Asysyam

“Sesungguhnya berbahagialah orang yang mensuciikan jiwanya, dan sungguh merugilah orang yang mengotori jiwanya”

Senin, 27 Desember 2010

Akhir kehidupan Saddam Husein; catatan dan pelajaran

Oleh: Prof. Dr. Nashir ibn Sulaiman al-Umar*
Alhamdulillah Pemberi kemuliaan bagi yang menaatiNya dan kehinaan bagi yang menentangNya, Penghancur para tiran dan pengangkuh serta Penghina para penganiaya.
Shalawat dan salam atas Rasul termulia, penutup Nabi-nabiNya, Muhammad Sang Pedang Terhunus (bagi musuh-musuhNya), Sang Pelita yang terang dan juga semoga tercurah atas keluarga dan para shahabat beliau.
Media-media informasi di pagi hari ini, hari raya Iedul Adha begitu ramai menyampaikan kepada dunia akan peristiwa eksekusi mati Saddam Husein di tiang gantungan akibat putusan pengadilan yang dilaksanakan oleh pemerintah pendudukan Iraq di bawah pengawasan tentara penjajah Amerika dan kekuasaan Syi’ah Shafawiyah. Hal ini menimbulkan sikap dan reaksi yang berbeda-beda di kalangan umat sedunia sesuai sudut pandang mereka masing-masing terhadap persoalan ini dan kajian di atas satu pertimbangan tanpa melihat sisi yang lain sehingga kadang menimbulkan persepsi keliru atau hukum yang tidak tepat.
Bagi kami, yang harus diperhatikan adalah klarifikasi terhadap beberapa persoalan dan memandangnya dengan teliti dan cermat sebelum mengambil suatu sikap atau tiba pada suatu kesimpulan, olehnya itu dengan memohon taufiq dari Allah Ta’ala kami menyampaikan:
1. Seorang Muslim dalam memandang peristiwa yang terjadi di sekelilingnya, atau implikasi dari semua itu atau ketika memutuskan hukum atas pihak manasaja yang terkait hendaknya mendasarkan pada syariat dan menimbangnya dengan timbangan al-Qurān dan as-Sunnah, di samping -tentu saja- mengumpulkan informasi tentang keadaan yang sebenarnya. Sebab menimbang suatu persoalan dengan selain timbangan syar’i -yang memberikan persepsi menyeluruh tentang segala persoalan- hanya memberi pelakunya bayangan semu dan angan-angan hampa hingga tiba pada hasil yang menyesatkan dan menipu.
2. Kita mengenal Saddam Husein sejak dulu di saat semua orang mengelilinginya bahkan menganggapnya sebagai seorang pembesar Bangsa Arab yang dapat dipanuti sehingga mereka berjalan di belakangnya, kita mengenalnya sebagai seorang yang memerangi Islam, ia membunuh para ulama dan tidak memberi kesempatan kepada para dai untuk berdakwah serta berupaya menghapus tanda-tanda keislaman di negerinya sendiri demi kepentingan nasionalisme Arab dan partai Ba’ats yang berhaluan komunis, sehingga Iraq kosong dari ulama kecuali sangat sedikit dan hukum Islam tidak berlaku bagi penduduknya. Iapun hingga mati tidak pernah mengumumkan pengunduran dirinya dari partai Ba’ats tersebut. Namun juga yang patut dicatat, ia adalah penentang gerakan Syiah Shafawiyah Persia yang begitu kokoh tegak di hadapan kekuatan besar tersebut di Iraq bahkan ia rela terjun dalam peperangan hebat melawan gerakan itu sehingga tidak mampu berbuat apa-apa di dalam kekuasaannya.
Tapi yang pasti, gaya kepemimpinan dan politik pemerintahannya yang kacau  serta kepentingan partai dan pribadi menjadikan negerinya hidup dalam kehancuran, rakyatnya miskin padahal Iraq adalah negeri yang sangat kaya dengan sumber daya alam seperti minyak, pertanian, dsb. Hingga akhirnya ia membawa Iraq ke kondisi seperti sekarang ini, menjadi daerah pendudukan bagi kekuatan Amerika Serikat,  Zionisme Israel dan Syiah Shafawiyah penganut ajaran Majusi. Adapun keadaan Saddam sendiri di akhir hidupnya, maka kami tidak dapat memberi komentar sebab kami tidak tahu dalam keadaan apakah ia mati yang jelas ia sudah kembali kepada Tuhannya maka segala urusan kembali kepadaNya.
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya”. (Qs. 17:36)
3. Pengadilan yang mengadili Saddam adalah pengadilan yang tidak adil, ia hanyalah kamuflase, semua orang telah mengetahui akhirnya sejak awal sebab pelaksananya adalah seteru bahkan musuh-musuhnya sendiri. Sehingga pengadilan itu tidak dapat diharapkan menegakkan keadilan atau menghukum kebathilan, ia adalah pengadilan yang tak dapat dipercaya, dilaksanakan oleh orang-orang yang tidak terpercaya, dilaksanakan juga dengan cara yang tidak adil sehingga kecurigaan terhadapnya begitu besar baik oleh para pengamat Barat apalagi dari selain mereka yang lebih mengedepankan keadilan.
4. Eksekusi mati atas Saddam Husein sebenarnya hanya menjelaskan kelemahan kaum penjajah negeri Iraq dan sekutu-sekutunya, kurangnya perencanaan politis mereka sebab tidak ada satu pihakpun yang bergembira dalam hal ini. Ia -dari sejak ditangkap hingga eksekusi matinya- sudah tidak memiliki nilai sebesar dahulu apalagi pengaruh kuat terhadap rakyat Iraq.
5. Perlawanan bangsa Iraq adalah perlawanan syar’i sunni yang tidak pernah terkait sedikitpun dengan Saddam Husein atau partai Ba’ats atau syiar-syiar Jahiliyah lainnya, justru mereka hari ini harus membayar harga sangat mahal akibat kebijakan politiknya yang penuh ketidakadilan dan pemerintahannya yang aniaya. Olehnya itu eksekusi mati Saddam tidak memiliki pengaruh atas perlawanan ini, ia akan terus bergulir Insya Allah melawan bangsa penjajah hingga Iraq kembali menjadi negeri Arab yang Islam, bendera Islam berkibar gagah di sana meskipun saat ini keadaan tersebut belum tercapai.
“Dan bersabarlah kamu, sesungguhnya janji Allah adalah benar dan sekali-kali janganlah orang-orang yang tidak meyakini (kebenaran ayat-ayat Allah) itu menggelisahkan kamu”. (Qs. 30:60)
“…dan Allah berkuasa terhadap urusan-Nya, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahuinya”. (Qs. 12:21)
6. Peristiwa ini menunjukkan keberanian kaum Syiah dan pengaruhnya yang kuat atas negeri Iraq saat ini sebagai hasil dari persekutuan mereka dengan Amerika Serikat. Eksekusi Saddam -baik kesepakatan dengan pihak Amerika atau ketetapan dari pemerintah Iraq sendiri saat ini yaitu kaum Syiah Shafawi- menandakan akan adanya bahaya yang mengancam.
7. Pemilihan waktu dan tempat eksekusi Saddam oleh pemerintah Syiah Iraq hanyalah menunjukkan akan kebencian dan dendam dalam kaum ini terhadap Ahlus Sunnah di sana dan di manapun mereka berada. Kaum Syiah selalu berupaya mengaitkan Saddam dengan kaum Sunni sehingga semua kesalahannya harus ditanggung mereka dan putusan kematiannya di tiang gantung adalah kemenangan kaum Syiah atas kaum Sunni. Olehnya itu pemilihan hari raya Iedul Adha sebagai waktu eksekusi hendaknya menjadi perhatian bagi kita semua dan seharusnya menimbulkan banyak pertanyaan, apa rahasia di balik pemilihan ini oleh pemerintah pendudukan di Baghdad.
8. Tidak ada keharusan bagi kita bersikap dalam peristiwa ini baik gembira atau sedih karena keduanya adalah sikap aniaya, perkara Saddam biarlah kembali kepada Allah walaupun sejarah kehidupannya begitu jelas namun Ialah Yang Maha Tahu apakah ia telah bertaubat atau tidak. Jikapun kita bersedih maka kesedihan itu bukanlah karena kematian Saddam tapi lebih karena kekuasaan kaum Syiah saat ini dan pelampiasan dendam mereka atas kaum Sunni di sana.
9. Beberapa pelajaran penting dari kejadian ini:
a. Akhir buruk bagi kaum zhalim betapapun kuat dan tinggi kekuasaannya,
“Dan janganlah sekali-kali kamu (Muhammad) mengira, bahwa Allah lalai dari apa yang diperbuat oleh orang-orang yang zalim”. (Qs. 14:42)
“dan orang-orang yang zalim itu kelak akan mengetahui ke tempat mana mereka akan kembali”. (Qs. 26:227)
b. Kewajiban setiap pemimpin dan pemerintah kaum Muslimin untuk kembali ke jalan Allah dan menghukum dengan syariatNya serta berupaya meninggikan agama Allah di muka bumi ini,
“(yaitu) orang-orang yang jika kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi niscaya mereka mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma’ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan”. (Qs. 22:41)
Dan janganlah mereka menjadi kaki tangan musuh kaum Muslimin, sebab jika para musuh telah menganggap peran mereka telah habis mereka pasti akan dibuang dalam kondisi hina dina,
“Dan janganlah kamu cenderung kepada orang-orang yang zalim yang menyebabkan kamu disentuh api neraka, dan sekali-kali kamu tiada mempunyai seorang penolongpun selain daripada Allah, kemudian kamu tidak akan diberi pertolongan”. (Qs. 11:113)
Sejarah modern telah mencatat hasil tersebut, dan tidaklah keadaan Saddam Husein kecuali hanyalah satu mata dari rantai panjang ini.
c. Barangsiapa yang menggantungkan urusannya hanya kepada Allah serta berupaya menolong agamaNya, maka ia pasti akan tertolong Insya Allah, apakah ia berhasil mengalahkan musuh-musuhnya atau wafat sebagai syahid. Sebab kemenangan hakiki adalah kemenangan prinsip dan aqidah bukan berkuasanya seseorang atau beradanya ia di tampuk pemerintahan, simaklah kisah di surah al-Buruj atau lihatlah firman Allah:
“Sesungguhnya kami menolong rasul-rasul kami dan orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia dan pada hari berdirinya saksi-saksi (hari kiamat)”. (Qs. 40:51)
d. Kewajiban Ahlus Sunnah di Iraq dari peristiwa ini untuk mewaspadai kekuatan kaum Rafidhah Syiah di sana, sehingga mereka harus bersatu melawan penjajahan Amerika dan kaum Syiah tersebut, sebab hakikatnya kedua pihak ini meskipun kadang terlihat bersama dan kadang terlihat berselisih namun tujuan mereka menghancurkan kaum Sunni tidak pernah mereka perselisihkan. Demikian pula atas Ahlus Sunnah di seluruh dunia dan khususnya di Kawasan Arab untuk mengetahui tujuan-tujuan terselubung kaum Syiah Rafidhah di kawasan ini dan melakukan upaya perlawanan nyata sebelum datang hari penyesalan, sebab di dalam peristiwa Iraq telah terdapat pelajaran penting dan peringatan besar bagi kaum yang berakal. Dan di antara prioritas kewajiban saat ini adalah berdiri bersama saudara-saudara kita para Mujahidin Iraq dan membantu mereka dengan segenap kemampuan kita fisik dan mental selama kesempatan untuk itu masih ada, sebab Ahlus Sunnah adalah kaum Mushabirun dan para Mujahidin adalah Murabhitun yang hingga saat ini senantiasa menimpakan atas kaum musuh kerugian yang banyak meskipun kemampuan mereka sangat terbatas, jika kita berlepas diri dari mereka maka kita tidak akan aman dari hukuman Allah sebab itu adalah kezhaliman dan tindakan penghinaan kepada sesama muslim yang ganjaran hukumannya cepat sebagaimana sunnatullah yang pernah terjadi pada umat-umat terdahulu,
“Dan (penduduk) negeri Telah kami binasakan ketika mereka berbuat zalim, dan Telah kami tetapkan waktu tertentu bagi kebinasaan mereka”. (Qs. 18:59)
“Tiadalah yang mereka nanti-nantikan melainkan (berlakunya) sunnah (Allah yang Telah berlaku) kepada orang-orang yang terdahulu. Maka sekali-kali kamu tidak akan mendapat penggantian bagi sunnah Allah, dan sekali-kali tidak (pula) akan menemui penyimpangan bagi sunnah Allah itu”. (Qs. 35:43)
Demikianlah, wallahu a’lam dan semoga shalawat serta salam tercurah atas Rasulullah, keluarga dan shahabat beliau.
Mekkah, 10 Dzulhijjah 1427 H
* Diambil dari situs: www.almoslim.net, diterjemah oleh: Rahmat A. Rahman.

Tidak ada komentar:

Cari Blog Ini