Asysyam

“Sesungguhnya berbahagialah orang yang mensuciikan jiwanya, dan sungguh merugilah orang yang mengotori jiwanya”

Senin, 07 November 2011

Imam Ibn Taymiyya Tentang Awliya

Imam Ibn Taymiyya Tentang Awliya
Posted by: Hendra Yudha
Tue Aug 29, 2006 2:29 pm (PST)



Imam Ibn Taymiyya Tentang Awliya


Imam Ibn Taymiyyah menyebutkan dalam jilid yang telah disebut sebelumnya (Majmu'a Fatawa jilid 10), halaman 190: "Seorang hamba Allah Subhanahu wa Ta'ala, tak dapat disebut sebagai seorang wali, kecuali ia adalah seorang mu'min yang benar. Allah menyebutkan dalam Qur'an, Surat Yunus (10), ayat 62-63: 'Ingatlah sesungguhnya wali-wali Allah itu tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula mereka bersedih hati; mereka yang beriman dan selalu bertaqwa.'"

Beliau kemudian mengutip suatu hadits terkenal dari Bukhari: "Hamba-Ku mendekat pada-Ku dengan amalan yang tak ada yang lebih Ku-sukai selain darinya, yaitu kewajiban-kewajiban fardhu yang telah Ku-wajibkan atasnya, kemudian hamba-Ku terus berusaha mendekati-Ku dengan amalan-amalan sunnah hingga Aku mencintainya.

Saat Aku mencintainya, Aku menjadi pendengarannya yang dengannya ia mendengar, penglihatannya yang dengannya ia melihat, tangannya yang dengannya ia memukul dan kakinya yang dengannya ia berjalan.

Jika ia meminta (sesuatu) pada-Ku, tentu Aku akan berikan padanya, dan jika Ia memohon perlindungan pada-Ku, tentu akan Ku-berikan padanya. Tak ada yang lebih Ku-ragukan untuk melakukannya daripada mencabut nyawa seorang hamba-Ku yang setia: dia membenci kematian dan Aku membenci melukainya."

Beliau menjelaskan frasa: "Barangsiapa memerangi seorang Wali-Ku berarti ia telah menentang-Ku untuk berperang", dengan: "Itu berarti bahwa Allah tengah menjelaskan: 'Aku akan membalas siapa pun yang menentang dan memerangi wali-wali-Ku bagaikan seekor singa yang ganas.'" (halaman 314).

Imam Ibn Taymiyyah tentang Karamah dari Para Wali

"Dikatakan bahwa setelah Penutup para Nabi saw, wahyu tidak lagi turun pada seorang pun. Kenapa tidak? Kenyataannya, ia tetap turun, sekalipun ia tidak lagi dinamakan 'wahyu'. Ini adalah apa yang dimaksud oleh Nabi saw ketika beliau bersabda, 'Seseorang yang beriman melihat dengan Cahaya dari Allah.' Saat seorang beriman memandang dengan Cahaya Ilahiah Allah, ia melihat segala hal: yang awal dan yang akhir, yang hadir dan yang absen. Karena bagaimana mungkin sesuatu tersembunyi dari Cahaya Allah? Dan jika sesuatu itu tersembunyi, maka itu bukanlah Cahaya dari-Nya. Karena itulah, makna dari wahyu itu tetap ada, sekalipun ia tidak lagi disebut sebagai wahyu."

Fihi ma fihi.

Ibn Taymiyah melanjutkan dalam kitab yang sama, Majmu'a Fatawi Ibn Taymiyyah: "Apa yang dianggap sebagai suatu karamah bagi seorang wali adalah kadang-kadang sang wali mampu mendengar sesuatu yang orang lain tak mampu mendengar atau melihat sesuatu yang orang lain tak mampu melihatnya, dan ini dilakukannya tidak dalam keadaan tidur, tapi dalam keadaan terjaga. Ia dapat mengetahui hal-hal yang orang lain tak mampu mengetahuinya, melalui wahyu atau ilham (inspirasi). "

Dalam kitab lain, Mukhtasar al-Fatawa al-Masriyya, diterbitkan oleh al-Madani Publishing House, 1980, halaman 603, beliau menulis: "Karamah (keajaiban) dari para wali adalah sepenuhnya benar dan nyata, dan diakui oleh seluruh ulama-ulama Muslim. Qur'an telah menunjukkan keberadaannya di berbagai tempat, dan begitu pula Hadits Nabi saw telah menyebutnya, dan siapa yang menyangkal adanya kekuatan karamah para wali adalah para mubtadi', pembuat bid'ah atau mengikuti para pembuat bid'ah."

Beliau melanjutkan dengan mengutip perkataan Nabi tentang para Wali: "Kalian adalah para saksi Allah di muka bumi."

Imam Ibn Taymiyyah tentang Kasyf (Penyingkapan Hijab) atas Penampakan-penampak an Ghaib

Beliau berkata (volume 11, halaman 313): "Allah Ta'ala akan menyingkapkan bagi para wali-Nya keadaan-keadaan (maqam-maqam) yang belum pernah disingkapkan sebelumnya dan Ia akan memberikan dukungan-Nya pada mereka tanpa perhitungan. Jika seorang wali mulai berbicara tentang hal-hal ghaib, di masa lalu atau masa kini atau masa depan, maka pembicaraan tersebut bisa ditinjau dari sudut pandang Bab al-'ilm al-khariq, pengetahuan yang ajaib (tidak biasa). Apapun yang dilakukan seorang wali yang berasal dari dunia ghaib, bagi manusia atau bagi pendengarnya, tentang pengobatan atau pengajaran ilmu, maka itu bisa diterima dan kita mesti bersyukur pada Allah akan hal tersebut."

Imam Ibn Taymiyyah Menyebutkan Beberapa Syaikh Besar di Dunia Tasawwuf

Dalam suatu volume buku berjudul 'Ilm as-Suluk ("Ilmu tentang Perjalanan Menuju Allah"), yang terdiri atas 775 halaman dari jilid 10 Majmu'a al-Fatawa, beliau berkata (halaman 516): "Para syaikh Tasawuf besar sudah banyak dikenal dan diterima, seperti: Bayazid al-Bisthami, Syaikh 'Abdul Qadir Al-Jailani, Junaid ibn Muhammad, Hasan al-Basri, al Fudayl ibn al-Ayyad, Ibrahim bin al-Adham, Abi Sulayman ad-Daarani, Ma'ruf al-Karkhi, Siri as-Saqati, Shaikh Hammad, Shaikh Abul Bayan.

"Para Sufi besar tersebut adalah pemimpin-pemimpin kemanusiaan, dan mereka menyeru pada apa yang benar dan melarang apa yang salah."

Silsilah Qadiri dari Ibn Taymiyyah sebagai seorang Syaikh Sufi

Kini, kita berada dalam suatu posisi yang lebih jauh dari sekedar mengatakan bahwa Ibn Taimiyyah sekedar memuji Tasawuf. Kita dapat mengatakan dengan pasti bahwa beliau pun adalah seorang aspiran dari Jalan Sufi yang menjadi anggota dari lebih dari satu tariqat, utamanya adalah pada Tariqat Qadiri, dari Syaikh 'Abdul Qadir al-Jailani.

Dalam suatu naskah unik dari Hanbali Yusuf ibn 'Abd al-Hadi (wafat 909H/ 1503 M), yang berjudul Bad' al-'ulqa bi labs al-khirqa, yang ditemukan di Perpustakaan Universitas Princeton, Ibn Taymiyyah dituliskan dalam suatu silsilah spiritual Tasawuf bersama ulama-ulama (mazhab) Hambali terkenal lainnya. Mata rantai dalam silsilah ini, dalam urutan menurun dari 'Abdul Qadir Jailani adalah sebagai berikut:

Syaikh 'Abdul Qadir Jilani (wafat 561 H/1165 M)
Abu 'Umar bin Qudama (wafat 607 H/1210 M)
Muwaffaq ad-Din bin Qudama (wafat 620 H/1223 M)
Ibn 'Ali bin Qudama (d. 682 H./1283 CE)
Ibn Taymiyya (d. 728 H./1328 CE)
Ibn Qayyim al-Jawziyya (d. 751 H./1350 CE)
Ibn Rajab (d. 795 H./1393 CE)

Lebih jauh lagi, telah pula ditemukan sebuah naskah unik, juga di Perpusatkaan Princeton, karya dari Ibn Taymiyah sendiri, dalam sebuah kitab berjudul "Targhib al-Mutahabbin fi labs Khirqat al-Mutammayyazan oleh Jamal ad-Din al-Talyani. Di sini terdapat kata-kata Ibn Taymiyah sendiri, sebagaimana dikutip dari sebuah karya tulisnya, al-Mas'ala at-Tabraziyya: "Aku memakai jubah Sufi yang barakah dari Syaikh 'Abdul Qadir al-Jailani, di mana antara beliau dan aku ada dua orang Syaikh Sufi."

Dalam suatu naskah lain, beliau berkata pula, "Aku telah memakai jubah Sufi dari beberapa Syaikh Sufi, yang termasuk dalam beberapa tariqat, di antara mereka adalah 'Abdul Qadir al-Jailani, yang tariqatnya adalah yang terbesar di antara tariqat-tariqat terkenal(mu' tabarah), semoga Allah merahmatinya. "

Setelah Ibn Taymiyah, silsilahnya berlanjut pada muridnya, Ibn Qayyim al-Jawziyya, dan muridnya Ibn Rajab.

Referensi-referensi yang telah kami sebutkan adalah: "al-Hadi" vol. 154a, 169b, 171b-172a; "at-Talyani, " manuscript

Wa min Allah at taufiq

Tidak ada komentar:

Cari Blog Ini