Sahabat Cahaya yang dimulyakan Allah SWT
Albert Einsten mengatakan bahwa Cahaya itu ABSOLUT sedangkan Ruang dan Waktu itu RELATIF. Dan Kecepatan bergerak suatu benda yang paling cepat yang ada di muka bumi adalah Cahaya. Menurut Einstein, tidak ada yang lebih cepat daripada Cahaya. Kecepatan Cahaya adalah 300.000 km/detik. Sehingga jika ada sebuah benda yang bergerak lebih cepat dari pada Cahaya maka benda itu seolah-olah akan menghilang, seolah-olah tak pernah mewujud di muka Bumi, tapi ada.
Berdasarkan Rumus Albert Einstein tentang hubungan antara waktu, materi, dan kecepatan, maka dimisalkan jika ada seorang Astronot dalam sebuah Roket meluncur dengan kecepatan mendekati Cahaya, dalam kasus ini anggap 0,8C dimana C = 300.000 km/detik, sehingga kecepatan Roket tersebut adalah 0,8 x 300.000 km/detik = 240.000 km/detik. Sehingga setelah 30 tahun waktu berlalu di dalam roket, ternyata sama dengan 50 tahun selang waktu di Bumi.
Artinya, kalau Astronot itu berusia 30 tahun, lalu berekspidisi keluar angkasa selama 30 tahun, dan kembali ke bumi lagi, maka sesampainya di Bumi usianya sudah mencapai 80 tahun sebagaimana teman-teman sebayanya telah mencapai usia 80 tahun, namun secara fisik si Astronot baru berusia 60 tahun. Dengan demikian, dapat dikatakan secara sederhana, bahwa jika ada manusia yang bergerak mendekati kecepatan cahaya maka ia akan awet muda. Tapi mana ada?
Dan jika Astronot itu meluncur bersama roketnya dengan kecepatan yang SAMA dengan kecepatan Cahaya, atau melebihi kecepatan Cahaya, maka nilai WAKTU di bumi menjadi tak terdefinisi, artinya nilai WAKTU diserahkan penuh kepada ALLAH SWT, atau dengan bahasa mudahnya bahwa Astronot tersebut sudah tidak lagi terikat dengan Ruang dan Waktu. Menghilang, tapi ada...
Dalam Q.S. 24: 35 difirmankan “..Allah membimbing kepada Cahaya-Nya siapa yang Dia kehendaki..”. Subhanallah, rupanya Allah pun mengistilahkan nilai-nilai kebenaran dengan istilah “Cahaya”-Nya. Kalau Einstein mengatakan bahwa Cahaya itu sifatnya Absolut, maka Cahaya Allah itu Maha Absolut, jauh sekali dari sifat relatif. Dan kalaulah kecepatan Cahaya itu mencapai 300.000 km/det, maka kecepatan Cahaya Allah pastilah tak tercapai dalam bayangan manusia. Dan kalaulah untuk menjadi “awet muda” itu harus bergerak mendekati kecepatan Cahaya, maka untuk “Tetap Muda (bukan sekedar awet muda, tapi tetap muda)” kita harus bergerak mendekati kecepatan Cahaya Allah. Bisakah?
Bisakah kita bergerak mendekati kecepatan Cahaya Allah? Padahal untuk bergerak mendekati Cahaya Matahari saja tak mungkin rasanya. Maka jawabannya adalah BISA jika Allah menghendaki. Perhatikan kembali firman Allah “Dalam Q.S. 24: 35 difirmankan “..Allah membimbing kepada Cahaya-Nya siapa yang Dia kehendaki..”.
Bagaimana caranya? Sekarang, sebelumnya mari kita kembali kepada pernyataan Einstein yang mengatakan bahwa Cahaya itu ABSOLUT sedangkan Ruang dan Waktu itu RELATIF. Artinya, untuk mendapatkan sesuatu yang ABSOLUT, maka sedapat mungkin kita harus menghindari yang RELATIF. Artinya, untuk mendapatkan CAHAYA maka kita harus sedapat mungkin keluar dari RUANG dan WAKTU. Apa mungkin kita keluar dari RUANG dan WAKTU?
Ya, sekali lagi jawabannya adalah MUNGKIN saja jika ALLAH menghendaki. Dan hal ini sudah pernah terjadi yakni pada peristiwa Isro’ Mi’raj Rosulullah SAW yang bergerak dengan kecepatan BUROQ, yang pastinya jauh melebihi kecepatan Cahaya.
Baiklah, mari kita dekati perlahan-lahan pembahasan ini. Misal jika Anda menggantungkan diri pada pertolongan seseorang, maka ketika orang tersebut tak mampu lagi menolong Anda maka Anda pasti akan kerepotan. Sebab bentuk pertolongan itu, mau tidak mau terikat dengan Ruang dan Waktu, yang pastinya tidak akan langgeng alias relatif. Dan yang menolong Anda pun Relatif. Artinya, kalau Anda bergantung kepada sesuatu yang RELATIF maka Anda akan terbawa “Cahaya” Relatif tersebut.
Maka jangan pernah menggantungkan sesuatu kepada yang Relatif, kepada yang masih terikat dengan Ruang dan Waktu. Tapi bergantunglah kepada yang Maha ABSOLUT, yang Cahayanya abadi tak pernah redup walaupun para musuh Allah berusaha memadamkannya. Ya, “ALLAHU SH-SHOMAD”, hanya ALLAH lah tempat kita bergantung. Disebabkan Allah itu bebas dari segala macam prasangka kemakhlukan, artinya Allah itu bebas dari Ruang dan Waktu, maka ketika Anda hanya menggantungkan kehidupan Anda sepenuhnya kepada Allah SWT, maka insya Allah Cahaya Sejati akan hadir dalam hidup Anda.
Ketika sungguh kita bergantung hanya kepada ALLAH, maka kegelisahan yang sifatnya relatif akan jauh dari keseharian kita. Maka, Sholatnya orang yang mendapatkan CAHAYA akan terlihat lama sekali, padahal orang yang melakukan sholat tersebut sudah merasa cepat. (Perhatikan kembali kasus astrosnot di atas). Artinya, kalau Anda sholat, dan Sholat Anda dalam liputan Cahaya Allah, maka Anda akan merasa waktu berlalu begitu cepat, padahal Anda sholat sudah begitu lama. Namun, ketika Anda sholat, dan Anda masih merasa waktu berjalan begitu lambat, padahal orang lain melihat Sholat Anda cukup cepat, berarti Sholat Anda belum berada di dalam liputan Cahaya-Nya. Wallahu alam.
Itu sebabnya, agar Sholat Anda tidak menjadi ria di hadapan makhluk Allah lainnya, maka Sholat khusus peminat Cahaya Allah di hadirkan di malam hari, yaitu Tahajjud. Nah silakan berlama-lama ketika Anda bertahajjud, nikmati lama Anda yang sebentar itu bersama Cahaya-Nya. Sedangkan untuk Sholat wajib, dan terlebih lagi di kala Anda menjadi Imam, maka Anda disunnahkan melihat kondisi makmun, sehingga dilarang berlama-lama jika makmum Anda heterogen usianya dan heterogen keperluannya atas dunia. Jika ingin lebih lama bersama Cahaya-Nya, maka lakukanlah di malam hari...
"Dan pada sebahagian malam hari bersembahyang tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu; mudah-mudahan Tuhan-mu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji. (Q.S. 17 : 79)"
Albert Einsten mengatakan bahwa Cahaya itu ABSOLUT sedangkan Ruang dan Waktu itu RELATIF. Dan Kecepatan bergerak suatu benda yang paling cepat yang ada di muka bumi adalah Cahaya. Menurut Einstein, tidak ada yang lebih cepat daripada Cahaya. Kecepatan Cahaya adalah 300.000 km/detik. Sehingga jika ada sebuah benda yang bergerak lebih cepat dari pada Cahaya maka benda itu seolah-olah akan menghilang, seolah-olah tak pernah mewujud di muka Bumi, tapi ada.
Berdasarkan Rumus Albert Einstein tentang hubungan antara waktu, materi, dan kecepatan, maka dimisalkan jika ada seorang Astronot dalam sebuah Roket meluncur dengan kecepatan mendekati Cahaya, dalam kasus ini anggap 0,8C dimana C = 300.000 km/detik, sehingga kecepatan Roket tersebut adalah 0,8 x 300.000 km/detik = 240.000 km/detik. Sehingga setelah 30 tahun waktu berlalu di dalam roket, ternyata sama dengan 50 tahun selang waktu di Bumi.
Artinya, kalau Astronot itu berusia 30 tahun, lalu berekspidisi keluar angkasa selama 30 tahun, dan kembali ke bumi lagi, maka sesampainya di Bumi usianya sudah mencapai 80 tahun sebagaimana teman-teman sebayanya telah mencapai usia 80 tahun, namun secara fisik si Astronot baru berusia 60 tahun. Dengan demikian, dapat dikatakan secara sederhana, bahwa jika ada manusia yang bergerak mendekati kecepatan cahaya maka ia akan awet muda. Tapi mana ada?
Dan jika Astronot itu meluncur bersama roketnya dengan kecepatan yang SAMA dengan kecepatan Cahaya, atau melebihi kecepatan Cahaya, maka nilai WAKTU di bumi menjadi tak terdefinisi, artinya nilai WAKTU diserahkan penuh kepada ALLAH SWT, atau dengan bahasa mudahnya bahwa Astronot tersebut sudah tidak lagi terikat dengan Ruang dan Waktu. Menghilang, tapi ada...
Dalam Q.S. 24: 35 difirmankan “..Allah membimbing kepada Cahaya-Nya siapa yang Dia kehendaki..”. Subhanallah, rupanya Allah pun mengistilahkan nilai-nilai kebenaran dengan istilah “Cahaya”-Nya. Kalau Einstein mengatakan bahwa Cahaya itu sifatnya Absolut, maka Cahaya Allah itu Maha Absolut, jauh sekali dari sifat relatif. Dan kalaulah kecepatan Cahaya itu mencapai 300.000 km/det, maka kecepatan Cahaya Allah pastilah tak tercapai dalam bayangan manusia. Dan kalaulah untuk menjadi “awet muda” itu harus bergerak mendekati kecepatan Cahaya, maka untuk “Tetap Muda (bukan sekedar awet muda, tapi tetap muda)” kita harus bergerak mendekati kecepatan Cahaya Allah. Bisakah?
Bisakah kita bergerak mendekati kecepatan Cahaya Allah? Padahal untuk bergerak mendekati Cahaya Matahari saja tak mungkin rasanya. Maka jawabannya adalah BISA jika Allah menghendaki. Perhatikan kembali firman Allah “Dalam Q.S. 24: 35 difirmankan “..Allah membimbing kepada Cahaya-Nya siapa yang Dia kehendaki..”.
Bagaimana caranya? Sekarang, sebelumnya mari kita kembali kepada pernyataan Einstein yang mengatakan bahwa Cahaya itu ABSOLUT sedangkan Ruang dan Waktu itu RELATIF. Artinya, untuk mendapatkan sesuatu yang ABSOLUT, maka sedapat mungkin kita harus menghindari yang RELATIF. Artinya, untuk mendapatkan CAHAYA maka kita harus sedapat mungkin keluar dari RUANG dan WAKTU. Apa mungkin kita keluar dari RUANG dan WAKTU?
Ya, sekali lagi jawabannya adalah MUNGKIN saja jika ALLAH menghendaki. Dan hal ini sudah pernah terjadi yakni pada peristiwa Isro’ Mi’raj Rosulullah SAW yang bergerak dengan kecepatan BUROQ, yang pastinya jauh melebihi kecepatan Cahaya.
Baiklah, mari kita dekati perlahan-lahan pembahasan ini. Misal jika Anda menggantungkan diri pada pertolongan seseorang, maka ketika orang tersebut tak mampu lagi menolong Anda maka Anda pasti akan kerepotan. Sebab bentuk pertolongan itu, mau tidak mau terikat dengan Ruang dan Waktu, yang pastinya tidak akan langgeng alias relatif. Dan yang menolong Anda pun Relatif. Artinya, kalau Anda bergantung kepada sesuatu yang RELATIF maka Anda akan terbawa “Cahaya” Relatif tersebut.
Maka jangan pernah menggantungkan sesuatu kepada yang Relatif, kepada yang masih terikat dengan Ruang dan Waktu. Tapi bergantunglah kepada yang Maha ABSOLUT, yang Cahayanya abadi tak pernah redup walaupun para musuh Allah berusaha memadamkannya. Ya, “ALLAHU SH-SHOMAD”, hanya ALLAH lah tempat kita bergantung. Disebabkan Allah itu bebas dari segala macam prasangka kemakhlukan, artinya Allah itu bebas dari Ruang dan Waktu, maka ketika Anda hanya menggantungkan kehidupan Anda sepenuhnya kepada Allah SWT, maka insya Allah Cahaya Sejati akan hadir dalam hidup Anda.
Ketika sungguh kita bergantung hanya kepada ALLAH, maka kegelisahan yang sifatnya relatif akan jauh dari keseharian kita. Maka, Sholatnya orang yang mendapatkan CAHAYA akan terlihat lama sekali, padahal orang yang melakukan sholat tersebut sudah merasa cepat. (Perhatikan kembali kasus astrosnot di atas). Artinya, kalau Anda sholat, dan Sholat Anda dalam liputan Cahaya Allah, maka Anda akan merasa waktu berlalu begitu cepat, padahal Anda sholat sudah begitu lama. Namun, ketika Anda sholat, dan Anda masih merasa waktu berjalan begitu lambat, padahal orang lain melihat Sholat Anda cukup cepat, berarti Sholat Anda belum berada di dalam liputan Cahaya-Nya. Wallahu alam.
Itu sebabnya, agar Sholat Anda tidak menjadi ria di hadapan makhluk Allah lainnya, maka Sholat khusus peminat Cahaya Allah di hadirkan di malam hari, yaitu Tahajjud. Nah silakan berlama-lama ketika Anda bertahajjud, nikmati lama Anda yang sebentar itu bersama Cahaya-Nya. Sedangkan untuk Sholat wajib, dan terlebih lagi di kala Anda menjadi Imam, maka Anda disunnahkan melihat kondisi makmun, sehingga dilarang berlama-lama jika makmum Anda heterogen usianya dan heterogen keperluannya atas dunia. Jika ingin lebih lama bersama Cahaya-Nya, maka lakukanlah di malam hari...
"Dan pada sebahagian malam hari bersembahyang tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu; mudah-mudahan Tuhan-mu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji. (Q.S. 17 : 79)"
Sahabat Cahaya...
Perhatikanlah, berikut adalah salah satu do’a yang populer dibaca setelah Sholat Tahajud :
“Ya Allah berikan cahayaMu kepada hatiku, Ya Allah berikan cahayaMu kepada penglihatanku, Ya Allah berikan cahayaMu kepada pendengaranku, Ya Allah berikan cahayaMu dari sebelah kananku, Ya Allah berikan cahayaMu dari sebelah kiriku, Ya Allah berikan cahayaMu dari atasku, Ya Allah berikan cahayaMu dari bawahku, Ya Allah berikan cahayaMu dari depanku, Ya Allah berikan cahayaMu dari belakangku, Ya Allah berikan cahayaMu kepadaku.”
Sahabat Cahaya...
Dalam Alquran ada DUA istilah yang berkenaan dengan CAHAYA yaitu NUR dan DHIYA’. Nur adalah Cahaya secara umum, sedangkan Dhiya’ adalah Cahaya yang lebih khusus. Dhiya adalah sumber cahaya, Benda yang ber-Dhiya maka pasti ber-Nur, sedangkan benda yang ber-Nur, belum tentu sebagai Dhiya’.
Perhatikanlah firman Allah berikut :
“Katakanlah: "Terangkanlah kepadaKu, jika Allah menjadikan untukmu malam itu terus menerus sampai hari kiamat, siapakah Tuhan selain Allah yang akan mendatangkan sinar terang (Dhiya’) kepadamu? Maka Apakah kamu tidak mendengar?" (Q.S. 28:71)
Kemudian Perhatikan pula firman Allah yang ini :
“Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar (Dhiya’) dan bulan bercahaya (Nur) dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui.” (Q.S. 10:5)
Subhanallah, Matahari sebagai sumber cahaya disebut dengan istilah Dhiya’, sedangkan Bulan sebagai Pemantul cahaya matahari disebut sebagai Nur. Namun tetap saja, Dhiya dan Nur atau Matahari dan Bulan, keduanya adalah ber-Cahaya. Perbedaannya hanyalah yang satu sebagai SUMBER Cahaya, dan yang kedua sebagai PEMANTUL Cahaya.
Sahabat Cahaya...
Perhatikanlah, berikut adalah salah satu do’a yang populer dibaca setelah Sholat Tahajud :
“Ya Allah berikan cahayaMu kepada hatiku, Ya Allah berikan cahayaMu kepada penglihatanku, Ya Allah berikan cahayaMu kepada pendengaranku, Ya Allah berikan cahayaMu dari sebelah kananku, Ya Allah berikan cahayaMu dari sebelah kiriku, Ya Allah berikan cahayaMu dari atasku, Ya Allah berikan cahayaMu dari bawahku, Ya Allah berikan cahayaMu dari depanku, Ya Allah berikan cahayaMu dari belakangku, Ya Allah berikan cahayaMu kepadaku.”
Sahabat Cahaya...
Dalam Alquran ada DUA istilah yang berkenaan dengan CAHAYA yaitu NUR dan DHIYA’. Nur adalah Cahaya secara umum, sedangkan Dhiya’ adalah Cahaya yang lebih khusus. Dhiya adalah sumber cahaya, Benda yang ber-Dhiya maka pasti ber-Nur, sedangkan benda yang ber-Nur, belum tentu sebagai Dhiya’.
Perhatikanlah firman Allah berikut :
“Katakanlah: "Terangkanlah kepadaKu, jika Allah menjadikan untukmu malam itu terus menerus sampai hari kiamat, siapakah Tuhan selain Allah yang akan mendatangkan sinar terang (Dhiya’) kepadamu? Maka Apakah kamu tidak mendengar?" (Q.S. 28:71)
Kemudian Perhatikan pula firman Allah yang ini :
“Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar (Dhiya’) dan bulan bercahaya (Nur) dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui.” (Q.S. 10:5)
Subhanallah, Matahari sebagai sumber cahaya disebut dengan istilah Dhiya’, sedangkan Bulan sebagai Pemantul cahaya matahari disebut sebagai Nur. Namun tetap saja, Dhiya dan Nur atau Matahari dan Bulan, keduanya adalah ber-Cahaya. Perbedaannya hanyalah yang satu sebagai SUMBER Cahaya, dan yang kedua sebagai PEMANTUL Cahaya.
Sahabat Cahaya...
Sebagaimana yang disebut pada Q.S. 17 : 39, disana diibaratkan bahwa Allah sebagai Dhiya, Sumber Cahaya langit dan bumi. Dengan demikian wajar Rosulullah sering dibaratkan sebagai Bulan, yang memantulkan cahaya dari Alllah SWT, itulah Nur Muhammad SAW. Dan sesungguhnya, apapun KEBENARAN yang ada di alam semesta ini adalah NUR Allah SWT, hanyalah pantulan Cahaya sejati dari Allah yang berstatus sebagai MAHA DHIYA’ (MAHA SUMBER CAHAYA).
Dan kewajiban kita di muka bumi ini adalah kembali kepada CAHAYA ALLAH (Nurullah), bukan kembali kepada ZAT ALLAH (Dzaatillaah), karena memang kita tidak mampu melihat ZAT ALLAH, dan menyatu dengan ZAT ALLAH. Tapi kita bisa menyatu dengan CAHAYA ALLAH. Jadi bukan WihdatulWujud, namun WihdatunNuur. Sebagaimana yang sering ALLAH perintahkan kepada kita.. “Minazzulumaati ilannuur..” yang artinya, “Dari keGELAPAN menuju CAHAYA”, dan di Al-Quran tidak ditemukan firman Allah yang berbunyi, “Minazzuluumati ilad-dhiyaa’”..
Sahabat Cahaya..
Banyak sekali PERUMPAMAAN2 yang ada di Al-Quran. Dan, Jika di Al-Quran ada ayat yang mengeluarkan kosa kata "Nyamuk" sebagai perumpamaan, maka agar jelas apa maksud dari ayat tersebut, kita diharuskan memahami apakah Nyamuk itu. Begitupun, ketika di Al-Quran begitu banyak istilah CAHAYA, maka kita harus memahami, baik secara fisik ataukah metafisik, apakah ARTI dari CAHAYA itu, dan Mengapa perumpamaan CAHAYA begitu populer di Al-Quran. Dan ini semua tentunya agar kita memahami Al-Quran dengan lebih baik, memahami Islam dengan lebih bijak...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar