Asysyam

“Sesungguhnya berbahagialah orang yang mensuciikan jiwanya, dan sungguh merugilah orang yang mengotori jiwanya”

Minggu, 07 Juli 2013

Tertidur dan Tengah Bermimpi



Seseorang yang lama tinggal di sebuah kota,
tertidur; dan di dalam tidurnya melihat kota lain,
yang penuh kebaikan dan keburukan;
hingga kotanya semula hilang dari ingatannya.

Seharusnya, dia berkata pada dirinya sendiri,
seperti ini: "Ini adalah kota yang baru,
aku adalah seorang asing disini;"


Sebaliknya, dia membayangkan
selalu tinggal di kota baru itu,
dilahirkan dan dibesarkan disitu.

Apakah mengherankan,
jika kemudian jiwa tak ingat lagi akan
kampung-halamannya dan tanah kelahirannya?

Karena alam-dunia ini,
bagaikan tidur, menyelimuti jiwa kita,
bagaikan awan menyelimuti bintang.

Apalagi saat ia melangkahkan kaki
ke berbagai kota dan debu yang menutupi
matanya belum dibersihkan.


Lagipula dia belum berupaya keras,
memurnikan hatinya;
sampai hatinya itu dapat
menatap masa lalu.

Bagaimana dia memasuki tataran alam material,
dan dari situ melangkah memasuki
tataran alam nabatiah

Lama dia tinggal di tataran alam nabatiah,
disitu tak diingatnya lagi tentang hidupnya
ketika tinggal di tataran alam material;
karena sifat-sifat ke dua tataran alam itu
yang saling bertentangan.

Dan ketika dia beranjak dari alam nabatiah
ke tataran alam hewaniah,
alam nabatiah pun tak lagi diingatnya.

Mungkin masih ada sedikit sisa kenangan,
khususnya ketika tiba musim semi
dan semerbak harum tetumbuhan.

Ini seperti kemelekatan bayi kepada ibunya,
sang bayi tak paham bahwa rahasia
dibalik hasratnya itu
adalah agar dia mendapat cukup susu-ibu.

Seperti itulah kemelekatan murid pemula,
yang keberuntungan jiwanya tengah muda
dan memekar,                                          [1]
kepada guru pembimbingnya

Akal personal sang pejalan
bersumber dari Akal Sejati:
gerak dari bayangan pohon-diri sang pejalan
bersumber dari gerak dahan Pohon Sejati.

Bayangan dan kepalsuan sang murid tanggal
dalam diri Sang Guru:
sehingga bagi Sang Guru jelas belaka
apa yang dicari sang murid pemula itu,
apa yang dihasratinya.

Takkan pohon kecil diri sang murid pemula bergerak
tanpa gerakan cabang Pohon Sejati Sang Guru.

Adalah karena Rahmat,
pertolongan, sang Pencipta,
ketika jiwa dikembalikan ke tataran insaniah,
naik dari tataran hewaniah.

Demikianlah kemajuan itu,
bergerak naiknya jiwa: tataran demi tataran;
sampai jiwanya jadi pandai,
bijak dan kuat.

Tentang tataran-tataran jiwa
yang telah dilaluinya,
belum lagi diingat orang itu.

Juga belum diketahuinya
ada kenaikan tingkat akal
yang menanti di depannya.

Bahwa dia harus tinggalkan nalarnya yang rakus
dan mementingkan diri sendiri,
dan bahwa membentang di atasnya seratus-ribu
jenis kecerdasan yang tak terbayangkan.

Walaupun kini dia tengah tertidur
dan lupa akan masa lalunya,
seorang pejalan sejati takkan dibiarkan
terus dalam kondisi lupa akan dirinya sendiri.

Dia akan dibangunkan dari tidurnya itu,
sedemikian rupa, sehingga nanti ketika terbangun
dia akan mentertawakan kondisinya sekarang,
yaitu saat tengah tertidur.

Dia akan berkata sendiri,
"Bagaimana bisa aku merasa sesedih itu?

Bagaimana mungkin aku terlupa akan
realitas yang sejati?

Bagaimana mungkin sampai tak kuketahui
bahwa segala kesedihan dan penyakit itu
karena aku tertidur; dan itu
sebenarnya mimpi dan khayalan saja?"

Catatan:
[1]  "... yaa kaumku, mohonlah ampun kepada Rabb-mu, lalu bertobatlah kepada-Nya, niscaya Dia menurunkan dari langit hujan yang sangat deras ke atasmu, dan Dia menambahkan kekuatan kepada kekuatanmu ..." (QS Huud [11]: 52)


Sumber:
Rumi: Matsnavi  IV: 3628 - 3653
Terjemahan ke Bahasa Inggris oleh Nicholson.
source by Ngrumi.blogspot.com

Tidak ada komentar:

Cari Blog Ini