Setelah saya menulis artikel yang berjudul “Ikhlas yang Tidak Ikhlas”, izinkan hari ini saya membahas titik yang terkesan bertolak belakang dengan artikel tersebut, yaitu “Terlalu Ikhlas”
Saya memperhatikan, beberapa sahabat muslim, termasuk saya tentunya, perlu diingatkan kembali tentang perkara ikhlas yang berlebihan ini. Lho, ikhlas kok berlebihan?
Dalam Islam, apapun yang berlebihan bisa menghancurkan. Seharusnya semua perkara dikembalikan kepada Al-Quran, Sunnah, dan Ijma’ Sahabat.
Oke sahabat, secara harfiah, IKHLAS itu artinya MURNI (Tidak bercampur). Kebalikan dari ikhlas adalah SYIRIK. Syirik artinya BERCAMPUR (Tidak murni). Artinya kalau kita tidak berbuat ikhlas, artinya kita tengah berbuat syirik. Artinya juga, seseorang yang mengatakan “Saya belum mampu berbuat ikhlas” , maka sebenarnya ia tegah mengatakan dengan cara yang berbeda “Saya masih syirik” . Begitukah? Na'udzubillahi min dzalik
Yang dimaksud dengan MURNI adalah TIDAK berCAMPURnya kebenaran Ilhiyah (beradasarkan Quran, Sunnah, plus Ijma' Sahabat) dengan virus-virus ego pribadi.
Baiklah, secara sederhana Ikhlas itu dibagi menjadi tiga.
1. Ikhlas dalam bermuamalah
2. Ikhlas dalam beribadah
3. Ikhlas dalam berakidah
Ikhlas dalam bermuamalah
Bermuamalah adalah berhubungan antar sesama manusia dan alam semesta. Dalam bahasa fiqih, segala yang sifatnya muamalah dihukumi HALAL, kecuali yang dilarang. Contoh, pada dasarnya semua makanan itu halal, kecuali anjing, babi, bangkai, ampibi, binatang bertaring, dan binatang yang tidak disembelih atas nama Allah.
Namun demikian, ada pula ibadah-ibadah Muamalah yang dihukumi wajib, seperti silaturahim, menolong orang yang perlu bantuan, menghadiri undangan kaum muslimin dlsb.
Intinya, Ikhlas dalam bermuamalah adalah ketika Anda melakukan amalan-amalan muamalah tersebut tidak bertentangan dengan aturan-aturan yang berlaku. Kalau anda bermuamalah dalam bisnis maka tidak terjadi yang namanya Riba, Ketidak Jelasan, dan Penipuan.
Ikhlas dalam beribadah
Sebagaimana fimran Allah dalam Al-Quran “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepadaKu” (Q.S. 51:56).
Intinya, dalam perkara ikhlas beribadah adalah bahwa hukum dasar setiap peribadatan itu adalah haram, kecuali yang diperintahkan. Hal ini tentunya berbeda dengan ikhlas dalam bermuamalah, bahwa segala bentuk muamalah adalah halal kecuali yang dilarang.
Jadi ketika kita beribadah, maka haruslah sesuai dengan tuntunan. Bukan semata-mata “ikhlas” yang salah kaprah. Contoh, tidak baik kita mengatakan “ga apa-apa laki-laki sholat sendirian di rumah, kan yang penting ikhlas” dan lalu ditambah dengan perkataan, “Coba pikirkan, daripada sholat berjamaah tapi ngga ikhlas, pengen dilihat orang, pengen jadi imam, pengen dipuji suaranya, kan lebih baik sholat sendirian di rumah tapi ikhlas”
Nah, mereka yang berkata seperti ini berarti tidaklah paham, bahwa keikhlasan dalam beribadah itu terkait erat dengan prosedur yang sudah dicontohkan oleh Nabi Muhammad saw. Kalau kita mengatakan "ikhlas", tapi tidak sesuai dengan prosedur yang berlaku, maka itulah ikhlas yang salah kaprah.
Berikutnya banyak pertanyaan yang mungkin hadir...
Bolehkah kita beribadah karena sesuatu selain dari Allah? Tapi sesuatu itu sudah dijanjikan oleh Allah dan RosulNya. Misal :
- Bolehkah kita beribadah karena ingin mendapatkan surga Allah?
- Bolehkah kita beribadah karena takut neraka Allah?
- Bolehkah kita beribadah karena ingin mendapatkan pahala dan ampunan dari Allah?
- Bolehkah kita sholat dhuha karena ingin dilancarkan rejeki?
- Bolehkah kita sedekah agar kita terhindar musibah?
- Bolehkah kita berzakat agar harta kita berkah?
Maka jawabannya adalah BOLEH. Keinginan lain asalkan itu adalah keinginan kedua setelah hadirnya keingan pertama (karena Allah) maka hal itu tidak menggugurkan keikhlasan, selama berbagai keinginan itu sudah ada pakemnya di Al-Quran, Sunnah atau Ijma’.
Perhatikan Firman Allah berikut, “Orang-orang yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan kepada Tuhan mereka siapa di antara mereka yang lebih dekat (kepada Allah) dan mengharapkan rahmat-Nya dan takut akan azab-Nya; sesungguhnya azab Tuhanmu adalah suatu yang (harus) ditakuti. (Q.S.17:57).
Ayat di atas menjelaskan, tidak masalah bagi Anda yang ingin mencari jalan Tuhan, sambil mengharapkan rahmatNya, dan sambil merasa takut atas azabNya. Bahkan anda harus merasa takut dengan azab/neraka yang telah Allah siapkan bagi hamba-hambaNya yang kufar.
Coba perhatikan ayat berikut, “Berlomba-lombalah kamu kepada (mendapatkan) ampunan dari Tuhanmu dan syurga yang luasnya seluas langit dan bumi, yang disediakan bagi orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-rasul-Nya. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah mempunyai karunia yang besar. (Q.S. 57:21).
Nah, justru kita disuruh berlomba-lomba mencari ampunan Allah, dan berlomba-lomba menuju surga Allah. Sebab ampunan dan surga Allah itu adalah bagian dari karuniaNya. Jadi kita dilarang keras menyepelekan kehadiran surga Allah, sebab kalau kita menyepelekan surga Allah, berarti kita sudah menyepelekan karunia Allah, berarti juga kita sudah menyepelekan Allah. Na’udzubillaahimin dzalik.
Atau coba perhatikan ayat berikut, "Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap kekufuran, tetapi berkasih sayang sesama mereka. Kamu lihat mereka ruku' dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. (Q.S. 48:29)."
Ternyata kita justru diperintahkan untuk rukuk dan sujud dalam rangka mencari karunia Allah dan keridhoanNya. dan Karunia Allah itu banyak, bisa dalam bentuk materi ataukah immateri.
Sehingga janganlah kita menjadi orang yang berlebihan dalam ikhlas dengan mengatakan “Ya Allah, kalau seandainya saya beribadah kepadaMu karena takut NerakaMu, maka masukkanlah aku ke dalam nerakaMu, sehingga tak ada lagi orang yang bisa masuk ke dalam nerakaMu sebab nerakaMu sudah dipenuhi oleh aku dan dosa-dosaku. Dan Ya Allah, apabila aku beribadah karena ingin surgaMu, maka masukkanlah semua orang ke dalam surgaMu, sehingga tidak ada lagi tempat untukku berada di surgaMu”.
Inilah orang-orang yang membesarkan Allah tapi ia lupa membesarkan Karunia Allah. Padahal Allah memperkenalkan dirinya kepada hamba-hambaNya melalui Karunia-KaruniaNya yang sangat luas.
Namun demikian, kita tidak boleh mengharapkan sesuatu selain dari Allah, yang mana hal harapan itu tidak pernah diperintahkan oleh Allah dan RosulNya. Contoh:
- Kita tidak boleh berangkat haji agar orang lain memanggil kita Pak Haji.
- Kita tidak boleh bersedekah agar kita tambah kaya, dan agar kita mendapatkan apa yang kita inginkan. Contoh Anda ingin mobil seharga 200juta, lalu Anda sedekah sebesar 20 juta (sepersepuluhnya) agar Allah memberikan kepada Anda 200juta. Sebab Rosulullah tidak pernah melakukan hal yang semacam ini. Tapi Rosulullah pernah menyarankan sedekah bagi Anda yang sedang sakit atau yang sedang terkena musibah.
- Kita tidak boleh tawasul karena ingin agar orang-orang sholeh yang kita tawashuli memberikan syafaat kepada kita. Sebab hal ini tidak ada contohnya. Yang diperintahkan adalah kita bersholawat kepada Rosulullah saw.
- Kita tidak boleh muludan dengan menyangka bahwa muludan adalah bagian dari ibadah ritual, dan lalu merasa berdosa jika kita tidak melakukan muludan. Apalagi muludan itu menjadi tidak syah kalau tidak ada acara pecah telor dan lain sebagainya. Tapi kita boleh muludan, jika tujuan kita bukan sebagai ibadah ritual, tapi sebagai pengajian seperti biasa, hanya saja yang ini dilakukan di bulan mulud, seraya mengingat perjuangan-perjuangan Rosulullah saw dan para sahabatnya, agar terjadi pembaharuan semangat kepada umat. Jadi Muludan untuk memotivasi umat, tidak lah masalah, sebab ini termasuk perkara muamalah.
Ikhlas dalam berakidah
Dasarnya adalah surat Al-Ikhlas. Hanya ada SATU TUHAN di alam semesta ini. Jika kita gagal ikhlas untuk perkara ini, maka pelakunya disebut Syirik Akbar. Sebuah Syirik yang tidak bisa diampuni dosanya oleh Allah.
Jika seseorang Syirik dalam bermuamalah, dan syirik dalam hal tata cara beribadah, maka hal itu masih bisa diampuni olehNya, atas kehendakNya. Tapi kalau seseorang itu syirik dalam hal Aqidah maka ia tidak mendapatkan janji ampunan dari Allah swt.
Perhatikan Firman Allah berikut, “Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan dia mengampuni dosa yang selain itu bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, maka sesungguhnya ia telah tersesat sejauh-jauhnya.” (Q.S. 4:116)
Contoh Syirik dalam berakidah :
- Menganggap bahwa Tuhan itu lebih dari satu
- Menganggap bahwa Tuhan itu beranak dan melahirkan
- Menganggap bahwa Tuhan itu adalah alam semesta
- Menganggap bahwa Tuhan itu adalah diri sendiri
- Menganggap bahwa dirinya menyatu dengan Tuhan
- Menganggap bahwa dirinya bisa mengetahui kejadian akan datang, lalu memamerkannya ke semesta.
- Mencintai makhluk Allah sama atau lebih daripada mencintai Allah.
Berikutnya, ketiga model keikhlasan itu dikembalikan ke hati kita masing-masing. Artinya jika secara "prosedur" kita sudah ikhlas maka tinggal secara PONDASInya. Ya, Setelah secara JELAS kita tidak berbuat syirik, maka titik berikutnya tinggal hubungan HATI kita dengan Yang MAHA MENGUASAI HATI kita. Dan disitulah finishing dari keikhlasan kita. Dan itu tinggal urusan Anda dengan Allah SWT. Rahasia....
Demikianlah penjelasan singkat yang panjang tentang ikhlas ini, semoga Anda ikhlas membacanya ^_^. Semoga bermanfaat bagi kita semua dan Semoga Allah melindungi kita dari perbuatan yang tidak ikhlas, baik dalam hal bermuamalah, berritual ibadah, terlebih lagi dalam hal berakidah.
Wallahu alam bish-showab
Tidak ada komentar:
Posting Komentar