Asysyam

“Sesungguhnya berbahagialah orang yang mensuciikan jiwanya, dan sungguh merugilah orang yang mengotori jiwanya”

Rabu, 03 Juli 2013

Rasa Sakit


Rasa sakit akan timbul ketika dengan sadar
diri dicermati: rasa sakit itulah yang akan
mengeluarkan seseorang dari hijab bangga-diri.

Tanpa sang ibu dikuasai rasa-sakit yang sangat,
ketika melahirkan, bayi tidak akan menemukan
jalan lahir.

Amanah dari Sang Pencipta tersimpan dalam qalb; [1]
qalb lah yang mengandungnya: sementara nasehat
dari para nabi dan rasul itu bagaikan bidan.

Bisa saja bidan membujuk sang ibu bahwa sakit
melahirkan itu tidak seberapa; tapi rasa sakit
itu tetap perlu. Sakit itulah yang memberi
jalan kelahiran bagi sang bayi.

Yang tak punya rasa sakit itu adalah seorang penyamun,
karena tanpa rasa sakit itu sama dengan
mengatakan, Akulah Rabb.

Menyerukan "Aku" pada saat yang salah adalah
sebuah kutukan bagi yang mengatakannya;
sebaliknya mengatakan "Aku" pada saat yang
tepat adalah sebuah Rahmat Tuhan.

"Aku" ketika disampaikan oleh Manshur jelaslah
sebuah Rahmat, sementara "Aku" yang
dikatakan Fir'aun adalah sebuah kutukan. [2]

Demikianlah, ayam jantan yang berkokok terlalu
awal perlu disembelih lehernya.

Apa maksudnya "disembelih?"
Membunuh jiwa yang rendah dalam jihadul-akbar:
memerangi diri sendiri, dan menolak himbauan
syahwat.

Itu sama dengan mencabut sengat dari kalajengking,
agar selamat ia, tidak terbunuh.

Atau mencabut taring dari ular, agar terhindar ia
dari bencana mematikan.

Tiada yang menyembelih jiwa yang rendah seperti
perwalian Sang Guru; karena itu bertahanlah.

Mampunya engkau bertahan itu semata karena
pertolongan-Nya; semua kekuatan yang engkau
miliki itu bersumber dari penarikan-Nya.

Renungkanlah ayat, "tidaklah engkau melempar ketika
engkau melempar:" apapun yang diperoleh jiwa itu
bersumber dari Jiwa. [3]

Dialah yang sebenarnya menggenggam tanganmu ketika
engkau digerakkan menelusuri Jalan;
Dialah yang sesungguhnya memikul beban-beratmu
di pendakian panjang ini: berharaplah, agar engkau,
dari saat ke saat, dilimpahi Hembusan yang Maha Rahman.
[4]


Catatan:
[1] (QS [33]: 72), "Sesungguhnya Kami telah mengemukakan
al-amanah kepada lelangit, bumi dan gunung-gunung, maka
semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka
khawatir (akan mengkhianatinya), dan dipikullah amanat
itu oleh al-insan.
Berfirman Allah Ta'ala dalam sebuah Hadits Qudsi:
"Tak memuat-Ku bumi-Ku dan langit-Ku. Yang dapat
memuat-Ku adalah qalb abdi-Ku yang al-Mukmin yang
lunak dan tenang" (Al-Ghazali, "Keajaiban Hati," hal 39).
Ibu hamil adalah aspek bayangan fenomenal dari hal esensial
bahwa qalb setiap insan itu "hamil:" mengandung suatu amanah
agung yang telah diperjanjikan (QS [7]: 172).

[2] Abul Mughits al-Hussain bin Manshur (858 - 913M), dikenal
dengan julukan "al-Hallaj". Akhir hidupnya yang dramatis
menginspirasi tak-terhitung pencari merenungi pernyataannya
yang sangat terkenal, "anna al-Haqq". Studi intensif mutakhir
tentang orang besar ini dipelopori oleh Louis Massignon.
Disini ucapan "Aku" dalam ucapan "anna al-Haqq" dari
al-Hallaj disandingkan dengan "Aku" dalam ucapan terkenal Fir'aun: "Hai pembesar kaumku, aku tidak mengetahui tuhan bagimu
selain aku..." (QS [28]: 38).
Jika Mesir dipandang sebagai gambaran dari alam-dunia yang
memukau sihirnya, maka para pecinta dunia zaman kapanpun
sebenarnya dihegemoni total dalam cengkeraman trium-virat
kuasa harta (dipersonifikasi oleh Qarun), kuasa ilmu-ilmu dunia
(dipersonifikasi oleh Haman) dan kuasa politik (dipersonifikasi
oleh Fir'aun).

[3] Bersumber dari QS [18]: 17 yang diturunkan ketika Perang
Badar. Bagi para ahli jihadul-akbar di jalan pertaubatan,
ayat ini landasan dari  fana' af-'al: ketika karsa hamba selaras
dengan Karsa Sang Pencipta.

[4] Ketika Hembusan yang Maha Rahman, "nafakh ar-Rahmaan"
sedang membelai sang hamba, dia beralih dari "berjalan"
menjadi "diperjalankan:" Tujuan Jalan menjemputnya, dia
sedang diakrabi sang Pemilik Jalan, ditemani berjalan,
dirangkul, dibawakan bebannya.


source by Ngrumi.blogspot.com


Tidak ada komentar:

Cari Blog Ini