Asysyam

“Sesungguhnya berbahagialah orang yang mensuciikan jiwanya, dan sungguh merugilah orang yang mengotori jiwanya”

Sabtu, 04 Desember 2010

Tasbih bersama E=MC^2

Sahabat
mari nikmati penjelasan berikut, dan mohon keikhlasannya untuk memberikan analisa dan masukan-masukannya agar tulisan ini bisa lebih baik.


MAKNA BER-TASBIH

Kata At-Tasbih adalah derivasi dari kata as-sabh, yang berarti : terapung dan as-sibaahah : berenang, yang secara etimologi berarti berlalunya benda materi dengan cepat di tengah-tengah benda yang kepadatan massanya kurang dari benda materi tersebut, seperti air atau udara.

Kemudian, As-Sabh bisa berarti : kekosongan, hampa. Bisa juga berarti : bertindak di dalam kehidupan. As-Sabh bisa juga digunakan dalam bentuk metafora untuk menunjukkan makna peredaran/pergerakan bintang-bintang di hamparan langit. “Dan masing-masing beredar pada garis edarnya (36:40)”.

Sehingga dapat disimpulkan arti dari BERTASBIH adalah bahwa seluruh elemen di alam semesta ini selalu bergerak mengikuti garis edar thowaf semesta seraya fokus kepada Allah, yang ditandakan dengan fokus kepada rumah kosong atau Baitullah.

Baitullah sebagai lambang itu ada di dua tempat, pertama Mekkah (Bumi Fisik), kedua Hati Fuad (Bumi Jiwa). Sedangkan Baitullah yang sejati ada di alam Maha yang kita sebut sebagai ‘Arsy.

“(Malaikat-malaikat) yang memikul 'Arsy dan malaikat yang berada di sekelilingnya bertasbih memuji Tuhannya dan mereka beriman kepada-Nya serta memintakan ampun bagi orang-orang yang beriman ....” (40:7)

Karena Alam semesta selau begerak, maka alam semesta ini selalu bertasbih. Karena Allah bersemayam di atas Arsy-Nya maka Allah-lah yang ditasbihi, yang dithowafi, yang dijadikan titik fokus pergerakan alam semesta.

Karena Baitullah itu Rumah Allah , dan di dalam rumah Allah itu ternyata Kosong (As-Sabh), maka Allah itu adalah “Kosong” (perhatikan : dengan tanda kutip). Maksudnya, Kosong dari berbagai PRASANGKA manusia terhadapNya, sehingga saking kosongnya kita sebut sebagai SUCI, dan saking sucinya, kita sebut saja sebagai MAHA SUCI. Sehingga SUBHANALLAH artinya MAHA SUCI ALLAH YANG TELAH MEMBUAT SEMESTA INI BERGERAK FOKUS KEPADANYA.

Jadi, bertasbih itu bergerak, dan bergerak itu harus benar, bergerak yang benar adalah ta'at. Ta'at dalam berma'rifat, berhakikat, dan bersyariat.

Jadi bertasbih itu artinya bergerak dalam ketaatan... bergerak fokus menuju Allah.. kita hidup hanya untuk beribadah kepada Allah....taat kepadaNya... bergerak taat artinya bergerak sesuai kaidah sunnatullah...


E= MC^2

Tahap berikutnya, mari kita bergerak (baca: bertasbih) lebih dalam dengan pendekatan rumus "temuan" Einstein yaitu E=MC^2.

E = Energi, sifatnya INVISIBLE bisa disebut gelombang elektromagnetik
M = Massa, sifatnya VISIBLE bisa disebut sebagai benda atau materi, tapi dalam kondisi tertentu bisa juga M mencapai maqom Invisible
C = Kecepatan Cahaya, 299792.5 km/detik

Mari kita bahas karakter cahaya sekilas saja. Cahaya memiliki sifat memperlihatkan sesuatu yang tidak terlihat. Memperjelas sesuatu yang tidak jelas. Secantik apapun wajah seorang wanita, jika tidak ada cahaya maka kecantikannya akan tidak jelas.

Pendapat saya, Cahaya itu ada dua tingkatan. Pertama Cahaya yang memperjelas alam jasad, dan kedua cahaya yang memperjelas apa yang ada di dalam Hati. Itu sebabnya Al-Quran dihadirkan sebagai cahaya bagi hati orang-orang yang beriman agar kehidupannya di alam jasad maupun di alam nonjasad menjadi sukses bahagia.

“Maka apakah orang-orang yang dibukakan Allah hatinya untuk (menerima) agama Islam lalu ia mendapat cahaya dari Tuhannya (sama dengan orang yang membatu hatinya)? Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka yang telah membatu hatinya untuk mengingat Allah. Mereka itu dalam kesesatan yang nyata. (39:22)”

Sedangkan Allah bukanlah sekedar cahaya untuk jasad atau sekedar cahaya untuk hati. Tetapi Allah adalah pemberi Cahaya jasad dan hati, langit dan bumi, visible dan invisible. Itu sebabnya Allah itu adalah Cahaya di atas Cahaya.

“Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. Perumpamaan cahaya Allah, adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus, yang di dalamnya ada pelita besar. Pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat(nya), yang minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang dia kehendaki, dan Allah memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (24:35)”

Perhatikan teks “yang minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api”. Artinya cahaya Allah bukanlah dari api, tapi justru Cahaya dari Allah bisa membuat api. Bahkan bukan sekedar menciptakan api, melainkan menciptakan alam semesta, termasuk menciptakan “cahaya” yang disebutkan oleh Ayah Einstein.




CAHAYA diatas CAHAYA

Saya tidak kepingin membahas tentang Dzat Allah. Karena itu memang rahasia Allah. Namun, yang kali ini saya bahas hanya lambang tentangNya berdasarkan konteks Al-Quran.

Allah dikatakan sebagai Cahaya di atas Cahaya . Mungkin asumsi kita, berarti Allah itu sangat terang, sehingga kalau kelak kita melihatNya kita akan silau. Kalaulah hari ini kita melihat Matahari saja sudah silau, lalu bagaimana mungkin kita mampu melihat Allah, Dzat Cahaya di atas Cahaya.

Nah, saya yakinkan kepada Anda, Anda tidak akan silau kalau berhasil melihat Allah. Sebab dalam Al-Quran perkataan Nuur (Cahaya) disandingkan dengan Bulan bukan dengan Matahari.

“Dan Allah menciptakan padanya bulan sebagai cahaya (nuur) dan menjadikan matahari sebagai pelita (sirooj)? (71:16)”

Tentunya kita tak akan silau melihat cahaya bulan, bahkan sangat menikmati cahaya Bulan, terlebih lagi jika bulan purnama. Nah, sedangkan Allah itu adalah cahaya di atas cahaya, artinya justru akan sangat sejuk, nikmat, dan tenang bahagia ketika kita berhasil langsung melihat wajah Allah SWT.

Tapi tetap saja, Allah itu Cahaya yang berbeda dengan Cahaya Bulan. Bulan bercahaya karena adanya pelita dari Matahari. Padahal Allah-lah yang memberikan Cahaya kepada Matahari dan Bulan. Begitulah Dzat Allah, selalu berbeda dengan makhluk-Nya.

Sahabat Semesta, merujuk penjelasan tentang makna Subahanallah, maka Allah itu Suci, bahkan MAHA SUCI. Artinya terlepas dari pandangan kita tentang persepsi cahaya yang kita pahami. As-sabh = Kosong, Hampa, Suci, nirwarna, nirwaktu, nirruang, gelap tapi menyinari. Ingat teks “Perumpamaan cahaya Allah, adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus, yang di dalamnya ada pelita besar.”


E=MC^2 dan Ruang Kosong

Berdasarkan penjelasan di atas, maka makna C^2 itu bisa diartikan sebagai Kecepatan “Bergerak”yang “Sangat Tinggi”, atau kekonsistenan bertasbih yang sangat tinggi. Atau bisa diartikan sebagai KETAATAN KEPADA ALLAH YANG SANGAT LUAR BIASA. Atau, dalam bahasa manusia bisa diartikan sebagai Para Rosulullah, Nabiullah, Waliyullah, atau para Muttaqiin.

Karena E= MC^2, maka M = E/C^2. Sehingga, makna dari M adalah seorang Manusia (M) akan memiliki kualitas yang sangat tinggi jika nilai E nya tinggi, atau jika M-nya tidak terlalu berorientasi jasadi, sebab semakin jasadi semakin rendah pergerakan energi.

Artinya manusia jika meninggikan nilai E-nya maka karaker M menjadi lebih halus, bisa sama atau lebih halus lagi dari gelombang elektromagnetik, lebih taat lagi dibandingkan cahaya, lebih taat lagi dibandingkan malaikat.

Artinya ketika manusia memiliki KETAATAN yang LUAR BIASA kepada ALLAH SWT, maka Energinya menjadi sangat besar dan nafsunya terhadap dunia (kehidupan jasad) menjadi sangatlah kecil. Dan karena nilai C itu konstan, maka rumus Einstein di atas mengatakan secara tersirat bahwa “Semakin padat suatu benda (M), maka semakin kecil energi yang dihasilkan (E), atau semakin halus suatu benda, maka semakin besar energinya”.

Maka wajar saja, kadang Wailiyullah dikarenakan memiliki energi besar bisa berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya dengan begitu cepat (walaupun tidak secepat Buroq), tapi bisa lebih dahsyat dari gelombang elektromagnetik.

Dan salah satu cara yang efektif untuk MENGURANGI kepadatan sebuah materi/benda adalah dengan cara BERTASBIH. Yaitu BERGERAK secara harmoni dan thowaf fokus kepadaNYA. Yakni bergerak dengan energi yang TINGGI, atau dengan kata lain bergerak dalam Gelombang otak yang rendah, atau dengan kata lain bergerak dengan hati yang Tenang dan hanya Fokus kepada Allah SWT.

Untuk menghasilkan perGERAKAN yang berenergi tinggi maka pergerakan itu bukan berorientasi fisik yang powerfull, tapi berorientasi spiritual yang mendalam, dalam sebuah ketenangan dan ketaatan padaNya.

Yup, bergerak ke dalam, mencari dan menikmati ruang KOSONG dalam relung-relung materi di tubuh kita ini. Biarkan jiwa ini leluasa bersamaNya. Fokus kepada RUANG KOSONG sebagai kesadaran baru, bukan hanya bermain di alam sadar, pun bukan alam bawah sadar, tapi sudah menuju kepada alam MAHA SADAR. Dan ruang kosong itu bernama "Baitullah Jiwa". Allahu Akbar.

Wallahu alam

Tidak ada komentar:

Cari Blog Ini