luar sistem tata surya juga diam, tidak mengalami pergerakan apapun. Meskipun dinamika alam semesta lebih gampang diprediksi berdasarkan teori gravitasi Newton, keyakinan tentang statiknya alam semesta dari Aristoteles telah begitu melekat dengan dalam dan begitu kuat… hingga 3 abad setelah kemunculan Newton.
Pada tahun 1718, Edmund Halley membandingkan hasil penemuan dari para astronom Babilonia dan astronom pada jaman dahulu kala. Beliau menemukan, bahwa posisi beberapa bintang tidak tetap, mengalami pergerakan, terlihat dari pergerakan sejak ribuan tahun lalu. Beberapa bintang terlihat lebih kecil, itu dikarenakan kedudukannya menjauh dari bumi. Hubble juga mengatakan hal yang sama, “Beberapa bintang yang kita lihat bisa jadi tadinya berasal dari galaxy yang lain dekat dengan bumi, meskipun mereka terlihat sangat kecil, itu dikarenakan begitu jauh.”
Teori Aristoteles tentang gerak alam semesta yang statis, ternyata semakin dipersalahkan oleh Hubble. Namun, Stephen Hawking dalam buku best sellernya, malah menuliskan, “Bahkan Eisntein, dengan formulasi teori relativitasnya (1915) begitu yakin bahwa alam semesta tidak bergerak. Keadaan kosmos tetap selamanya.”
Namun bukan ilmuwan namanya jika cepat puas dan menghentikan pencariannya karena sudah merasa paling benar; Einstein, pun segera menyadari kesalahan fatalnya.
Bagaimana pandangan Muhyiiddiin Ibn ‘Arabi?
Muhyiiddiin Ibn ‘Arabi, telah berabad-abad lamanya menyatakan bahwa bintang-bintang tidak mungkin memiliki kedudukan/ manzilah yang tetap, bahkan dalam bukunya “futuuhaat al-makiyyah”, sang syekh menjelaskan pergerakan bintang-bintang dengan angka-angka kecepatan tiap bintang bergerak dengan begitu presisinya.
Kosmologi Modern
Sejak munculnya teori dan pembuktian kebenaran teori Copernicus, pandangan manusia tentang kosmos semakin meluas dan lebih akurat. Kita kembali pada tahun 1924, manakala Edwin Hubble menunjukkan bahwa galaxy kita bukanlah satu-satunya galaxy yang ada di dunia ini; banyak bintang-bintang yang terlihat berupa titik-titik terang sangat kecil, yang ternyata merupakan bintang dari galaxy lain, dan lebih besar daripada galaxy Bima Sakti kediaman bumi kita ini. Sebagai bahan renungan, satu galaxy terdiri dari ribuan milyar bintang, sementara jagat raya terdiri dari jutaan galaxy. Bayangin seluas apa alam semesta kita tinggal ini. Tiada apa-apanya fisik manusia ini di hadapan Sang Pencipta. Allahu Akbar! Layakkah kesombongan walau hanya sebutir debu?
Disebabkan kekuatan gravitasi, maka segala sesuatu di langit bergerak atau berputar pada porosnya mengelilingi sesuatu. Bulan berputar mengelilingi bumi, sementara bumi bersama plant-planet lain berputar mengelilingi matahari, dimana – bersama ribuan milyar bintang-bintang – berputar mengelingi pusat dari galaxy Bima Sakti, dengan jarak yang cukup berjauhan antar satu galaxy.
Demi memberikan gambaran yang lebih jelas tentang keluasan jagat raya, maka sebaiknya kita menunjukkan angka-angka yang ada. Satuan yang dipergunakan untuk mengukur jarak dalam kosmologi dinamakan dengan ‘tahun cahaya’ (1 tahun cahaya berjarak = 9.500.000.000.000.000 meter). Perjalanan tahun cahaya pada 300.000 km/ sekon ibarat mengelilingi bumi sebanyak 7 kali. Galaxi kita, kurang lebih terdiri dari 200 milyar bintang ditambah dengan ribuan kluster (kelompok bintang-bintang (galaxy) yang memiliki kesamaan karakter) dan nebula yang secara bersamaan membentuk sebuah cakram dimana ukuran diagramnya lebih daripada 100.000 tahun cahaya, dengan ketebalan berjarak 15.000 tahun cahaya. Sementara jarak galaxy terdekat, yaitu Andromeda, 2,9 juta tahun cahaya. Galaxy-galaxy yang tergabung dalam kluster tak beraturam memiliki perbedaan jarak dalam perbedaan antara jutaan hingga ratusan juta tahun cahaya. Objek terjauh memiliki jarak sekitar 13 milyar tahun cahaya. Cukuplah sudah angka-angka tersebut menjadi saksi seberapa kecil dan berada di manakah kita (Hartman, 1990 : 413).
Semakin lama semakin jelas bahwa segala sesuatu di dunia ini berputar: bintang-bintang terdekat dengan bumi memiliki gerakan yang lebih akurat, hal itu dikarenakan mereka ditarik kuat menuju pusat galaxy, sementara galaxy-galaxy yang lain bergerak menjauhi galaxy kita karena jagat raya prinsipnya meluas atau mengembang. Walaupun semuanya memiliki variasi gerakan, namun keseluruhan bentangan jagat raya ini tidak memiliki titik pusat atau tepi. Betapa susah untuk membayangkan kebesarannya.
Bintang-bintang yang terlihat di langit, sama saja seperti layaknya matahari kita, banyak terjadi reaksi fusi nuklir, yang secara konstan mengubah hydrogen menjadi elemen-elemen yang lebih berat dan memproduksi panas dan cahaya. Namun tidak semua bintang memiliki ukuran, usia, dan intensitas terang cahaya yang sama. Sudah begitu banyak bintang yang mengalami kematian, dan begitu pula kelahiran dalam suatu proses evolusi yang begitu kompleks (Seeds, 1990 : 134 -281).
Sebenarnya, apa, sih manfaat penjelasan di atas? Mana model-model waktu atau kosmologi yang lain? Tenang, insya Allah penjelasan berikutnya terdapat dalam bagian ke-3. Penting sekali untuk mengetahui dan memahami prinsip dasar dari perbedaan model-model kosmos untuk memahami Model Bulan, yang selanjutnya akan menjadi bahan kajian dari Ibn ‘Arabi.
3. Kosmologi  Menurut Ibn ‘Arabi – “Semua Benda Bergerak Pada Orbitnya Masing-masing yang Mengacu Pada Pusat”
Muhyiiddiin Ibn ‘Arabi bukanlah seorang astronom, dan sama sekali tidak pernah tertarik dengan astronomi sebagai sains. Tetapi sebagai seorang sufi dan teologis mistis, beliau mengambangkan pengajaran kosmologi dan simbolisme berdasarkan al-quran dan al-hadits. Beliau menjelaskan planet-planet, lintasan, dan pergerakan mereka sebagai struktur yang Allah ciptakan untuk menggambarkan Citra-Nya dan hubungan mereka dengan Nama-nama Illaahiyyah. Bagi beliau, kosmologi merupakan jalan bagi manusia untuk mengenal Allah. Dan pada beberapa risalah beliau memperbincangkan astronomi secara falsafah dan teologis. Tidak ada buku yang benar-benar khusus membicarakan langit beserta isinya. Tentang kosmologi, salah satunya dapat ditemui pada beberapa paragraf dari Futuuhat Al-Makkiyyah (bab 371, 198).
Kosmos/ hal terkait alam semesta mengalami perubahan; bintang-bintang tidak diam, tetapi bergerak – berputar dan berjalan. Alasan utama diciptakannya kosmos adalah ‘Cinta’-Nya.
Hadits Nabi Muhammad saw., “Aku adalah harta karun tersembunyi.”
Hadits tersebut bermakna bahwa Allah ‘cinta’ untuk dikenal, sehingga Allah menganugerahi setiap ciptaan hak istimewa untuk mengenal-Nya. Pernyataan “Allah cinta untuk dikenal” merupakan asma Rahmaan yang ingin Dia anugerahi kepada makhluk-Nya. Kerahmanan merupakan anugerah pertama dari manifestasi kehadiran Allah kepada alam semesta ketika tercipta, dan darinya membentuk ‘tempat abstrak’ yang menandakan kemunculan ciptaan-ciptaan berikutnya. ‘Tempat abstrak’ itu oleh Ibn ‘Arabi dinamakan dengan al-‘amaa’ (awan). Realitas al-‘amaa’ menerima bentuk-bentuk dari al-arwaah al-muhayyamaa (ruh-ruh yang mengembara) yang Allah ciptakan langsung tanpa perantara. Penciptaan langsung ini menyebabkan para Ruh mengembara di dalam kehadiran Allah, tidak mengenal apapun bahkan diri mereka sendiri selain Allah. Allah menetapkan satu dari para Ruh dan menganugerahinya kemampuan istimewa epiphany (semacam pencerahan tingkat tinggi) dari tajalli ‘ilm (Pengetahuan Illaahiiyyah) dimana padanya tercetak semua kehendak Allah untuk mencipta di di dalam alam semesta hingga Hari Kiamat. Ruh-ruh lainnya tidak mengetahui hal itu. Kemampuan istimewa epiphany, menyebabkan Ruh-ruh, yang disebut dengan al-‘aql al-kulli atau al-‘aql al-awwal atau jika merujuk kepada Al-Quran, memiliki pengertian yang sama dengan al-qalam al-a’alaa yang diciptakan dengan tujuan untuk membantu dirinya sendiri dan para Ruh lainnya mengenal Allah.
Melalui epiphanylah al-‘aql al-awwal mampu menyusun struktur dirinya dan kemampuannya untuk menyadari Allah. Ia juga yang mampu melihat ‘bayangan’ yang disebabkan oleh adanya Cahaya dari epiphany yang terwujud dalam al-nuur. ‘Bayangan’ ini disebut sebagai ‘nafs (jiwa)’nya, tepatnya al-nafs al-kuliyya atau al-nafs al-‘uulaa (jiwa pertama), atau al-lawh al-a’alaaa/ al-mahfuudz., dimana ia menuliskan segala sesuatu yang ia ketahui hingga Hari Kiamat. Isi alam semesta – merujuk pada perumpamaan dalam al-quran – merupakan ‘huruf-huruf’ dan ‘kata-kata’ Allah yang dikeluarkan melalui Nafas Ar-Rahmaan dan Ar-Rahiim. Sementara dasar bangunan terbentangnya alam semesta adalah getaran atau suara, atau disebut juga dengan rijaal al-anfaas. Bukan hanya sebagai symbol semata bahwa alam semesta berisikan ‘huruf-huruf’ dan ‘kata-kata’ Allah, yang dituliskan oleh al-qolam al-a’ala ke dalam al-lawh al-a’alaa/ al-mahfuudz. Al-‘amaa’ (awan) beserta isinya turun ke ‘Arsy al-Istiwaa’, yang tentu saja pengertiannya berbeda dengan ‘Arsy. ‘Arsy al-Istiwaa’ merupakan ‘Arsy tempat Allah melaksanakan kekuasaan-Nya; Perumpamaannya dapat dilihat pada kalimat ‘ar-Rahmaan ‘ala aal-‘arsh istawaa’.
Qs. 20 : 5
الرَّحْمَٰنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَىٰ [٢٠:٥]
Merujuk kepada Bab 371 Futuuhaat Al-Makkiyyah, bahwa alam semesta muncul di dalam al-nafs al-kulliyya melalui al-‘aql al-kulli, yang disebut dengan nikaah ma’nawi. Hal itu dikarenakan bahwa sesuatu yang terjadi merupakan hasil dari sebab sesuatu; seperti seorang anak yang dihasilkan dari pernikahan ayah dan ibunya. Seperti halnya kita semua merupakan ‘anak-anak’ dari Nabi Adam as dan Siti Hawa; sehingga dapat pula dikatakan bahwa segala sesuatunya yang terdapat di alam semesta merupakan ‘anak-anak’ yang dilahirkan dari al-‘aql al-kulli dan al-nafs al-kuliyya.
Al-nafs al-kuliyya memiliki dua kekuatan, yaitu:
1. Quwwa ‘ilmiyya; merupakan kemampuan untuk menerima pengetahuan.
2. Quwwa ‘amaliyyaa; merupakan kekuatan aktif yang menerima keberadaan amal melalui gerakannya (beramal shaleh (dengan pengetahuan)).
Hal pertama yang dimunculkan/ dilahirkan oleh Al-nafs al-kuliyya, yaitu:
1. Martabat al-tabii’a (4 elemen pembentuk alam semesta: air, udara/ angin, tanah, api)
2. Al-Habaa’ (debu) atau al-hayuulaa al-uulaa
Lalu kedua hal di atas melahirkan ‘anak’ pertama mereka yang dinamakan dengan al-jism al-kull (dunia fisik/ terinderai). Proses simbolik kelahiran dari alam semesta berlansung konstan terus-menerus dalam jangka waktu yang panjang dengan serangkaian sebab dan akibat hingga melahirkan turaab (tanah). Selanjutnya, dunia fisik yang lain pun bermunculan…
Dunia fisik dibentuk oleh (bukan ‘dalam’) al-jism al-kull karena, seperti halnya pernikahan al-‘aql al-kulli dan al-nafs al-kuliyya, al-jism al-kull bisa disebut sebagai Tubuh Pertama karena merupakan tubuh pertama yang tercipta. Antara dunia material dan spiritual dibentuk oleh Bulan Tunggal melalui kemunculan konstan Bulan tersebut. Tubuh Pertama merupakan ‘bagian pelengkap’ yang dibentuk oleh Bulan Tunggal, sementara dunia fisik dibentuk oleh Tubuh Pertama tersebut. Tubuh Pertama adalah sejenis awan tebal yang merupakan material utama, yang kemudian lalu mengembang menjadi bintang-bintang dan galaksi; Jelaslah kini, bahwa dunia fisik dibentuk ‘di dalam’ al-jism al-kull. Hal pertama yang dibentuk ‘di dalam’ al-jism al-kull adalah al-‘Arsy, tempat Allah melaksanakan kuasa (istiwaa’) dari Nama al-Rahmaan, dimana setiap ciptaan yang berada di bawah al-‘Arsy Allah anugerahi Rahmaaniyyah-Nya. Karena itulah maka hal pertama yang al-qalam al-a’ala (versi quran) atau al-‘aql al-awwal (versi Ibn ‘Arabi) tuliskan di dalam al-lawh al-a’alaa/ al-mahfuudz adalah al-‘Arsy tempat alam semesta muncul.
Di bawah al-‘Arsy Illaahiyyah terdapat al-Kursiyy, yang memiliki dimensi-dimensi relatif dan penuh. Perumpamaan al-Kursiyy dengan al-‘Arsy adalah bagaikan sebuah cincin kecil yang beradadi dalam gurun sahara yang luas. Di dalam al-Kursiyy terdapat al-falaq al-atlas (lintasan/ orbit Isotoprik atau bola langit) yang berisikan bagian-bagian dari langit, yaitu al-falaq al-buruuj (zodiak) dan al-falaq al-mukawkab (bintang-bintang), sementara di bawahnya lagi terdapat lintasan-lintasan dari lima planet (Merkurius, Venus, Mars, Jupiter, saturnus), Matahari, Bulan, dan Bumi.
Lintasan/ orbit Isotoprik atau bola langit merupakan sebutan yang bermakna bahwa tidak ada satu bintang pun yang memiliki ‘wajah’ lintasan yang berbeda, semuanya sama. Bola langit zodiac merupakan lintasan pertama yang diciptakan dalam lintasan Isotoprik, dan permukaannya dibagi menjadi 12 bagian yang menjadi macam zodiak. Bab 371 Kitab Al-Futuuhaat Al-Makkiyyah memberikan penjelasan tentang jauhnya jarak yang terbentang antara galaksi-galaksi dikarenakan ada bintang-bintang tetap di dalam galaksi Bima Sakti kita, sementara zodiak berada di dalam galaksi-galaksi lain yang jauh dari Bima Sakti. Di dalam ruang tersebut Allah menciptakan tujuh ‘Taman’ (al-jinaan, jannah) dengan perbedaan keadaan dan tingkatan ‘tempat pertemuan’ antara realitas spiritual murni dari al-‘Arsy Illaahiyyah dan realitas terinderai dalam daerah al-Kursiyy. Nama-nama spesifik ketujuh Taman terdapat di dalam quran dan hadits, dan pengertian mereka tidak sama dengan tujuh lelangit (samawaati), dimana dalam tujuh langit terdapat lima planet (Merkurius, Venus, Mars, Jupiter, saturnus), Matahari, dan Bulan; sementara tujuh taman terdiri dari:
1. Iqomah (tempat tinggal) hamba
2. Aslama (tempat keberserahdirian) hamba
3. Al-Khuld
4. Al-Ma’wa
5. Al-Na’im
6. Firdaus
7. ‘Adn
Kata ‘al-Washiila’ melintasi ketujuh Taman sebanyak dua kali hingga ke level tertinggi, ‘Adn, milik Nabi Muhammad saw. Taman ‘Adn disebut juga sebagai al-maqoom al-mahmud (posisi mulia), dan disebut juga dengan Al-Washiila, yaitu perantara atau Jalan untuk Mendekati Allah: melalui Nabi Muhammad saw. lah Allah bisa didekati oleh makhluknya. Jadi, Nabi Muhammad saw. merupakan Jalan kita untuk Mendekati Allah.
Di bawah tujuh Taman terdapat lintasan dari bintang-bintang tetap, konstelasinya, dan tempat kedudukannya (manaazil/ manzilah) Bulan. Yang mesti digarisbawahi, bahwa dikatakan bintang ‘tetap’ bukan dalam arti mereka tidak bergerak, tetapi lebih dikarenakan pandangan mata fisik manusia terbatas untuk melihat pergerakan mereka.
Lintasan bintang-bintang tetap dibagi menjadi 28 konstelasi atau manzilah berdasarkan gerak kemunculan Bulan. Di dalam bola lintasan bintang-bintang tetap ini, Allah menciptakan tujuh lelangit fisik (al-samawaat) dan Bumi. Perumpamaan Bumi beserta ketujuh lelangit dengan al-‘Arsy bagaikan sebuah cincin dalam gurun sahara yang luas.
Matahari merupakan posisi utama, bagaikan qalb, menjadi pusat bagi ketujuh lelangit. Ciptaan-Nya tidak merasakan gerakan kosmos dikarenakan semuanya bergerak, dan dikarenakan Bumi bergerak: berjalan dan berputar mengelilingi Sang Pusat, Matahari.
Sumber: Time And Cosmology – Muhyiiddiin Ibn ‘Arabi, terj. Inggris oleh Mohamed Haj Yousef.
الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ

Tidak ada komentar:

Cari Blog Ini