Asysyam
“Sesungguhnya berbahagialah orang yang mensuciikan jiwanya, dan sungguh merugilah orang yang mengotori jiwanya”
Senin, 27 September 2010
Al-Qur’an Di Hati Seorang Muslim
Ada beberapa pertanyaan yang selalu menggelayuti hati ketika melihat kondisi kaum muslimin. Pertanyaan itu sebagai berikut :
Bukankan Allah itu Maha Penyayang dan sangat menyayangi umat beriman ?.
Bukankan Allah itu Maha berkuasa dan mampu menjayakan kaum muslimin ?.
Bukankan Al Qur’an yang kita baca dalam shalat kita adalah sumber kebahagiaan, kejayaan, kemakmuran bagi yang mengamalkannya ?.
Bukankah kaum muslimin itu umat terbaik yang diutus untuk memimpin, bukan dipimpin umat lain, mendidik bukan dididik umat lain ?.
Bukankah umat Islam dijadikan Allah sebagai umat yang satu ?.
Terus kalau kita ingin memproyeksikan hakekat di atas dengan kondisi kaum muslimin pada masa kini, maka hasilnya akan menuntut kita untuk lebih merenung, dimana kejayaan kaum muslimin ?, dimana harga diri kaum muslimin, bahkan dimana harga darah seorang muslim di mata kaum muslimin sendiri ?, dimana kepemimpinan, kejayaan kaum muslimin diatas kaum yang lainnya ?, dimana solidaritas sesama kaum muslimin ? dalam skala nasional maupun internasional .
Kemudian saya membaca ayat ini :
أَلَمْ يَأْنِ لِلَّذِينَ آمَنُوا أَنْ تَخْشَعَ قُلُوبُهُمْ لِذِكْرِ اللَّهِ وَمَا نَزَلَ مِنَ الْحَقِّ وَلا يَكُونُوا كَالَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلُ فَطَالَ عَلَيْهِمُ الْأَمَدُ فَقَسَتْ قُلُوبُهُمْ وَكَثِيرٌ مِنْهُمْ فَاسِقُونَ (الحديد:16)
"Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka), dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan al Kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik" ( QS. Al-Hadiid: 16)
Dan merenungi rintihan Rasulullah kepada Robbnya dengan mengatakan :
)وَقَالَ الرَّسُولُ يَا رَبِّ إِنَّ قَوْمِي اتَّخَذُوا هَذَا الْقُرْآنَ مَهْجُوراً) (الفرقان:30)
"Berkatalah Rasul: wahai Robbku sungguh kaumku telah menjadikan Alquran ini sesuatu yang ditinggalkan”. QS. Al-Furqaan: 30
Ditinggalkan karena mereka tak membacanya, atau tidak mau merenungi maknanya atau tidak mau mengamalkan isinya.
Yang paling tepat untuk menjawab pertanyaan diatas adalah kita bersama merenungi sambutan Rasulullah dan para sahabat terhadap Al Qur’an dan bagaimana kedudukan Al Qur’an dihati mereka.
Bagaimana Al Qur’an dihati Rasulallah dan para sahabat ?
Pertama : para sahabat memandang kebesaran Al Quran dari kebesaran yang menurunkannya, kesempurnaannya dari kesempurnaan yang menurunkannya, mereka memandang bahwa Al Qur’an turun dari Raja, Pemelihara, Sesembahan yang Maha Perkasa, Maha Mengetaui, Maha Kasih Sayang, sebagaimana ditekankan oleh Allah dalam berbagai permulaan surat :
تنـزيل الكتاب من الله العزيز الحكيم سورة الزمر، الجاثية، الأحقاف، تنـزيل الكتاب من الله العزيز العليم سورة المؤمن، تنـزيل من الرحمن الرحيم سورة فصلت كذلك يوحي إليك وإلى الذين من قبلك الله العزيز الحكيم ،له ما في السموات وما في الأرض وهو العلي العظيم سورة الشورى
Dari pandangan ini mereka menerima Al Qur’an dengan perasaan bahagia campur perasaan hormat, siap melaksanakan perintah dan perasaan cemas dan harapan, serta perasaan kerinduan yang amat dalam, bagaimana tidak ?, karena orang yang membaca Al Qur’an berarti seakan mendapat kehormatan bermunajat dengan Allah, sekaligus seperti seorang prajurit yang menerima perintah dari atasan dan seorang yang mencari pembimbing mendapat pengarahan dari Dzat yang maha mengetahui. Dan perasaan inilah yang digambarkan oleh Allah dalam Firmannya :
أولئك الذين أنعم الله عليهم من النبيين من ذرية آدم وممن حملنا مع نوح ومن ذرية إبراهيم وإسرائيل وممن هدينا واجتبينا إذا تتلى عليهم آيات الرحمن خروا سجدا وبكياً (سورة مريم الآية : 58 )
"Mereka itu adalah orang-orang yang telah diberi nikmat oleh Allah, yaitu para nabi dari keturunan Adam, dan dari orang-orang yang Kami angkat bersama Nuh, dan dari keturunan Ibrahim dan Israil, dan dari orang-orang yang telah Kami beri petunjuk dan telah Kami pilih. Apabila dibacakan ayat-ayat Allah Yang Maha Pemurah kepada mereka, maka mereka menyungkur dengan bersujud dan menangis" (QS. Maryam: 58)
إن الذين أوتوا العلم من قبله إذا يتلى عليهم يخرون للأذقان سجداً ويقولون سبحان ربنا إن كان وعد ربنا لمفعولاً ويخرون للأذقان ويزيدهم خشوعاً (سورة الإسراء: 107-109)
"Sesungguhnya orang-orang yang diberi pengetahuan sebelumnya apabila Al Quran dibacakan kepada mereka, mereka menyungkur atas muka mereka sambil bersujud dan mereka berkata: "Maha Suci Tuhan kami, sesungguhnya janji Tuhan kami pasti dipenuhi"(108) Dan mereka menyungkur atas muka mereka sambil menangis dan mereka bertambah khusyu' " ( QS. Al-Israa: 107-109)
Perasaan diatas menyebabkan Umu Aiman menangis ketika teringat akan wafatnya Rasulullah. Suatu saat Abu Bakar dan Umar berkunjung kepada ibu asuh Rasulallah, Ummu Aiman dan ketika mereka duduk, menagislah Ummu Aiman karena teringat wafatnya Rasulallah, maka berkatalah Abu Bakar dan Umar, “Kenapa anda menangis sementara Rasulullah mendapatkan tempat yang mulia” ? Ummu Aiman menjawab, "Saya menangis bukan karena meninggalnya beliau melainkan karena terputusnya wahyu Allah yang datang kepada beliau pada pagi dan petang hari", maka saat itu pula meledaklah tangisan mereka bertiga .
Dari perasaan diatas para sahabat membaca dan menerima Al Qur’an untuk dilaksanakan secara spontan tanpa menunggu-nunggu dan tanpa protes sedikitpun, walau-pun hal itu bertentangan dengan kebiasaan mereka, tapi mereka bisa menundukkan perasaan mereka dengan kecintaan kepada Allah.
Ketika turun perintah untuk memakai jilbab pada surat Al Ahzab : 59, malam hari Rasulallah menyampaikan ayat itu kepada para sahabat, pagi harinya para istri sahabat sudah memakai jilbab semua, bahkan `Aisyah mengatakan, "Sebaik-baik wanita adalah wanita Anshor, mereka diperintah untuk memakai hijab pada malam hari sementara pada paginya mereka sudah memakainya, bahkan ada yang merobek kelambu mereka untuk dijadikan jilbab".
Ketika diharamkannya khomer dan ayat itu sampai kepada mereka, saat itu juga langsung mereka membuang simpanan khomernya dan menuang apa yang masih berada pada tangannya.
Salah satu rahasia keajaiban para sahabat dalam berinteraksi dengan Al Qur’an adalah keimanan mereka kepada Allah, surga dan neraka-Nya, juga kepada janji-Nya, sehingga mereka melakukan sesuatu yang apabila dilihat oleh orang yang tak/tidak memahami latar belakang ini akan sulit menafsirkannya.
Seperti ketika mereka membaca tentang janji Allah buat orang-orang yang berjihad karena cinta kepada Allah, seorang sahabat yang bernama Umair bin Hamam sedang makan korma bertanya: wahai Rasulullah, “Dimana saya kalau saya mati dalam perang ini ? Rasululloh menjawab "Di sorga", berkatalah Umair : "Sungguh menunggu waktu masuk surga sampai menghabiskan makan kurma tujuh biji ini adalah sangat lama”, dan akhirnya dibuanglah sisa kurma yang belum dimakan dan langsung memasuki pertempuran sampai menemui syahidnya.
Kondisi keimanan yang tinggi ini menjadi episode kehidupan mereka untuk menjadi bagian dari yang diceritakan oleh Allah dalam Al Qur’an, Hal itu seperti perhatian orang-orang Anshor terhadap orang-orang muhajirin atau perhatian mereka terhadap orang-orang yang lemah, seperti yang Allah ceritakan dalam surat Al Hasyr dimana Rasulullah kedatangan tamu dan beliau tidak memiliki sesuatu untuk menjamunya, akhirnya beliau tawarkan hal itu kepada sahabatnya, siapa yang bersedia membawa tamu beliau, dengan sepontan salah satu sahabat bersedia, tetapi ketika sampai rumah ternyata istrinya bilang bahwa tidak ada persediaan makanan kecuali makan malam anaknya, maka sahabat tadi memerintahkan istrinya agar mengeluarkan makanan tadi untuk tamunya dan mengeluarkan dua piring kemudian segera mematikan lampu ketika tamunya sedang makan, tamunya makan dan tuan rumah menampakkan seakan-akan ikut makan bersama, agar dia bisa makan dengan enak, ketika sampai pagi hari sahabat tadi bertemu dengan rasul dan beliau bilang kalau Allah heran dengan apa dia lakukan, maka turunlah firman Allah ayat kesembilan dari surat al Hasyr.
Kedua : Rasulullah dan para sahabat memandang Al Qur’an sebagai obat bagi segala penyakit hati dan ketika mereka membaca Al Quran yang berbicara tentang segala kelemahan hati, penyakit hati, mereka tidaklah merasa tersinggung bahkan mereka berusaha mengoreksi hati mereka dan membersihkan segala sifat yang dicela oleh Al Qur’an serta berusaha untuk bertaubat dari apa yang dikatakan buruk oleh Al Qur’an .
Maka sudah pantaslah ketika Al Qur’an banyak menceritakan sifat-sifat munafiqin mulai dari malas shalat, sedikit berdzikir, pengecut, mengambil orang kafir sebagai pemimpin dan lain-lainnya, para sahabat segera mengkoreksi hati mereka dan mencari obatnya, walaupun mereka tidak dihinggapi penyakit itu, berkatalah Abdullah ibnu Mulaikah :
أدركت سبعين من أصحاب محمد كلهم يخافون من النفاق.
“Aku mendapatkan tujuh puluh dari sahabat nabi, mereka semua takut kalau terkena penyakit nifaq”.
Ketika sahabat Handholah merasa adanya fluktuasi keimanan, maka segeralah ia datang kepada Rasulallah dengan mengatakan “Ya Rasulallah nifaqlah Handholah”, berkatalah Rasul Allah : "Kenapa ?" Handlolah menjawab: “Wahai Rasul Allah kalau saya sedang berada disamping engkau dan engkau ingatkan kami dengan sorga dan neraka, jadilah sorga dan neraka seakan-akan jelas dimata kami, tapi jika kami pulang dan bergaul dengan anak istri serta sibuk dengan harta kami, kami banyak lupa, bersabdalah Rasulallah, “Wahai Handholah kalau kalian berada dalam kondisi seperti itu (seakan melihat sorga dan neraka) terus menerus pastilah para malaikat menyalami kalian dijalan-jalan kalian”.
Dari sensitifitas perasaan Handholah dalam berinteraksi dengan Al Qur’an, ia bisa mengalahkan perasaan ingin dekat dengan istrinya pada malam pertama dan ditinggalkannya untuk berjihad sampai syahid, padahal ia belum sempat mandi junub, sehingga Rasulullah bersabda bahwa ia dimandikan oleh para malaikat .
Ketiga : Para sahabat memandang bahwa Al Qur’an adalah nasehat dari Dzat yang amat sayang dengan mereka yang sangat perlu didengar, yang berarti bahwa mereka sangat menyadari kalau mereka bisa salah, tapi akan segera kembali kepada kebenaran manakala ada teguran dari Al Qur’an.
Ma’qil bin Yasar pernah menikahkan adik perempuannya dengan salah seorang sahabat, tapi kemudian di cerainya sampai habis masa iddahnya, kemudian bekas suami tadi melamar lagi dan karena Ma’qil sedang marah beliau tolak lamarannya dan bertekad untuk tidak menikahkan kembali keduanya, padahal adiknya juga masih cinta dengan bekas suaminya serta ingin kembali kepadanya. Dengan kejadian ini Allah menurunkan ayat :
)وَإِذَا طَلَّقْتُمُ النِّسَاءَ فَبَلَغْنَ أَجَلَهُنَّ فَلا تَعْضُلُوهُنَّ أَنْ يَنْكِحْنَ أَزْوَاجَهُنَّ إِذَا تَرَاضَوْا بَيْنَهُمْ بِالْمَعْرُوفِ ذَلِكَ يُوعَظُ بِهِ مَنْ كَانَ مِنْكُمْ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ذَلِكُمْ أَزْكَى لَكُمْ وَأَطْهَرُ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لا تَعْلَمُونَ) (البقرة:232)
"Apabila kamu mentalak isteri-isterimu, lalu habis masa iddahnya, maka janganlah kamu (para wali) menghalangi mereka kawin lagi dengan bakal suaminya, apabila telah terdapat kerelaan di antara mereka dengan cara yang ma'ruf. Itulah yang dinasehatkan kepada orang-orang yang beriman di antara kamu kepada Allah dan hari kemudian. Itu lebih baik bagimu dan lebih suci. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui" QS. Al-Baqarah: 232
Setelah turun ayat ini Ma’qil langsung menikahkan adiknya lagi dengan sahabat mantan suamiya .
Sahabat hidup dengan misi, “Risalah menyelamat-kan seluruh manusia dari perbudakan manusia untuk manusia menuju penghambaan Allah yang Esa dan mengeluarkan mereka dari kedhaliman sistim manusia menuju keadilan Islam dari kesempitan dunia menuju keluasan dunia dan akherat”, dan pastilah kaum yang membawa misi demikian ada pendukung dan musuhnya, maka mereka menjadikan Al Qur’an sebagai pembimbing untuk mengetahui musuh-musuh Allah, dan musuh mereka, siapa wali-wali mereka dan wali-wali Allah dan mereka memperlakukan manusia sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Allah, mereka cinta terhadap ayah, anak, istri, serta kerabat mereka. Tetapi jika yang dicintai itu memusuhi Allah dan Rasul-Nya serta membenci Islam, maka mereka segera merubah sikapnya dengan hanya memihak Allah dan mencabut perasaan cintanya kepada selain Allah, Allah berfirman :
لا تَجِدُ قَوْماً يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَوْ كَانُوا آبَاءَهُمْ أَوْ أَبْنَاءَهُمْ أَوْ إِخْوَانَهُمْ أَوْ عَشِيرَتَهُمْ أُولَئِكَ كَتَبَ فِي قُلُوبِهِمُ الْأِيمَانَ وَأَيَّدَهُمْ بِرُوحٍ مِنْهُ وَيُدْخِلُهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ أُولَئِكَ حِزْبُ اللَّهِ أَلا إِنَّ حِزْبَ اللَّهِ هُمُ الْمُفْلِحُونَ) (المجادلة:22) ." Kamu tak akan mendapati kaum yang beriman pada Allah dan hari akhirat, saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka. Meraka itulah orang-orang yang telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang daripada-Nya. Dan dimasukan-Nya mereka ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah ridha terhadap mereka, dan merekapun merasa puas terhadap (limpahan rahmat)-Nya. Mereka itulah golongan Allah. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya hizbullah itu adalah golongan yang beruntung" QS. Al-Mujaadilah: 22
Ayat ini turun berkenaan ketika Abu Ubidah bin Jaroh membunuh ayahnya di perang Badar, karena ayahnya bersama pasukan kuffar Quraisy .
Keempat : Para sahabat memandang bahwa seluruh alam semesta dan diri mereka adalah ciptaan Allah dan tidak mungkin membudidayakan alam semesta serta mengatur mereka kecuali Dzat yang menciptakannya, sehingga mereka meyakini bahwa keimannya menuntut untuk menjadikan Al Qur’an sebagai satu kesatuan yang utuh yang tidak bisa dipisahkan antara satu dengan lainnya, mereka menjadikan Al Quran sebagai way Of live –pedoman hidup- mereka dan sangat sensitif terhadap usaha-usaha yang akan memisahkan satu bagian sistim Islam dengan bagian yang lainnya.
Pantaslah kalau Kholifah Abu Bakar berpidato ketika banyak orang yang murtad dan tidak mau membayar zakat, dengan mengatakan :
أينقص الدين وأنا حي !! والله لو منعوني عقالاً كانوا يؤدونه إلى رسول الله لقاتلتهم على منعه رواه مسلم .
“Apakah agama ini akan dikurangi padahal saya masih hidup, demi Allah kalau mereka menghalangi tali yang mereka serahkan kepada Rasulallah pastilah aku perangi mereka atas keengganannya”.
Mereka menyadari betul adanya perbedaan antara orang yang belum mampu melaksanakan, dengan orang yang sengaja memilih-milih apa yang mau dilakukan dan apa yang ditolak.
Yang pertama masih dalam ruang lingkup iman seperti Raja Habsyi yang dishalati ghoib oleh Rasulallah, padahal ia belum melaksanakan hukum Islam, karena belum mampu. Adapun yang sengaja pilih-pilih seperti memilih beras, mereka mencap orang tersebut sudah keluar dari Islam atau munafiqin, sebagaimana yang Allah firmankan :
أَفَتُؤْمِنُونَ بِبَعْضِ الْكِتَابِ وَتَكْفُرُونَ بِبَعْضٍ فَمَا جَزَاءُ مَنْ يَفْعَلُ ذَلِكَ مِنْكُمْ إِلَّا خِزْيٌ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ يُرَدُّونَ إِلَى أَشَدِّ الْعَذَابِ وَمَا اللَّهُ بِغَافِلٍ عَمَّا تَعْمَلُونَ (البقرة: من الآية85)
“Apakah kalian beriman dengan sebagian kitab dan kafir terhadap sebagian yang lain? Tidaklah balasan orang yang melakukan demikian kecuali kehinaan didunia dan dihari qiamat mereka dikembalikan ke adzab yang sangat keras. Allah tidak lengah dari apa yang kamu perbuat.” QS. Al-Baqarah: 85
Keuniversalan dan keintegralan Al Qur’an ini digambarkan oleh sahabat Ali bin Abi Tholib dalam ucapannya :
هو كتاب الله فيه نبأ من قبلكم ،وخبر ما بعدكم وحكم ما بينكم هو الفصل ليس بالهزل من تركه من جبار قصمه الله ومن ابتغى الهدى في غيره أضله الله وهو حبل الله المتين وهو الذكر الحكيم وهو الصراط المستقيم وهو الذي لا تزيغ به الأهواء، ولا تلتبس به الألسنة ولا يشبع منه العلماء ولا يخلق عن كثرة الردّ ولا تنقضي عجائبه وهو الذي لم تنته الجن إذا سمعته حتى قالوا إنا سمعنا قرآناً عجباً، يهدى إلى الرشد فآمنا به من قال به صدق ومن عمل به أجر ومن حكم به عدل ومن دعا إليه هدي إلى صراط مستقيم .
“Dia adalah Kitabullah yang di dalamnya ada berita orang sebelum kalian, kabar apa yang terjadi setelah kalian, hukum diantara kalian, dia adalah keputusan yang serius bukan main-main, barang siapa meninggalkannya dengan kesombongan pasti dihancurkan oleh Allah , barang siapa mencari petunjuk dari selainnya akan disesatkan oleh Allah, dialah tali Allah yang kokoh, dialah peringatan yang bijaksana, dialah jalan yang lurus, dialah yang dengannya hawa nafsu tidak menyeleweng, dan tidak akan rancu dengannya lisan, dan tidak kenyang-kenyangnya dari (membacanya, mempelajarinya) para ulama, tak akan usang karena diulang-ulang, dan tak habis-habis keajaibannya, dan dialah yang jin tak henti-hentinya dari mendengarnya sehingga dia mengatakan; “Sungguh kami mendengar Al- Qur’an yang penuh keajaiban, menunjukkan ke jalan lurus, maka kami beriman dengannya", barang siapa yang berkata dengannya pasti benar, barang siapa beramal dengannya pasti diberi pahala, barang siapa menghukumi dengannya pastilah adil, barang siapa mengajak kepadanya pasti di tunjuki kejalan yang lurus.
Kelima : Para sahabat memandang bahwa Al Qur`an adalah kasih sayang dari Allah, mereka melihat bahwa seluruh isi Al Quran, baik itu aqidah, hukum, perintah, larangan serta berita–beritanya hanyalah untuk kebaikan manusia, maka mereka menerimanya dengan senang hati, adapun yang menolak hukum Islam pada dasarnya adalah lebih memihak kepada para pemeras orang lemah dari pada memihak orang yang diperas, lebih sayang dengan para pembunuh dari pada yang dibunuh atau lebih memihak para penggarong dan pemerkosa dari pada yang di garong dan diperkosa, lebih memihak musuh Allah dari pada memihak Allah, dan secara implisit menuduh Allah keras dan dholim, orang yang semacam ini perlu intropeksi akan hakekat keimanannya.
Sedangkan para sahabat memahami hal tersebut di atas sebagaimana memahami wajibnya puasa dari firman Allah :
" كتب عليكم الصيام "
"Telah diwajibkan bagi kalian untuk berpuasa" QS. Al-Baqarah
Mereka juga memahami wajibnya jihad, menegakkan qishos, mengamalkan wasiyat dengan firman Allah :
كتب عليكم القصاص كتب عليكم إذا حضر أحدكم الموت كتب عليكم القتال سورة البقرة
"Telah diwajibkan bagi kalian hukum qishash" "Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut" "Diwajibkan bagi kalian untuk berperang" QS. Al-Baqarah
Para sahabat menjadikan Al Qur’an sebagai penerang hakekat hidup, dari Al Qur’an mereka mengetahui bahwa dunia ini hanya seperti tanaman di ladang yang hijau kemudian menguning dan hancur, maka mereka sangat zuhud dengan dunia, mereka mengetahui dari Al Qur’an bahwa rizqi, umur sudah ditentukan oleh Allah dan tidak akan berkurang karena perjuangan, maka mereka terus berjuang dan berjihad tanpa takut mati dan tidak pula takut kehilangan harta, mereka mengetahui bahwa mereka diciptakan dalam kondisi bertingkat-tingkat dalam hal ekonomi, kecerdasan dan kekuatan fisik untuk menguji mereka akan tugas yang mereka pikul, maka ketika mereka menjadi para gubernur dan kholifah mereka melihat itu semua sebagai tugas bukan suatu kehormatan, apalagi ketika mereka mendengar Rasulallah bersabda seperti yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori-Muslim :
" ما من عبد يسترعيه الله رعية فلم يحطها بنصيحة إلا لم يجدها رائحة الجنة " (متفق عليه )
“Tidaklah ada seorang hamba yang dijadikan Allah memimpin rakyat kemudian tidak serius dalam memikirkan kemaslahatannya kecuali tidak akan mencium baunya sorga” HR. Muttafaq 'alaih.
" ما من وال يلي رعية من المسلمين فيموت وهو غاش لهم إلا حرم الله عليه الجنة " ( متفق عليه )
“Tidaklah ada seorang wali (pemimpin) rakyat dari kaum muslimin kemudian mati dalam kondisi curang terhadap mereka kecuali Allah haramkan atas dia sorga” HR. Muttafaq 'alaihi.
Para sahabat ketika mendengar hadits ini mereka langsung bersungguh-sungguh dalam memikirkan nasib rakyatnya, sangat berhati hati dalam mengelola harta rakyat sampai Kholifah Umar mengatakan, “Saya menempatkan diri saya dengan baitul mal ini seperti wali yatim dengan harta anak yatim, kalau kaya tidak makan sama sekali darinya dan kalau miskin makan secukupnya”, dan pantaslah Umar dalam musim kelaparan ikut merasakan dan ikut terdengar keroncongan perutnya, beliau mengatakan kepada perutnya :
قرقري أو لا تقرقري فإنك لن تشبعي حتى يشبع المسلمون .
“Silahkan perutku engkau keroncongan atau tidak keroncongan, engkau tak akan kenyang kecuali kalau seluruh kaum muslimin sudah kenyang”.
Dan itu semua dikarenakan para sahabat diberi keimanan sebelum menerima Al Quran sehingga mereka selalu membacanya siang dan malam dan memiliki waktu mingguan dan bulanan dalam menghatamkan bacaan Al-Qur’an, mereka tidak pernah merasa kenyang dari membaca Al Qur’an dan mentadaburinya sebagaimana Allah ceritakan kondisi mereka :
" الذين آتيناهم الكتاب يتلونه حق تلاوته أولئك يؤمنون به "
“Orang-orang yang Kami berikan kitab, mereka membacanya dengan sebenar-benar bacaan mereka itulah orang yang benar–benar beriman dengannya”.
" أمن هو قانت آناء الليل ساجدا وقائما يحذر الآخرة ويرجو رحمة ربه قل هل يستوى الذين لا يعلمون والذين لا يعلمون إنما يتذكر أو لو الألباب . سورة الزمر : الآية :9
(Apakah kamu hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran" (QS. Az-Zumar: 9).
Mereka tidak hanya mencukupkan diri dengan membaca, akan tetapi tapi mereka mentadabburinya sehingga diantara mereka ada yang mengulang-ulang satu ayat dalam shalatnya sampai fajar.
Terakhir, mereka melihat Al Quran sebagai sesuatu yang mengorbit kepada tauhid yang isinya berkisar :
أ - التوحيد : معرفة الله توحيده وجلاله، عظمته، ورحمته، وقربه من عبادة .
A : Tauhid: Mengetahui Allah bahwa Dia adalah yang Maha Esa, Agung, Mulia, Pemberi Rahmat dan dekat dengan hamba-Nya.
ب - آيات التوحيد و قدرة الله .
B : Bukti-bukti ketauhid-an dan kekuasan Allah .
ج - حقوق التوحيد : الأوامر والنواهي وإخلاص العبادة, جعل الحكم له خالصاً .
C : Hak tauhid yaitu perintah untuk dijalankan, larangan untuk ditinggalkan, ibadah untuk ditunaikan, ikhlas dalam beribadah dan menjadikan hukum ditegakkan hanya untuk Allah, karena Allah telah menegaskan bahwa hukum hanya milik Allah dan kalau menyembah Allah haruslah menjadikan hukumnya sebagai aturan kehidupan dan itu sarat agar agama seseorang menjadi agama yang lurus :
" إن الحكم إلا لله أمر ألا تعبدوا إلا إياه ذلك الدين القيم "
“Hukum itu milik Allah dan tidaklah kalian diperintah kecuali untuk menyembah kepada-Nya, dan itulah agama yang lurus”.
د - جزاء التوحيد : ثواب الموحدين من الرفعة في الدنياً والتمكين والبركة في الحياة، والأمن، والعزة، ودخول الجنة، والنصر على الأعداء، وعقوبة المشركين والكافرين والمنافقين من الهوان في الدنيا والضنق في الحياة والعذاب الدائم في الآخرة .
D : Balasan yang didapat dari bertauhid yang berupa pahala buat ahli tauhid dari ketinggian didunia, stabilitas kedudukan, keberkahan hidup, keamanan, kejayaan, masuk sorga, dan kemenangan terhadap musuh. juga hukuman terhadap orang musyrikin, kafirin dan munafiqin dari kehinaan didunia, kesempitan dalam kehidupan dan adzab yang kekal di akherat.
هـ - مواصفات الموحدين : من التواضع للحق، حسن الخلق، الاستعداد للتضحيات، الوفاء بعهد الله والناس، الأمر بالمعروف والنهي عن المنكر، ودعوة الناس للخير .
E : Kriteria muwahhidin (ahli tauhid) seperti tawadhu’ terhadap kebenaran, akhlaq yang baik, kesiapan untuk berkorban, setia dengan janji, amar ma’ruf dan nahi mungkar, serta mengajak manusia kepada kebaikan.
و - المفاهيم المعينة على الاستقامة من بيان حقيقة الدنيا وأنها متاع الغرور، ومحدودية عمر الإنسان، وصعوبة سكرات الموت .
F : Pemahaman-pemahaman yang membantu ahli tauhid untuk bisa istiqamah dalam iman seperti keterangan akan hakekat dunia dan bahwasanya dia itu kesenangan yang menipu, dan bahwa umur manusia itu sangat terbatas dan menghadapi sakaratul maut adalah sebuah kesulitan yang akan dihadapi oleh setiap manusia.
Terakhir sebagai penutup, itulah sifat dan interaksi para sahabat terhadap Al Qur’an dan semoga kita bisa mencontoh mereka, mereka telah bersusah payah untuk kebahagiaan kita, rasa lelah sudah hilang, mereka telah bahagia untuk selama-lamanya dan didunia sejak zaman mereka sampai hari qiamat selalu dikenang dan didoakan oleh orang yang datang setelah mereka, alangkah bahagianya mereka.
اللهم إنا نسألك بعزتك التى لا ترام وبملكك الذى لا يضام وبنورك الذى ملاء أركان عرشك أت تملأ قلوبنا بالإيمان وأن تهدى قلوبنا للإسلام وأن تجعلنا ممن يحبك ويحب دينك أكثر من محبته لنفسه، وأن ترينا الحق حقاً وأن ترزقنا اتباعه وأن ترينا الباطل باطلاً وأن ترزقنا اجتنابه إنك سميع الدعاء وصل اللهم على نبينا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين .
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar